“KALAU CINTA MENENGOKLAH”
Kriiinggg...
Kriiinggg... Kriiinggg... Bruk!
Jam beker itu terjatuh dari meja kecil yang berada di samping
tempat tidur Sesa. Pecah. Padahal baru pertama kali ini dia mengaktifkan alarm
di jam itu, tepat di jam setengah tujuh pagi. Tapi begitu aja terkena tangan kanannya,
saking kagetnya dengerin deringan jam itu. Pada hari-hari sebelumnya, dia tidak
pernah terpikirkan untuk dengerin bunyi-bunyian berisik ketika dia pertama kali
membuka kedua matanya di pagi hari. Harapan Sesa setiap kali terbangun, adalah
dia bisa tersenyum dengan sempurna. Cukup manis, karena teringat mimpi indahnya
tadi malam.
Tapi tidak di pagi itu. Entah mengapa, dia malah kepikirin untuk mengaktifkan
alarm jam itu tadi malam. Padahal, baginya hal itu cukup menyebalkan karena
bikin kamarnya berisik aja dipagi hari. Saat itu, kedua mata Sesa masih
terpejam Terasa sekali kalau dia amat maias untuk membuka matanya. Memang
dengerin jam beker itu berisik di pagi hari, tergolong menyebalkan bagi Sesa.
Lebih lebih jam itu tepat berada di telinganya. Tapi, kenapa dia malah
mengaktifkan juga alarm jam itu tadi malam? Masih belum terpikirkan
olehnya alasannya kenapa, karena dia masih belum sadar betul. Dia membutuhkan
waktu untuk mengumpulkan seluruh arwahnya yang entah pada pergi kemana semalam.
Betul_betul berisik. Sangat berisik dan menyebalkan.
Dengan separuh nyawa Sesa membuka matanya. Menggerakkan kaki dan
tangannya yang Tak pernah disadarinya kalau tadi tangan kanannya sudah meminta korban.
Jam beker yang terus saja. dipelototinya ketika sepasang matanya sulit untuk terpejam,
ketika otaknya terasa beku sebab PR-PR yang menumpuk, ketika dia ngerasa
gelisah sebab teringat seseorang, ketika angannya melayang-layang dan akhirnya
sampai di Dufan dan termain di taman-taman yang dia sangat sukai, jam itu sudah
terjatuh entah berada dimana. Terus saja berdering. Tidak mau berhenti.
Saat sepasang mata Sesa mulai terbuka lebar, barulah dia menyadari
ada suara berisik yang entah berada di mana. Yang pasti, dia masih hafal betul
kalau itu berasal dari jam bekernya.
"Uhuuuhhh... Berisiiik...!” keluh Sesa ngedumel sendiri. Dia
ngucek-ngucek matanya, lalu segera bangun meski terasa cukup males. Dia noleh
kesana kemari untuk mencari dimana jam berisik itu berada. Disekitar meja kecil
itu tidak dilihatnya. Demikian juga dibawah meja belajarnya. Juga tidak ada.
Sesa butuh konsentrasi untuk memastikan dimana dia mendengarkan suara jam itu. Dia butuh narik
napas karena sepertinya nyawanya belum semuanya ngumpul.
"Naaa, ketemu... Di kolong," gumam Sesa.
Cepat-cepat ia memeriksa kolong ranjang.
"HAHI!!"
Sesa melotot tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ternyata
saat itu jarum jam sudah jam tujuh lebih lima belas menit. Karena masih belum jelas
bener jarum jam itu tepat di posisi angka berapa, dia kembali ngucek-ngucek
matanya untuk mastiin angka yang telah ditunjukkan oleh jarum pendek di jam
beker itu. Emang benar, saat itu sudah jam tujuh lewat lima belas menit, dan
mulai sekarang sudah mulai lewat enam belas menit. Dan sebentar lagi lewat.
"Bibiii...!!!" jerit Sesa menyingkirkan selimut yang dari
tadi masih nempel ditubuhnya. Kemudian dilemparnya begitu aja dan tepat
mengenai vas bunga yang ada di meja kecil samping ranjangnya,
PRANG!
Vas bunga itu jatuh ke lantai dan pecah.
Secepatnya Sesa keluar dari kamarnya.
"Bibiiii...!l!"
teriaknya kembali. Cukup keras dan menggema di seluruh ruangan rumah yang cukup
besar itu karena si bibi belum juga nunjukin batang hidungnya.
"lya, Non...!" sahut Bi Leha terdengar tidak terkontrol. Perasaan
cemas dan terkejut mendapat panggilan darurat dari nona majikannya beraduk
menjadi satu dalam Pikirannya.
“HUAAA...!"
Bi Leha hampir menabrak Sesa yang saat itu juga melangkah
tergesa-gesa.
“HUAAA...!"
Sesa jadi kaget setetngah mati setelah hamper aja jidatnya ketemu
dengan jidatnya Bi Leha.
“Bibi ini apa-apaan sih?1". gerutu Sesa berusaha menahan
kantuk.
"Ma... maaf, Non. Sori ye." Wajah Bi Leha berkerut merasa
salah. "Oh ya, ada apa, Non?"
"Ada apa, ada apa.'.? Kenapa Bibi nggak bangunin Sesa?" tanya
Sesa mulai bisa melihat dengan jelas wajah si bibi yang mulai keriput itu.
"Kan tadi malam, Non sendiri yang ngasih peringatdn keras sama
Bibi kalau jangan sekali-kali bikin pintu kamar Non Sesa sampai berisik di saat
pagi gini?"
"Oh ya...?" Sesa diam seperti mengingat beberdpa kejadian
yang sempat dilakukannya tadi malam.
"lya, Non... Tadi malam itu, setelah shalat Isya' Bibi kan
nanyain ke Non, apa besoknya Non akan dibangunin lebih pagi dari biasanya. Bibi
nanyanya gitu karena tau kalau hari ini hari pertama Non masuk sekolah di
sekolahannya Non yang baru Iya kan, Non?" "...???!!."
Mulut Sesa mengaga lebih lebar lagi seperti baru ingat sesuatu yang
amat penting di pagi itu.
Hanya sejenak.
Emang hari ini, hari pertama dia masuk sekolah lengkap dengan
seragam kebesaran anak SMU. Baju putih, rok abu-abu.
Sesa segera berlari ke kamar mandi ,tanpa peduliin lagi sepasang
mata Bi Leha yang ikut-ikutan terkejut.
"Non... Non Sesa...!" panggil Bi Leha ingin tau apa
sebenarnya yang terjadi dengan Sesa.
BRAK!
Sesa membanting pintu kamar mandi sebagai balasan teriakan Bi Leha.
Saat itu, di benaknya hanya muncul muka seram dan judes guru yang jelas-jelas
akan rnemarahinya habis-habisan. Dia sudah dapat memastikan kalau hari ini,
sebagai hari pertama dia terlambai datang ke sekolahan, juga hari pertama dia
bakalan kena setrap guru kelasnya.
Mampus deh gue hari ini. Iya, ini adalah hari pertama gue sebagai
anak SMU. Hari pertama gue ngerasa benar-benar merdeka dari seragam putih biru
gue yang saat ini sudah sangat kekecilan. Hari pertama gue untuk tersenyum
karena udah bisa make seragam hayalan gue sejak dulu. Putih Abu. Seragam
kebanggaannya anak SMU. Hari pertama gue untuk main poles-polesan tanpa harus
ngerasa malu-malu lagi sama mama papa. Hari pertama gue untuk liatin temen gue
si Eca centil. Pasti deh bakalan makin imut kalau make seragam yang katanya
sedikit kebesaran itu. Gue pasti kehilangan gaya untuk ngetawain dia.
Huahaaaa,.. Hari pertama gue untuk ngelakuin rencana gue untuk ngebalas cowok
super reseh yang ngaku jadi ketua OSIS itu. Hari pertama gue untuk dengerin
materi-materi pelajaran yang katanya semakin sulit ketimbang pelajaran anak TK
Inpres dulu. Hari pertama gue untuk menoreh rekor tercepat untuk dapetin omelan
guru. Duh, gawat! Kok semuanya jadi berantakan gini? Keluh Sesa dalam hati.
"Non... Non Sesa..."
-TOK-TOK-TOK-
"Non..."
-TOK-TOK-TOK-
Suara Bi Leha semakin mengacaukan otak Sesa. Lagi-lagi suara
berisik itu terdengar di telinganya setelah membanting jam bekernya yang juga
bikin berisik.
"Huk..." Sesa jadi tersedak karena kaget dengerin Bi Leha
yang gedor-gedor pintu kamar mandi kayak orang diuber syetan. Jadi deh, bikin
rencana-rencana di benak Sesa ikutan buyar. “Ada apa lagi sih, Biikk...?!"
"Udah jam setengah delapan, Non."
"What...?!" Sesa makin cemas aja dengerin sekilas info
dari Bi Leha. Kalau benar ini udah jam delapan, berarti dia udah positif
terlambat.
"Jam setengah delaPan , Non."
"Kenapa Bibi nggak ngasih tau aku dari tadi sih?!" Sesa
bergegas nyelesaiin acara mandinya. Yang penting udah terasa bersih, jadi nggak
butuh bersolek lagi. Kenapa sih gue jadi berantakan kek gini sih? Kenapa gue
bisa bangun kesiangan? Kenapa juga alarm jam beker itu pake loncat-loncat
segala? Kan gue udah ngepasin di jam setengah tujuh, tapi kok bunyinya jam
tujuh lebih sih. Huhh. Mimpi apa sih gue semalam?
Sesa terlihat merenung. Dia mencari mimpinya tadi malam.
Gue sama sekali nggak mimpi apa-apa. Gue nggak bisa tidur pagi
hanya gara-gara cowok super reseh itu. Gue habisin waktu gue semalaman penuh
untuk mikirin gimana cara bikin pembalasan sama kakak kelas yang katanya ketua
OSIS itu. Dia kira dia cowok paling keren sejagad. Emang anaknya cakep sih,
tapi kelakuannya itu tuh, sangat menyebalkan. Mentang-menfang dia ketua panita
orientasi, jadi seenaknya aja sama gue.
Sesa makin ngedumel dalam hati. Seiring dengan itu, waktu pun terus
berlalu.
SRIIIT!!!
Sesa nginjak rem mobil dengan sedikit berutal saat memasuki areal
parkir sekolahan. Dengan menggunakan seragam putih abu, dia sudah dapat lampu
hijau dari nyokap dan bokapnya untuk bawa kendaraan sendiri ke sekolah. Hari
itu, dia mutusin untuk nyetir sendiri setelah ngerasa benar-benar akan
terlambat. Bang Sanip yang telah dipercayakan untuk mengantar kemana pun
dirinya pergi, terpaksa memilih main kucing-kucingan sama Pak Satpam setelah
ditinggalin begitu saja oleh Sesa.
Hari itu waktu betul-betul terasa sangat berharga bagi Sesa di hari
pertamanya jadi anak SMU. Makanya dia sedikit berutal nginjakin rem mobilnya.
“HUAAAA!!!”
Tukang parkir yang tengah asik ngatur ketertiban areal parkir kaget
setengah mati dengerin bunyi rem yang diinjak dengan kasar. Mulutnya menganga
kaku sehingga menyebabkan lipri di mulutnya jatuh. Kesadarannya belum pulih
juga ketika Sesa semakin mendekat dengan langkah tergesa-gesa.
“Sori ya, Pak,” ujar Sesa minta maaf sebelum hemudian berlari karena
ingin segera sampai di kelasnya.
Petugas parkir itu belum nyadar juga. Dia masih melongo seperti
orang ngeliat hantu masuk arel parker yang menjadi wilayah kekuasaannya.
Tuh kan, anak-anak yang lain udah nggak ada lagi berkeliaran. Pasti
deh, mereka udah pada sibuk ngikutin pelajaran di kelas masing-masing. Sementara
gue, aduhhh... bener-bener bad day nih hari buat gue. Gimana gue bisa tercatat
jadi siswi toladan kalau hari pertama aja udah bikin masalah. Mudah-mudanan
gurunya nggak judes atau kiiler. Mudah-mudahan gue nggak dikeluarin dari kelas.
Dan mudah-mudahan tuh guru nggak minta tenaga keamanan untuk giring gue ke
ruangan BP Gue benci sama ruang BP karena orang yang masuk ke sana nggak pernah
semakin ngerasa baik. Malah dicap pembangkang oleh sekolah. Duh, malu-maluin.
Masak cewek gini, cantik lagi, unjung-ujungnya dibilangin badung. Nggak cewek
banget kan? Belum lagi soal si cowok reseh itu. Pusiiiingngng... Sesa terus
ngedumel dalam hati. Tak henti-hentinya dia mukulin jidatnya sendiri karena
ngadepi hari yang menurutnya buruk itu.
Bad day!
"Hai."
Seorang cowok berdiri tepat menghadang langkah Sesa yang saat itu
masih berlari-lari kecil. Ternyata Andika, lengkap dengan senyum andalan-nya.
Senyum pembeku dan sudah minta banyak korban qnak-anak cewek yang langsung
nunjukin wajah sumringah mereka saat dapat senyuman pembekunya Andika. Tentunya
penuh kekaguman. Tidak ada yang sanggup mengelak dari senyuman maut itu. Mereka
sudah dapat dipastikan akan terdiam kaku, melongo dengan mulut terbuka, mata
membelalak lebar- Itu tuh, kayak orang begok.
"Hah...!!" Dengan gerak refleks, Sesa meng-hentikan
langkahnya. Dia kaget setengah mati karena sama sekali tidak pernah menyangka
akan bertemu dengan seseorang yang cukup mampu mengundang emosinya. sampai ke
ubun-ubun. Andika, berdiri tegak lengkap dengan kekekaran tubuhnya yang hampir
aja bikinin tubuh Sesa mental. Senyumnya itu loh, menggoda banget dan teramat
manis di mata Sesa sehingga bikinin Sesa hanya bisa melongo nggak jelas.
Sepertinya Sesa ngerasa takjub dalam diam. Dia nggak tau mau
ngolnong apa laQi. Kebencian yang siap ditumpahkan dihadapan Andika teryata
sirna begitu aja. T.iba-tiba Sesa terserang tulalit dadakan.
"Kaget iya? Nggak pernah nyangka ya, kalau akan ketemuan
dengan gue disini? Atau lo malah ngerasa saat ini, detik ini, lo masih
ngimpi," celoteh Andika penuh percaya diri.
Sampai sejauh ini, mulut Sesa masih bungkam. Sepertinya tuh mulut
terkunci rapat hingga nggak mampu untuk ngeluarin kata-kata saking kagetnya.
Dia shock.
"Hei...!" Kali ini suara Andika sengaja diperbesar untuk
menyadarkan Sesa.
Sesa butuh ngeluarin napas kuat-kuat yang tadi terasa mampet.
"Haa... a...apa...? Lo ngomong sama siapa? Gue...?" Kata-kata Sesa
terkesan bodoh. Bahkan sangat bodoh.
"Nggak... Gue nggak ngomong sama Io. Gue ngomong sama Sesa
yang tiba-tiba aja jadi aneh kayak patung... Lo sehat-sehat aja kan saat ini?”
tanya Andika jelas-jelas ledekin Sesa.
Dan Sesa cukup peka dengan pertanyaan semacam itu.
"Apa lo juga ngerasa sehat_sehat aja setelah ngalangin jalan
gue? Lo itu nyadar nggak sih jadi orang?" Sesa jadi jengkel. Mukanya
terkesan jutek.
"Gue...? Gue sangat sehat. Lo liatin sendiri senyum gue nggak
pernah hilang. Itu tandanya gue happy."
"Apa...? Lo bilang happy dengan ngelakuin hal yang hampir aja
nyelakain gue. Lo emang benar-benar udah sinting kali ya.,,
“Tapi lo nggak celaka kan?” Masih aja Andika mamerin senyumnya.
"Nggak celaka, nggak celaka... Emang lo itu sengaja ya, mau
bikinin gue celaka. Apa sih maunya lo ampe nyegat langkah gue. Inget ya, disini
ini nih, sekolah bukan pasar ataupun jalanan. Lo kira, gue cukup banyak waktu
buat ladenin cowok yang sok top dan keren kayak lo... Nggak... gue nggak cukup
banyak waktu. Karena itu, sekarang..,, harap lo menyingkir dari hadapan gue,
dan biarin gue sampai ke kelas dengan tenang, okey...,, Sesegera mungkin Sesa
beranjak pergi setelah cukup puas nyemburin Andika dengan kata-kata sebagai ekspresi
kejeng_ kelannya. Apalagi jam tangannya hampir mendekati angka delapan tepat.
Berarti dia udah benar_benar terlambat. Kalau emang dia terlambat, berarti dia kudu
cari alasan yang pas. untuk bisa meloloskan diri dari sebutan anak males,
bandel dan tidak peduli dengan kedisiplinan sekolah. Tapi apa mungkin 'dalam
keadaan seperti ini dia bakalan temukan alasan yang pas, sementara cowok yang
menyebalkan itu tiba-tiba aja menghadang langkahnya lengkap dengan tampang
mempesona.
"Eh, hmmm... tunggu sebentar. Gue butuh waktu lo, sedikit
aja..." Andika jadi gelagapan. Tapi secepat mungkin menarik tangan Sesa
dan cukup berhasil bikinin muka Sesa tambah jutek. "Just moment,
okeY..."
"Siapa sih lo, hingga berani-beraninya narik tangan gue
seenaknya aja...?! Apa lagi maunya Io….. Atau jangan-jangan lo emang bermaksud
jahat ke gue...?"
"Nggak Sesa... Gue masih cukup waras untuk ngindarin satu
tindak kriminal. Dan gue juga nggak cukup waktu untuk ngejelasin siapa gue Lo
juga bilang itu ke gue, kalau lo nggak cukup waktu untuk dengerin biografi gue
yang pasti tidak sedikit. Tapi yang jelas, gue tau kalau lo itu udah tau
sedikit banyak tentang gue. Dan ini yang
terpenting buat gue omongin ke lo..." Andika sepertiragu-ragu untuk
ngelanjutin omongannya yang emang sudah panjang lebar itu.
Dalam hati, Sesa ngerasa sangat dongkol. Tapi dia pingin tau juga
apa sih sebenarnya keinginan Andika yang memang sudah dikenalnya itu. "Apa
yang mau lo bilang ke gue, ayo bilang cepat karena waktu gue udah habis buat
ladenin lo?”
"Gu... gue... pingin lo jadi pacar gue, Sesa...”
Deg!
Hati Sesa berdetak kencang.
BRUKKK!
Buku-buku yang ada di tangannya jatuh semua. Hari itu, emang Sesa
bawa buku banyak-banyak karena belum mencatat jadwal pelajaran. Makanya semua
buku yang dia punya ikut memenuhi tas skulnya. Karena tidak cukup di tasnya,
beberapa buku dia tenteng aja tanpa ngerasa lelah sedikit pun. maklum, sebagai
siswa baru, pasti deh semuanya serba baru. Jadi semangat pun masih baru. Ini juga
kebiasaan Sesa sewaktu jadi anak SMp dulu.
Semua jadi diam. Angin pun terasa herhenti bertiup. Daun-daun
seperti melayang nggak jelas. Sesa terdiam seakan kehilangan kata_kata untuk diucapkan
kembali. Andika juga terdiam, menunggu jawaban apa yang bakalan keluar dari
mulut Sesa. Dia tau kalau saat itu, Sesa sangat shock.
Apakah ini mimpi? Apakah
saat ini gue lagi bermimpi? Hai semua orang... kasih tau ke gue,apakah ini
nyata atau hanya sekedar mimpi?!
Sesa butuh memukul-mukul pipinya untuk mastiin kalau saat itu dia
nggak lagi mimpi. Bahkan dia sempat tolah-toleh untuk memastikan kembali, apa
sebenarnya yang terjadi saat itu. Dia sama sekali nggak percaya kalau Andika
sebagai anak cowok paling top di sekolahnya menembaknya dengan tiba-tiba. Tanpa
rayuan yang tentu saja Andika cukup mahir untuk ngelakuinnya. Biasakan, yang
namanya cowok populer itu banyak cara untuk menaklukkan hati seorang cewek. Dan
salah satunya adalah dengan mengumbar rayuan pulau kelapa. Tapi kali ini,
Andika.sama sekali tidak mengeluarkan jurus itu. Andika tidak merayu. Bahkan
terkesan bikini Sesa jutek abis, meski Andika sempat mamerin senyum pembekunya
saat tebar pesona di hadapan Sesa.
"A... apa lo bilang barusan tadi? E... elo bilang apa ke gue,
Dika...? Lo itu salah ngomong ya, atau gue yang salah denger?" ucap Sesa
dengan tatapan tidak tenang. Akhirnya dia bisa juga bersuara setelah beberapa
saat terdiam.
"Nggak.. . Lo nggak salah denger. Gue meminta lo untuk jadi
pacar gue," jelas Andika mengulangi bicaranya. Kali ini terdengar cukup
jelas di telinga Sesa.
"Hah? E...lo minta gue buat jadi pacar lo...? "Mata Sesa
membelalak tidak mengerti.Lebih
jelasnya, tidak percaya. "Lo itu bercanda kan...Nggak serius
kan?"
"'Apa gue kelihatan seperti orang bercanda?"
Mau nggak mau Sesa memberanikan diri untuk natapin mata Andika.
Sejauh itu, dia masih tidak bisa menangkap makna apa yang tersembunyi dibalik
tatapan yang menurutnya menjengkelkan itu.Dalam hatinya seperti ada suara-suara
yang berkecamuk dan bikinin semuanya jadi tidak menentu.
Bilang iya agar semuanya jadi jelas buat Io, Sesa.,. Bilang iya,
sebab sebenarnya dari pertama kali liatin cowok itu, lo udah naruh rasa sama
dia. Lo kagum sama dia. Lo suka sama dia. Dan kini, dia malah minta kesediaan
lo buat jadi pacar. Ini satu hal yang sangat membahagiakan dalam dunia remaja
lo. Dan juga pasti akan sangat indah. Inget...ini adalah satu-satunya. kesempatan
emas buat lo untuk dapetin cowok yang sebenarnya selama ini lo impikan, lo
hayalin. Nggak banyak cewek yang punya kesempatan bagus kayak gini. Dan perlu
lo tau, banyak sekali cewek yang nganteri hanya untuk menunggu ucapan manis itu
keluar dari mulutnya Andika.
Sesa masih diam dalam ketidak pastian. Bahkan dia merasa tubuhnya
jadi dingin. Bahkan
panas dingin kayak terserang demam tiba-tiba. Banyak suara-suara
yang berkecamuk di telinganya. Satu suara lagi sepertinya ikut meramaikan
suasana hati Sesa saat itu.
Tapi dia telah berlaku kurang ajar sama gue. Seenaknya aja dia
perlakukan gue kayak boneka yang mau disuruh begini-begitu. Gue benciii...
Inilah saat yang tepat untuk memulai sebuah drama.
"Gila..." Akhirnya keluar juga jawaban dari mulut Sesa
setelah ngerasa dirinya ikut-ikutanmelayang hanya gara-gara ngadepin Andika
yang menurutnya tidak jauh beda dengan orang
gila'
"Siapa yang gila?"
"Lo yang gila."
"Apa...?"
"Iya , lo yang gila… Lo
tau nggak…hanya orang yang kurang waras aja yang minta seseorang buat jadi
pacar dengan tiba-tiba kayak gini. Lo kira gue akan leleh dengerin kata-kata aneh lo itu. Lo kira gue
akan nurut gitu aja hanya- gara-gara liatin tampang keren Lo itu. Lo kira gue
akan percaya meski lo udah capek-capek mamerin senyum manis lo itu….tapi nggak.
Apalagi inget perlakuan Io ke gue yang menurut gue sangat kasar bagi seorang cewek'" Sesa pergi.
Sesa..."
"Stop! Jangan ngomong apa-apa lagi.gue nggak mau diganggu
lagi, jadi jangan pernah lagi merasa pede dan ngucapin kata-kata aneh itu."
Sesa ngerasa dadanya betul-betul sesak. Kemudian dia segera Pergi'
Sementara Andika menatap tidak percaya. Baru-fertama kalinya dia
ditolak, dan itu nggak
pernah disangkanya.
Malam itu di sebuah mall yang ada di Citilitan, tampak Sesa dan Eca
tengah melangkah beriringan. Keduanya
tampak ceria dengan tawa berderai lepas seperti orang yang tidak puya beban
sama sekali. Keceriaannya gadis belia. yah, dengan jalan-jalan sambil shoppiig
bikin pikiran agak fresh setelah setiap hari di sibukkan oleh beraneka racam
buku yang menumpuk. belum lagi urusan
hati yang cukup manjur bikinin muka berubah menjadi berbagai macam ekspresi. Kesel, sebel, bete, jutek, murung,
pucat, berlierut, cerah, berbinar ceria bahkan kusut kayak dompet tanggung bulan.
Dan mana sih, yang cocok buat kamu? Heheee...
Mereka butuh muter-muter dulu sampai puas, baru kemudian memutuskan
untuk berbelanja, membeli beberapa keperluan anak cewek agar bisa tampil energik
dan anggun. Diluar keinginan untuk tebar pesona. Sesa menyeret tangan Eca menuju
sebuah toko pakaian. Mereka baru saja menginjak escalator yang agak lengang.
Tapi sebentar aja sudah ada beberapa anak cowok bergerombol dan terkesan imut.
"Hallo cewek manis dan hmmm…. Cantik…."
Anak-anak yang menyapa itu ternyata masih siswa es-em-pe yang cukun
nekad berkeliaran di mal lengkap dengan seragam kebanggan mereka. Rupanya
mereka butuh cuci mata setelah ngerasa stress dengan tugas-tugas mereka. Hari
Minggu gini, mereka masih mamerin seragam putih-biru mereka. Pasti deh mereka
ikutan jam tambahan karena otak mereka nggak begitu encer.
"Hai juga cowok-cowok ganten. Kalian imut deh... balas Eca
dengan suara sengaja dibuat selembut mungkin, Emang centil.
Gerombolan anak-anak SMP yang ngerasa pede abis negurin cewek
diatas usia mereka pada menatap melongo. Mereka bengong, bahkan salah seorang
diantara mereka hampir aja jatuh di escalator saking takjubnya.
"Heh, kerjain dulu peer kalian baru jual pesona pada cewek.
kecentilan banget sih" tukas Sesa cukup keras dan bikinin mereka terbangun
dari mimpi.
"Haaa.. "
Mereka tersadar dari khayalan yang tidak kesampain. Beberapa orang
ibu yang cukup gemuk mendesak langkah-langkah mereka.
“AWWW!!!”
Tiga orang anak berteriak keras karena jempol mereka keinjak alas
sendal ibu-ibu yang ternyata cukup keras itu.
"Huahaaaa..."
Sesa dan Eca tertawa berderai terus beranjak pergi.
"Mereka lucu deh," ujar Sesa di sela-sela tawanya.
"Lucu bangeeet. Imut-imut lagi," tambah Eca kemudian
tertawa lagi.
Mereka berbelok, tapi...
"Waaa!!"
BRUK!
Tubuh Sesa sedikit terpental dan hampir aja jatuh ke lantai malyang
ngejreng dan mengkilap itu. Dan itu tidak sampai terjadi setelah kedua tangan
kekar itu buru-buru memegang tangannya dengan gerakan refleks. Badan Sesa
sedikit condong dan nampak terbujur kaku dengan sorot mata tidak percaya.
Dua pasang mata saling pandang sama-sama tidak percaya, sama-sama
membelalak lebar, sama-sama mamerin mulut yang sedikit menganga, sama-sama
heran. Dengan tangan masih tetap berpegangan. Lumayan erat. Sepasang tangan
halus dan kasar, saling bertemu. Tangan halusnya Sesa dan sepasang tangan yang
terasa kasar. Tangannya Andika yang sepertinya nggak rela membiarkan Sesa terjatuh
kelantai yang sudah dapat dipastikan akan membuat badan terasa ngilu, dan tentu
saja akan memalukan kalau sampai Sesa terjatuh saat itu.
Adegan saling pegang itu, saling tatap itu, saling mamerin gigi
yang ternyata sama-sama putih karena mulut mereka masih aja menganga, mirip
sekali dengan salah satu adegan dalam film India. Diitambah lagi satu tatapan
takjub dengan ekspresi wajah seperti orang bermimpi, Eca lebih kaku lagi dari
orang-orangyang dilihatnya, Dia leleh, dia ngiri, dia ngiler, namun cepat-cepat
nutupin mulutrya yang menganga cukup lebar.
“Sesa..." Andika menyebut nama itu dengan perasaan tidak
tentu. Semua rasa bercampur baur saat itu, di hatinya. Seperti rasa bahagia
seseorang yang mendapat durian runtuh. Dan dia jadi bingung sendiri karena
nggak tau mesti gimana lagi. Karena baginya, sosok itu semakin mempesona di
matanya, Tak terasa ada yang mendesir aneh, Sangat halus dan cukup terasa, Sangat
terasa.
CINTA.
"Andika..," gumam Sesa setelah menyakinkan diri kalau apa
yang dialaminya saat itu adalah suatu kenyataan, Benar-benar terjadi. Berarti
dia tidak lagi bermimpi. Terasa mulai indah, Dia mulai suka karena sanggup
meninggalkan keindahan di hatinya. Hanya sejenak, karena setelah itu, "Apa
yang lo lakukan, eh?!"
Cepat-cepat Andika melepas tangannya yang sejak tadi memegang kedua
tangan Sesa, Dia masih sangat sadar kalau dia tidak cepat-cepat berbuat itu, bisa-bisa
Sesa kehabisan gaya untuk menyemburnya habis-habisan di tempat umum seperti itu,
Meski dengan kata-kata, tapi sudah dapat dipastikan semua orang akan segera
berkumpul dan tertarik untuk menyaksikan adegan satu babak itu. Sebuah adegan
drama, menurut mereka. Lumayan romantis, tapi menyembunyikan satu tindakan
kekerasan, semisal muka memerah terkena tamparan.
"Hmm, so... sori." Andika agak tergagap mendapat sentakan
yang lumayan keras. Dia sudah dapat membayangkan kalau Sesa akan kambuh lagi Jutek.
Sesa semakin memelototkan matanya tidak terima. Dia diam. Sementara
Eca terjungkat dengerin volume suara Sesa yang menurutnya salah. Dia belum bisa
ngomong sepatah kata pun.
"lni bukanlah suatu kesengajaan. Kalaupun menurut lo gue yang
salah seperti yang sudah-sudah, gue rninta maaf dan itu telah gue lakuin.
Sekali lagi, sori...y" ucap Andika terdengar serak.
"Apa...?! Lo kira dengan ngucapin maaf itu semuanya akan
selesai dan tidak pernah terjadi apa-apa, gitu...? Emang deh lo itu...,, Sesa
tidak sedikitpun peduli pada wajah muka Andika yang sebenarnya udah kelihatan
memelas padanya.
"Plis deh Sesa.. Kalau emang itu nggak cukup, apa perlu gue
nyembah-nyemban ke lo? Apa lo ngarepin gue ngemis-ngemis untuk bikinin lo
ngerti?”
Sesa membuang muka setelah capek mandangin Andika. Dari tadi dia
tidak begitu berani mandangin sepasang mata tajam itu. Di beiakangnya
Eca mukul-mukulin jidat sendiri tidak habis mengerti akan sikap
sohibnya yang udah tidak memedulikan janjinya, Sesa kan udah janji udah sedikit
lembut, malah itu terlupakan sama sekali.
“Sesa..., iling Sesa...” Eca goyang-goyangin tangan Sesa.
"Maksud Io…?"
"Maksud gue, Io itu inget kalau ini tempat umum... Tuh lo
liatin sendiri, udah ada berpuluh-puluh pasang mata mulai tertarik dengan
tingkah ajaib lo itu, Lagian ngapain sih kukuh nggak jelas kayak gitu. Andika
kan udah berulang kali minta maaf sama lo. Yang barusan itu juga bukan suatu
kesengajaan kok” Eca berusaha memberikan kesadaran pada sohibnya yang
sebenarnya. Udah sangat sadar, Cuma juteknya itu loh nggak bisa hilang sama
sekali.
"Lo itu mihak siapa sih, Eca… Gue apa nih cowok...?" Sesa
sepertinya enggan sekali menyebut nama Andika.
Eca jadi bingung' "Ehmmm….."
Dengan agak cuek Andika liatin jam tangannya, Entah apa maksudnya,
Kayak orang sibuk sejagad aja. Emang cowok sekeren Andika udah dipastiin cukup
sibuk ngecengin cewek-cewek yang terus aja nganteri menunggu jadwal Kecuali Sesa'
“Gue tau kilau ucapan maaf aja nggak cukup buat Sesa. kalau gitu ikut
gue yuk..” ajak Andika pede abis. Dengan cepat dia pegangin tangan Sesa yang mungkin
nggak akan pernah nerima ajakannya. Masih dengan cueknya dia narik-narik Sesa
untuk ikutan dengannya
"Lo mau apa lagi sih?!" tanya Sesa nggak pernah nyangka
akan ditarik-tarik gitu oleh Andika.
"Udah diam, yang penting ikut aja." Andika tidak mau
lepasin tangan Sesa yang dari tadi udah berontak nggak ridho. Dia sama sekali
cuek sama semua pasang mata yang memandang dengan gelengan kepala.
“Eca…!” panggil Sesa memohon bantuan, pada Eca setelah nggak
mungkin berontak lagi, juga nggak mungkin berteriak sekeras-kerasnya. Dia noleh
ke arah Eca dengan lambaian tangan membutuhkan bantuan.
“Sesa. . . !” teriak Eca kecil sembari melambaikan tangan dengan
maksud merelakan kepergian sohibnya itu. Bahkan. dia sempat tersenyum senang.
Mereka sampai di sebuah kafetaria. Eca langsung memesan makanan dan
member kesempatan kepada Andika dan Sesa. Dia cukup mengerti dan tau diri.
Namun tetap aja, bibimya terus manyun setelah Andika meminta waktu untuk ngomong
sama Sesa, hanya empat mata. Eca jadi ngerasa tersingkirkan dan mengambil
tempat duduk agak jauh yang membuat dia harus berusaha keras memikirkan gimana
caranya agar dapat mendengar percakapan antara Sesa dan Andika. Selebihnya dia ingin
cepat menjadi penengah kalau akhimya kedua orang itu memilih berantem.
Sesa natapin Andika lekat-lekat, "Apa maksud lo bawa gue
dengan paksa ke tempat ini?" tanyanya dengan nada keberatan. Dia emang
tidak terima, tapi dia nggak bisa berontak,
Andika tersenyum tipis. Sedikit mengejek' “Jam segini waktunya lo
makan siang, Jadi gue ngajakin lo makan siang karena gue sedikit tau kalau lo
itu nggak pernah lupa kebiasaan lo yang satu ini dimanapun lo berada. Agar
kesehatan tetap terjaga itu kata lo. Dan gue sendiri nggak pingin lo sakit karena
lo terlambat makan. Benerkan ini jamnya lo makan siang?"
Sesa liatin jam tangannya, Dia mengangguk, "iya.... Lo kok tau
sih."
"Pentingkah untuk gue jawab. Sedangkan menurut gue nggak penting.
Yang penting gue nggak ingin lo lupa dengan kebiasaan sehat. lo itu hanya gara-gara
jutekin gue''
"Ihhhh..."
“Ayo makan. Tenang aja, nggak usah buru-buru. Iialau boleh, anggap
aja ini sebagai wujud
maaf gue ke lo…” Sejenak Andika terdiam. "Dan biarkan gue
natapin kecantikan wajah Io, Sesa…
Karena dengan begitu keindahan itu ada di hati gue. Gue ingin terus
memandangi Io. Dalam diam. Dalam waktu yang lo nggak sadari kalau gue
benar-benar
suka sama lo, Sesa...," suara batin Andika terus berkecamuk.
"Mungkinkah gue makan dengan tenang sementara lo terus aja
liatin gue kayak gitu?" Tanya Sesa mergokin Andika. .
"Oh ya, hmmm... sori." Andika buru-buru nundukin kepala
dan liatin makanan di piringnya yang dari tadi belum sempat di sentuhnya. Dia seperti
salah tingkah dan bikinin suasana jadi canggung. Tapi lumayan menyisakan
keindahan, karena dia masih sempat tersenyum.
Gantian Sesa yang merhatiin Andika dengan segudang pertanyaan di
benaknya. Dia tak tau, kenapa Andika, cowok paling keren dan top itu bisa salah
tingkah di hadapannya.
Bukan hal yang biasa.
Pelajaran sekolah sudah dimulai, namun Sesa tampak masih berjalan
di koridor sekolah. Dia tidak berada di kelasnya sebagaimana yang lain. Kenapa?
Terlambat datang dan tidak boleh masuk ke dalam kelas?
Tidak!
Sesa memang sengaja tidak masuk ke dalam kelas, bahkan dia kini
melangkah hendak menuju ke perpustakaan. Ada tugas yang harus diselesaikan olehnya.
Dan itu yang mengharuskan Sesa tidak mengikuti pelajaran pertama di kelasnya.
Dengan langkah agak tergesa Sesa melangkah menuju ke arah perpustakaan. Dia
ingin segera sampai ke perpustakaan sekolah. Sesa terus melangkah. Tanpa disadarinya,
dari arah berlawanan seorang cowok melangkah ke arahnya. Jarak mereka pun
semakin dekat. Dan akhirnya...
"Hai," suara itu terdengar lembut di telinga Sesa dan
sedikit bergetar karena orang yang menyapa juga mulai gemetaran. Seorang cowok,
namanya Reihan.Sesa pernah melihatnya di gerbang sekolah.
Sesa mengangkat wajahnya dan
mengarahkan matanya pada orang yang menyapanya itu. "Eh, lo... hai,"
balas Sesa setengah hati.
Sejenak Reihan tertegun
melihat paras cantik di depannya. "Sori, telah gangguin waktu belajar
lo," ujar Reihan lirih penuh kehati-hatian
"Lo sudah sadar kalau telah gangguin waktu gue, tapi lo lakuin
juga. Kenapa? Dan apa maksud- nya?" tandas Sesa tidak begitu tenang dengan
kehadiran orang asing yang ada di depannya.
"sekali lagi sori. Tapi bukan maksud gue gangguin lo."
"Tapi gue udah ngerasa terganggu. Sekarang katakana ada apa?”
Kemaren gue nungguin di perpustakan tapi lo enggak balik-balik
juga."
"Lo nungguin gue"...?" kening Sesa mengerut. Matanya
menatap lekat ke wajah Reihan. "Enggak salah apa?"lya. Itupun karena
lo yang minta gue jagain dua tumpukgn buku yang lo tinggalin. Dan bukunya tebal-tebal.
Ingetkan?"
"Oh ya? Jadi lo orangnya. Sori, gue enggak begitu perhatian
saat itu. Tapi pada saat gue balik setelah pelajaran terakhir selesai,
buku-buku itu udah enggak ada ditempatnya. Juga beberapa lembaran yang berisi
tugas gue. Apesnya lagi, tugas itu akan dikumpulkan hari ini, pada jam pertama.
Tapi semuanya jadi hilang begitu aja." Sesa membutuh-kan beberapa saat untuk
menarik napas sebelum melanjutkan bicaranya, "Apa lo sempat ngeliat tugas gue
itu?"
"lni." Reihan menunjukkan tugas yang sudah dijilid rapi
kepada Sesa. "Karena inilah gue meng_ ganggu waktu lo. Untuk nyerahin ini
ke lo. Nih.”
Reihan menyerahkannya pada
Sesa. Beberapa saat Sesa memperhatikan lembaran demi lembaran tugas itu dengan
seksama. Wajahnya jadi sangat ceria. Dia masih ingat kalau tugas hanya berupa
kerangka saja saat ditinggalkannya. "Loh, kok bisa jadi begini. Padahal
kan...?”
"Sori, kalau lo enggak
suka."
"Bukan begitu."
"Lalu?"
"Lo yang bikin semua ini?"
"lya. Buat lo."
"Buat gue?"
"lya."
"Makasih. Akhirnya gue bisa ngumpulin tugas ini." Sesa
menatap Reihan yang teirlihat tidak begitu tenang. Cukup lama, dan itu
membuatnya ingat satu hal. "Eh, kayaknya sebelum-sebelumnya kita pernah ketemu
ya?"
"Ya. Di sana... di gerbang sekolahan. ”Reihan menunjuk gerbang
sekolah dimana pak Joko terlihat mondar mandir di posnya. Sepertinya dia
teringat kembali saat dimana dia pernah bertemu dengan Sesa di gerbang
sekolahan.
Sesa siap-siap pergi.
"Hei, tunggu dulu!" seru Reihan.
Sesa terhenti dan kembali berbalik arah menatap Reihan. “Ada apa
lagi? Gue keburu mau nyerahin ini sama Bu Tania.”
"Gue boleh enggak minta lima menit aja buat, ngomong lagi.
Please..."
“Oke. Inget! Hanya lima menit aja," ujar Sesa mengabulkan
pernmintaan Reihan setelah melirik jam tangannya. "Lo mau ngomong apa lagi
ke gue?
Reihan malah terdiam.
"Kok diam sih? Ayo ngomong, waktu lo tinggal satu setengah
menit aja."
“Ehmm, boleh enggak tahu nama lo. Siapa?"
“Hihiii...! Sesa malah cekikikan sendiri melihat tampang Reihan.
"lni sudah ada di bagian depan tugas yang lo buatin untuk gue."
"Mmm... Disana kan ada tiga nama. Terus yang mana nama lo?"
"Panggil aja gue Sesa. Sudah ya.?”
"Tunggu dulu kenapa." Reihan mengulurkan tangannya ke
arah Sesa yang masih menatap heran. Terasa sangat berat, namun. terus
dipaksakannya juga. Dia berpikir, inilah saatnya untuk memperkenalkan dirinya.
"Oh ya." Sesa menerima uluran tangan Reihan dengan pelan
sekali.
"Gue Reihan. Anak IPA 1. Dan kalau lo enggak keberatan, gue
pingin jadi teman lo.”
"Lima menit sudah habis. Jadi gue akan segera ke kelas."
"Sesa...! Lo mau kan nerima gue jadi teman lo?" tanya
Reihan membutuhkan satu kepastian yang bisa membuatnya tersenyum sepanjang
hari. Dan Sesa hanya membalasnya dengan mengangguk kecil. "Berarti sebagai
teman, gue boleh dong nganterin lo ke kelas?"
"Gue masih punya kaki yang bisa jalan sendiri. Lagian gue juga
bukan anak kecil lagi."
"Anggap aja ini sebagai wujud terimakasih gue ke lo karena
bisa jadi teman lo. Buat gue, saat ini adalah sebuah anugerah terindah dalam
hidup gue."
"Oh ya?" Sesa merasa tersanjung.
Reihan mengangguk.
Begitu jam istirahat tiba, Sesa langsung ngeloyor tanpa peduliin
teriakan Eca. Dia telah membujuk hatinya agar bersedia minta maaf pada Andika.
Yup, dia emang harus minta maaf setelah ngebiarin cowok itu membeku kedinginan
di bawah kucuran air hujan hanya karena menunggunya selama seharian penuh.
Makanya sepanjang jam pelajaran, yang ada di otak Sesa hanyalah bagaimana cara
menyakinkan Andika kalau dia tidak sengaja ngelakuin itu.
Dengan langkah agak tergesa-gesa, Sesa menuju ruang OSIS dimana
biasanya Andika ada. Sebenarnya, sejak baru nginjakkan kaki di sekolah pagi
tadi, dia berharap bisa bertemu atau setidaknya ngeliat cowok itu. Tapi
ternyata, tuh cowok sama sekali tidak kelihatan seperti biasanya yang terkadang
sengaja menyempatkan waktu untuk bikinin dia semakin jengkel. Dan saat seperti
itu, dia tanpa beban nunjukin muka juteknya pada Andika karena ngerasa kesal.
Tapi di ruang OSIS, Andika tidak juga kelihatan.
"Kemana si Andika itu?" gumam Sesa buru-buru pergi. Dia
bermaksud mencari ke tempat lain. Jangan-jangan Andika sakit lagi gara-gara kehujanan
kemarin itu. Duh, gue udah benar-benar ngelakuin perbuatan kriminal kalau emang
benar Andika mendekam di rumah sakit gara-gara persoalan kemarin.
"Sesa terus mencari, sampai akhirnya dia ngerasa capek
sendiri. Dia memutuskan untuk kembali ke kelas dan mendapati Eca yang langsung merengut
kusut.
"Lo itu kemana aja sih?" tanya Eca setelah berkesimpulan
kalau sohibnya itu tiba-tiba aja berubah menjadi orang paling sibuk di sekolah
itu. Saking sibuknya, dengan teganya Sesa ninggalin dia di ketas dan memilih
untuk mondar-mandir sendiri.
"Gue ke ruang OSIS,
kenapa...?" Sesa nampak,kelelahan.
"Nggak, nanya aja... Kayaknya lo itu sibuk banget deh sampai
nggak peduli teriakan gue,,' protes Eca teringat kembali sikap Sesa yang
ngacangin dia waktu istirahat tadi.
"Gue kan butuh mondar-mandir untuk ngurus band kita itu,
Eca." Satu jawaban yang cukup pinter",sekaligus sebagai kebohongan
kecil. Sesa sedapat mungkin menyembunyikan apa sebenamya terjadi di dalam
hatinya. Hatihya bergejolak ketika tidak menemukan juga Andika di sepanjang
siang itu.
"Oh ya...? Emang udah ada kata setuju dari pihak
sekolah?" tanya Eca ceria.
"Sudah. OSIS juga sudah mendukung. Tinggal kita nyiapin rencana
selanjutnya."
"Rencana..., seperti?"
Merekrut anak-anak yang berbakat. Inget iya,harus berbakat karena
nggak mungkin kita nerima anak-anak cewek yung megangin gitar aja nggak bisa.
Ini akan jadi memalukan nantinya."
"O-iya, soal anak-anak itu, tadi ada beberapa anak cewek yang
kesini dan ngasih gue ini." Eca nyerahin kertas berisi biodata sekaligus
lengkap dengan uraian bakat dan minat mereka. "Ngeliat itu, kayaknya akan
cukup sulit deh buat kita dapetin anak-anak yang punya bakat pas dengan keinginan
kita. Kebanyakan dari mereka lehih mahir megangin alat-alat bersolek dan
mentingin kelembutan kulit jari mereka. Selebihnya, mereka rata-rata berkuku tajam."
Sejenak. Sesa membaca biodata-biodata itu. Dia menarik napas
dalam-dalam seperti orang ketimba beban berat.
"Sebut aja si Leni… Dia jelasin dengan panjang lebar gimana
dia sering keluar masuk salon dan hampir aja kebobolan credit card karena tagihan
yang berlebihan sebab hobinya yang senang meremajakan kulit. Belum lagi si
Yuni, yang rela ngeborong peralatan berhias dari belahan dunia manapun. Pokoknya
mereka itu aneh-aneh aja orangnya"
“Hmm... kayaknya cocoknya kita ngadain fashion show atau semacam
kontes kecantikan dengan nyiapin catwalk separuh dari lapangan skul ini. Itu
aja dapat dipastikan bakalan nggak dapet nampungin anak-anak cewek disini yang
pada rebutan berlenggang lenggok dengan berbagai macam gaya plus beraneka jenis
kostum di tubuh rereka. Payah deh kalau kebanyakan cewek disini lebih memilih
pamer pakaian."
"So ..."
"Kontes kecantikan itu adalah sebuah ide gila karena belum
saatnya sekolah dirubah mnjadi dunianya para selebriti yang rata-rata sibuk ngadepin
masa puber mereka yang doyan disebut sebagai sosok pengagum cinta monyet. Jadi,
ngeband adalah tujuan pertama dan utama karena gue dan lo belum hafal betul
gimana caranya berhias yang benar.”
"Ya, gue dukung seratus
persen pikiran lo itu. Tapi itu tadi, kita akan ngalamin kesulitan
berat,Sesa..."
"Emang akan sulit. Tapi disanalah tantangannya buat
kita."
Sesaat Eca terdiam, Dia mikirin sesuatu yang menurutnya aneh. Sesa
nggak bersemangat seperti biasanya. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyiin
oleh sahibnya itu. "Sesa…"
"Hmmm..."
"seharusnya kan lo ngerasa bahagia banget karena keinginan
kita jadi anak band akan segera terwujud. Tapi tuh muka, kayaknya nggak
semangat banget deh hari ini. Nggak biasanya gitu, kenapa...?"
“Ehmmm, masak sih.. Lo aja
yang salah ngerasain kale."
"Bener deh, kayaknya ada sesuatu yang nggak lo ceritain ke
gue. Setidaknya dari pagi tadi sampai saat ini, lo nampak tidak tenang dan
kebanyakan diamnya saat ngikutin pelajaran, Ayo dong,ngomong ke gue...”
"Nggak tau deh."
"Kok ngomongnya cuma segitu doang. Plis dong Sesa."
Kali ini Sesa diam dengan muka berkerut kusut hanya sebentar,
karena selanjutnya malah terjadi sedikit kegaduhan oleh beberapa anak cewek
yang lain.
"Mana yang namanya Sesa, mana...?!" Tanya seseorang
sambil teriak-teriak. Rupanya mereka anak-anak senior yang bangga menjadi vocal
group sekolahan.
"Sesa... tuh mereka. siapa sih sehingga segitunya nyariin
lo?" Eca jadi gugup. "Mereka judes-judes amat deh."
"Biasa, anak-anak senior yang sok pamer kekuatan karena merasa
senior," komentar Sesa yang sepertinya ingin mengangkat tangan untuk nunjukin
dialah Sesa, anak cewek yang mereka cari. Namun dia nampak ragu-ragu untuk
ngelaksanain keinginannya itu.
"Sesa, Sesa...!!" teriakan lain terdengar lebih berisik
lagi dari anak-anak cewek lain yang begitu aja menyerbu kelas Sesa. Mereka
tidak memedulikan beberapa anak senior mereka yang berdiri galak dan super
judes.
"lya, ya, ada apa?" Sesa kelimpungan sendiri. Sepertinya
dia berubah jadi selibriti paling top diskul itu dalam waktu sekejap"
"Kita-kita mau daftar ikutan band sekolahan.”
"Baiklah, tapi harap tenang ya. Ngedaftarnya yang tertib dan
jangan sampai berisik. Jadi cewek-cewek cantik itu, jangan sampai pada saling
senggol dengan nggak jelas." Sesa tersenyum penuh kemenangan dan ngebiarin
anak-anak senior yang judes tadi segera memilih angkat kaki. Mereka secepatnya
menyingkir ninggalin ruang kelas Sesa dengan bibir manyun.
Lewat mata mereka sempat mengancam."Awas ya anak imut!"
"Sesa-… beneran lo
nggak apa-apa?” Tanya Eca mulai bawel tidak tenang liatin muka Sesa yang terus-terusan
nampak tidak bersemangat, Dia nganggep ada yang tidak beres pada diri sohibnya itu.
Dilihat dari ekspresi wajah Sesa, tergambar sangat jelas ada persoalan cukup
pelik bercokol diotak Sesa hingga nyebabin dia ikut-ikutan ngerasain apakah
gerangan itu. Dan cara jitu untuk mengungkap itu semua dengan tanpa
bosan-bosannya memberondong Sesa dengan pertanyaan, Begitulah Eca dalam
menghadapi kediaman Sesa.
Saat semua jam pelajaran udah berakhir, mereka ngelangkahin kaki di
koridor sekolah dan bermaksud ngeborong bakso di kantin sekolah sebelum
akhirnya memutuskan untuk pulang. Sesa ngerasa laper banget setelah berpikir
terlalu keras ditambah lagi rasa capek yang amat sangat karena beberapa kali
mondar-mandir nyariin Andika. Tetap aja cowok itu tidak bisa ditemukannya juga.
Sesa sempat kepikiran kalau-kalau cowok itu mendem dirumah sakit gara-gara dia.
Sesa benar-benar dibuat pusing dan bikinin dia lelah sampai berakibat pada mukanya
yang terus-terusan tidak bersemangat disepanjang hari itu.
"Kemarin itu Andika ke rumah gue," ujar Sesa pelan
setelah mengambil tempat duduk dengan tenang di kantin sekolahan. Emang saat
itu, kantin sekolah tampak tenang karena kebanyakan siswa sudah pada memilih
kabur setelah seharin penuh, ngadepin berbagai macam pelajaran.
“Oh right-right... Berarti satu langkah maju buat kalian berdua. selamat
ya," komentar Eca menanggapi dengan muka sangat cerah. Beda sekali dengan
Sesa masih belum nampakkin semangat empat limanya.
"Dia dateng dengan muka dingin seperti orang yang menyimpan
amarah ke gue. Gue tau dia benar-benar marah ke gue meski dia berusaha bilang
nggak apa-apa."
“Oh ya…? Kok tetap aja seperti itu sih?”
“Katanya dia nungguin gue seharian penuh setelah pulang skul. Emang
sih, kita berdua janjian pulang bareng kemarin itu, makanya dia nungguin gue
tanpa peduliin kalau kemarin itu hujan lebat. Dia terus aja nungguin gue. Dia
bilang, dia nyariin gue di seluruh areal sekolahan ini, dan tentu aja dianggak
bakalan ketemu gue karena gue udah diam tenang di rumah."
"Ohhh... nekad amet tuh cowok.”
"lya, sangat nekad dan cukup bodoh. Dan gue juga ngerasa tolol
banget kenapa sampai lupa janji itu. Apalagi setelah gue tau di bela-beliin ke
rumah nyamperin gue lagi. Gue tau dia ingin masitiin apakah gue udah nyampek
rumah dengan selamat. Yang gue nggak ngerti adalah dia nekad gitu manjatin pagar
rumah gue karena pak Satpam tidak ada untuk bukain dia gerbang. Mana waktu itu
hujan deras lagi."
Kali ini, Eca nggak sanggup ngasih komentar apa-apa lagi. Hanya
sepasang matanya yang membelalak lebar dengan mulut sedikit menganga tanpa
kata-kata. Dia sangat heran.
"Gue semakin ngerasa tolol setelah nggak bisa ngomong banyak untuk
yakinin dia kalau gue benar-benar lupa akan janji itu. Bahkan dia nggak ngasih kesempatan
ke gue untuk nunjukin rasa bersalah gue. Dia ngomong panjang lebar dan intinya
cukup bikinin diri gue benar-benar telah ngelakuin satu kesalahan besar sama
dia."
"Tapi lo kan nggak sengaja untuk lupain janji kalian. Jadi
menurut gue, itu bukanlah jadi persoalan sebenarnya."
"Gue udah bilang begitu ke dia, tapi dia malah tersenyum aneh
gitu ke gue. Dia seperti mengejek gue dengan senyumnya itu. Dan itu nunjukin
kalau dia sangat-sangat tidak percaya kalau gue bener-bener lupa. Lalu dia
pergi begitu aja setelah nyerahin draf usulan band sekolahan yang kita buat. Semuanya
bikinin gue serba salah gitu."
"Jadi itu yang bikinin lo nggak bisa ceria seperti biasanya. Itu
yang buat lo seperti orang kehilangan semangat."
Sesa mengangguk lemah. "semalaman guen gerasa nggak tenang
banget dengan ulah Andika itu. Gue pingin nelponin dia saat itu juga dan
bilangin kalau gue benar-benar salah. Gue pingin minta maaf ke dia. Tapi gue
nggak lakuin juga karena ngerasa lebih baik bilang langsung ke dia. Itulah
kenapa gue buru-buru ninggalin lo saat jam istirahat tadi untuk nyariin dia.
Tapi sayang aja, ternyata dia nggak ada. Dia sepertinya ngilang begitu aja. Dia
ngindarin gue dan dia sengaja ngelakuin itu ke gue agar rasa bersalah itu
samakin bikinin gue nggak tenang."
"Udahlah, Sesa... Jangan ngerasa seperti itu. Cepat lambat lo
pasti bakalan ketemu Andika lagi. Dia kan masih tercatat sebagai siswa di sini.
Jadi, mana mungkinlah dia ngilang begitu aja. Gue juga nggak bakalan tinggal
diam ngeliat lo kayak gini. Gue akan bantuin lo nyariin dia. Tapi plis banget
deh, cerialah jadi cewek cantik. Ayo bersemangat karena masih banyak yang perlu
kita lakuin untuk band kita.” Eca menangkap ada perubahan yang cukup berarti
pada diri sohibnya itu. Mudah-mudahan, itu sesuatu pertanda baik buat dunia
cinta dalam diri Sesa hingga dia nggak bakalan masang muka jutek lagi untuk
bilangin 'selamat datang cinta'.
"Yup. Tetap semangat tapi gue bolehkan nambah satu mangkok
bakso tennis sebelum kita cabut?"
"Hah?!"
Sesa dan Eca ninggalin kantin sekolah setelah beberapa kali
mendapat telepon sama dari sopir yang bertugas jemputin mereka. Bang Sanip
selaku orang yang bertugas ngantar jemput Sesa terlihat lagi bercanda sama Pak
Satpam. Di sana ada juga tukang jemputnya Eca. Mereka bertingkah sama, mengisap
rokok kuat-kuat dan mengepulkan asap bersama-sama setelah mendengar aba-aba
sampai hitungan tiga. Mereka betul-betul senasib sepenanggungan dan sepertinya
berkhayal menjadi orangkaya ketika itu. Tapi khayalan mereka jadi buyar oleh suara
Sesa.
"DORRR!" teriak Sesa pas di dekat kuping Bang Sanip.
"HUAAAA!!” Bang Sanip terjungkat dan hampir saja nendangin
hidungnya Pak Satpam yang lagi khusuk-khusuknya berkhayal. Dalam Khayalannya
itu, Pak Satpam sebentar lagi akan dinobatkan sebagai orang paling kaya
sedunia, tapi malah gagal totol setelah mendengar teriakan Bang Sanip.
Sesa cengengesan. Eca lebih cengengesan lagi sambil geleng-geleng
kepala. ratapin nasib ketiga orang yang kepingin sekali ikutin kuis millionare
agar cepat kaya.
"Sori Bang Sanip, telah bikinin Abang menunggu lama dan
terjatuh dari kursi empuknya Pak Satpam.
"Eh, Non Sesa, Non Eca." Ketiga orang aneh itu menyapa
dengan malu-malu.”
“Apa Bang Sanip pingin main-main dulu sama Pak Satpam dan sopirnya
Eca?"
"Nggak-nggak... Kita pulang aja. Ntar kena marah lagi sama
papa dan mamanya Non Sesa."
"Kalau begitu, ayo. kita pulang, " ajak Sesa.,,pak Satpam
kami permisi dulu ya."
"Baiklah Non Sesa, Non Eca… hati-hati di jalan."
"Oke deh."
Mereka menuju ketempat parkir.
"Hai, Sesa... Eca..." Reihan berdiri tidak jauh dari Sesa
dan Eca. Sepertinya cowok itu emang sengaja nungguin Sesa.
"Reihan... Lo belum cabut ceritanya.”
"Nungguin kalian berdua. Nggak pingin pulang bareng
lagi?"
"Kayaknya nggak deh. Tuh, orang-orang yang jemputin kita-kita
udah pada nggak sabaran menunggu. Sori ya, bikinin lo kecewa.”
"Nggak apa-apa kok. Bye...”
"Bye....!"
Baik Sesa maupun Eca sudah menuju mobil jemputan masing-masing.
Belum juga sampai mereka masuk ke mobil ketika ngeliat seseorang yang mereka
sangat kenal berjalan tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Sepertinya juga
menuju tempat parker itu. Andika, bersama Fera dan satu anak cewek lagi yang
Sesa nggak kenal.
Sesa tertegun.
"Hah, Andika...," gumamnya lirih. Dia berdiri seperti
patung aja. Dia masih tertegun saat Andika melihat ke arahnya dengan senyuman
yang terkesan mengejek, demikian juga, fera ikut-ikutan tersenyum saat melihat
kearahnya. Demikian juga, Fera ikut-ikutan tersenyum saat melihat ke arahnya.
Sebuah senyum kemenangan dan itu sangat menyebalkan.
"Sesa...," ucap Eca bermaksud memastikan keadaan Sesa
saat melihat sesuatu yang tentu saja cukup menyakitkan itu. Baru aja Sesa
bercerita panjang lebar gimana suasana hatinya yang amat ngerasa bersalah pada
Andika. Tapi, saat ini, cowok itu malah sepertinya enteng-enteng aja mamerin
diri bersama dua orang cewek cantik. Tak terlihat ekspresi wajah kaget ataupun
salah sedikit pun. Bener-bener satu pemandangan faritastis yang di pertotonkan
oleh Andika, sang 'Don Juan'.
Kalau gue tau akan begini kejadiannya, nggak bakalan gue
capek-cepek bersedih hati mikirin Andika yang sangat menyebalkan itu. Gue hamper
aja teriak-teriak sambil nangis waktu nyariin dia, eh, taktaunya dia malah
enak-enakan sama cewek seksi itu. Duh, bodohnya gue. Gue benar-benar tolol,
batin Sesa gerundel tanpa batas lagi. Dia buru-buru masuk ke mobil setelah
Andika tidak kelihatan lagi dimatanya. Gue emang bodoh, bodoh...! Teriak Sesa membatin.
Beberapa kali dia noyorin jidatnya pakek telunjuk sampe-sampe ngebentur jok
mobil.
Sore itu, dengan santainya Sesa ngelangkahin kaki di sebuah mal.
Dia sendirian saja setelah Eca tidak dapat turut serta dengan satu alasan klise
di telinga, nggak bisa ninggalin Dino, pacarnya. Akhirnya Sesa pergi sendiri setelah
dengerin ucapan memelas Eca yang minta pengertian sama dia. Bahkan, beberapa kali
Eca minta maaf karena nggak bisa nemenin sohibnya itu. Tidak hanya lewat kata
Eca ngucapin maaf itu pada Sesa. Dia juga harus ngirimi sepuluh jenis pesan
yang kata-katanya sama lewat handphone karena nggak begitus ehat bagi dirinya
untuk terus teriak--teriak sambil mandangin layar handphone-nya. Dan setelah sampai
pada pesan yang kesepuluh. Barulah Sesa membalas dan mengatakan tidak apa-apa
kalau dia sendiri pergi ke mal.
Sesa bela-belain ke mal sendiri karena ngerasa butuh suasana baru
dan ceria buat dirinya. Ini adalah sangat penting disaat dia menghadapi beberapa
persoalan pelik di hati dan tentu saja cukup berat di kepala. Apalagi beberapa
hari belakangan ini. Dia terlihat tidak begitu tenang ngadepin berbagai macam
persoalan di skulnya. Tentu aja karena ulah anak-anak yang menurutnya reseh dan
tidak bertanggung jawab. Dengan luangin waktu untuk sekedar jalan-jalan dipusat
perbelanjaan seperti mal, semuanya akan menjadi lebih baik lagi karena disana
banyak hal-hal yang menarik perhatian. Seperti, ulah-ulah tidak jelas dan cukup
menggelikan anak-anak cowok yang coba tebar pesona dan jual tampang standar
mereka di hadapan beraneka jenis cewek dengan muka yang penuh dengan polesan make
up. Tidak jarang Sesa melihat adegan majr-rmundur dari cowok-cowok itu disaat
mereka tidakcukup pede untuk ngelakuin usaha pedekate terhadap cewek incaran
mereka dan pada akhirnya nanti menjadi gebetan mereka setelah mendapat beberapa
jenis omelan dengan bibir manyun.
Juga tidak kalah menariknya untuk dinikmatin berbagai model fashion
terbaru yang tentu saja bikinin mata membelalak lebar saking indahnya. Dari
pakaian yang ngepas banget buat jalan di mal ataupun ke pesta seperti tube
dress, kamisol buat ngadepin first date, tentu saja terkesan kasual dan tidak
menjadi beban buat remaja yang emang tampil energik. Dan masih banyak peralatan
berhias buat anak cewek, dan bikinin mereka tampil anggun dan menawan di setiap
kesempatan.
Kelihatannya Sesa memerhatikan itu semua hanya sambil lalu saja.
Saat itu, dia nggak begitu tertarik dengan peralatan-peralatan make up sejenis
bedak, consealer, mascara, lip balm, lip gloss, eyeshadow, eye liner dan masih
banyak lagi yang ternyata dia nggak ngerti sepenuhnya. Waktu ngebacanya aja
bikin mata ribet banget. Sepasang matanya berkunang-kunang saat ngebacanya. Dia
emang suka berdandan, tapi dia lebih suka dandaninwajahnya dengan berbagai
peralatan kosmetika sampai bikinin tuh wajah terlihat aneh. Dia suka sekali
lakuin itu ketika dia mau bermain musik. Selain itu, dia berdandan sekedarnya aja.
Apalagi rasanya percaya dirinya yang tinggi sebagai cewek cantik. Jadi, nggak
perlu ribet-ribet dalam beririas. Dia kan udah cantik dari sononya. Tul nggak!
Sesa segera angkat kaki ninggalin toko fashion dan kosmetika yang
jaraknya memang berdekatan. Dia tidak berniat tolah-toleh lagi karena lelah
sudah mulai terasa. Tujuan utamanya ke mal waktu itu akan membeli beberapa
peralatan musik untuk mengganti alat-alat musik di studio mininya yang emang
lagi rusak. Dia perlu mempersiapkan segalanya untuk band sekolah yang baru aja
dibentuknya. Meski belum ada nama karena nama yang dulu terdengar sedikit sadis
di telinga. 'Jeruji band' terkesan sedikit mencekam bagi semua orang. Bahkan
Pak Khalid selaku kepala sekolah, tidak bisa tidak harus geleng-geleng kepala
setiap kali inget nama band itu.
Tinggal beberapa meter lagi Sesa akan sampai ke toko musik. Karena
tempatnya di lantai dua mal itu, dia butuh melewati escalator. Sesekali dia
terlihat celengak-celenguk untuk liatin beberapa pemandangan yang menurutnya menarik
untuk dilihat. Dia juga lakuin itu, karena nggak mau ngerasa terancam oleh ulah
anak-anak cowok kelewat batas saat berusaha pedekate. Dia kan gak mau ikut bergulingan
di escalator hanya karena ada beberapa,anak cowok terjatuh akibat ditendangin
anak cewek lain yang ngerasa tidak nyamun oleh ulah mereka yang bergerombol dan
mau gangguin si cewek.
Akhirnya Sesa sampai dengan selamat tanpa kehilangan satu kuku tajam
dijeraminya karena terpaksa harus nyakarin om-om gendut yang doyan banget sama anak ABG Dia berlanggang santai karena
pingin segera sampai di toko musik Tapi.
“O’oo…” Mulultnya moncong karena langkah-nya di hadang oleh beberapa
anak cewek dengan penampilan sama, ngejreng dan cukup seksi. Lengkap dengan
senyum aneh dan sulit untuk diartikan.
Sesa berusaha tetap tenang. “Sori ya, kalian halangin langkah gue.
Bisa kasih gue jalan nggak?” ucap Sesa
tidak begitu peduli akan keseksian cewek-cewek
itu. Buat apa lagi dipeduliin. Dia kan lebih cantik dari mereka.
"Nggak!" ujar
sarah seorang dari cewek-cewek itu. Mereka tidak bergeming sedikitpun.
Gue nggak nyangka aja, lo yang kelihatannya lugu dan imut gitu
masih sempat tebar pesona di tempat keramaian kayak gini. Rupanya lo belum puas
ngejual pesona di sekolah,”sahut salah seorang lagi dengan kata-kata mulai
menghujam di hati Sesa.
"Maksud lo apaan sih?!" sembur Sesa dengan mata cukup
tajam natapin orang yang ngomongin dia tadi. "Lagian siapa juga lo itu,
sampai ngerasa pede amat nyampurin urusan gue...?! Mikir dong sebelum ngomong.
Dan tuh pake otak lo itu. Jangan pake bokong lo!"
"Apa lo kata...? Coba deh lo bilang sekali lagi.”
"Jangan mikir pake bokong. Denger nggak!" Sesa segera
pergi dengan menerobos barisan cewek-cewek itu. Kata-katanya nggak
tanggung-tanggung lagi. Dia nyolot tanpa sensor lagi. Dia kepikiran ninggalin
tempat itu karena nggak pingin berpuluh-puluh pasang mata liatin adegan perang
mulut itu.Pasti deh akan sangat memalukan, apalagi ditempat umum seperti itu.
"Hei, tunggu anak reseh!"
Sesa berbalik arah. "Udah, kita nggak saling kenal Nenek Lampir.
Permisi!" ketus Sesa tanpa peduli lagi pada tampang tidak terima mereka
yang dibilangin Nenek Lampir.
"Ada apa Sesa...?" tanya seseorang terdengar jelas oleh
Sesa. Ternyata Reihan yang saat itu ada juga di toko musik. Reihan sempat
nengok keluar setelah mendengar ada suara orang ribut-ribut yang sepertinya
salah seorang diantara mereka Reihan kenal, Sesa.
"Hei... ehmm nggak tau deh. Kayaknya sih, mereka salah orang
untuk dijudesin. Dengan gitu aja mereka cuap-cuap sama gue. Anehkan...? gue bilang
aja mereka itu Nenek Lampir dengan muka super judes gitu ke gue. Habis kesel
banget sih ngadepin hal yang tak terduga kayak tadi."
"Mending dilupain aja hal-hal yang ngebetein kayak gitu, Oh
ya... lo pingin beli sesuatu di took ini?”
"Yup. Biasalah, buat alat-alat di studio mini gue"
"Kalau giiu. Yuk nyari bareng."
"Okey..."
"Sesa. . . "
"Hmmm."’
"Makasih ya, telah ngajakin gue ke rumah lo waktu itu. Gue
seneeeng banget. Sampai hari ini, detik ini, saat ngeliat lo ternyata ada di
disini dan kini kita bersama," kata Reihan mengusir kediaman mereka. Dia
ngerasa hatinya seperti berbunga-bunga karena ada Sesa bersamanya.
Sesa hanya diam setelah sejenak ngelirik Reihan. Kembali dia sibuk
nyari-nyari barang yang dibutuhinnya.
"Sungguh, gue seneng banget saat itu. Makanya gue mau nawarin
ke lo sesuatu sebagai wujud terimakasih gue."
“Apa?"
Gue pingin ngajakin lo jalan-jalan, Dan mungkin nanti kita bisa
istirahat buat ngelepas lelah di suatu tempat yang nyaman buat lo. Plis ya
Sesa, mau ya nerima ajakan gue Soalnya sepertinya gue bagia banget saat ini."
Sesa liatin jam tangannya.
Dia masih ada waktu tapi nggak lama kan?”
"Waktu nggak terlalu gue pikirin. Yang penting lo setuju dan
suka."
"Kita liat aja nanti."
"Tapi nggak ada yang bakalan cemburu kan?"
"Maksudnya…?"
"Mungkin seorang cowok. Karena menurut gue nggak mungkin banget
cewek secantik lo nggak punya pengawal, Yaa, semacam Pacarlah."
“Kalau iya emang kenapa?"
"Mmm… kenapa ya…” Reihan jadi salah tingkah sendiri dengan garuk-garukin kepalanya yang nggak gatal. Tapi lebih dari
itu, dia ngerasa ada sesuatu yang amat berat di hatinya. Kehilangan.”Ng...nggak
sih... artinya lo sudah punya cowok dong? Tapi entar dulu jangan lo jawab
sekarang. Ijinin gue selesaiin kata-kata gue dulu… Bukan kenapa sih. Gue nggak
mau aja ada nyang lemparin gue dengan benda-benda keras saat bareng lo nantinya."
"Udah pasti itu. Muka
Lo bakalan dibuat sampai nggak bisa dikenali lagi karena cowok gue ngerasanggak
terima liatin gue sebagai ceweknya jalan sama orang lain. Kedua pipi lo itu
akan dibuat memar dan membiru. Sementara
mulut Io itu akan berpindah tempat ke jidat saking sadisnya cowok gue."
"lhh, seram amet. Jadi bener lo udah punya cowok. Siapa? Anak
mana? Apa dia masih satu sekolah dengan kita? lalu kelas berapa...?"
"Yup. Lo koh niru-niru polisi ngintrogasi gue kayak gitu."
"Sori. Gue jadi kayak gini” Reihan siap-siap manggilin tim medis
untuk segera membawa dia ke rumah sakit akibat terkena serangan jantung mendadak
gara-gara cewek yang dipujanya sudah punya pacar.
"Emang bener lo kayak orang aneh gitu. Super aneh. Sama sekali
jadi tidak bersemangat. Gue hanya bercanda doang kok. Gue nggak punya cowok."
“YES."
“Kok lo kelihatannya bahagia banget dengerin gue nggak punya cowok.
Seharusnya kan, lo perihatin ngeliat nasib gue. Bukan malah bahagia diatas
penderitaan gue. Atau lo usaha kek, gimana caranya biar gue dapet cowok."
"Ayo kita pergi!" ajak Reihan narikin tangan Sesa yang
menatap heran kepadanya.
Jadilah mereka pergi ketempat yang lebih menarik lagi. Mereka ke
sebuah kafe yang suasana-nya sangat romantis.
"Gue suka sekali saat-saat seperti ini dimana ada lo bersama
gue, Sesa..."
"UHUK, hul, hlik... Lo ngomong apa barusan. Gue sampe keselek
dengerinnya."
"Gue terlalu terbuka ya, sampe bikin lo keselek. Tapi seperti
inilah gue ketika mengagumi sesuatu. Dan gue sangat mengagumi lo, Sesa. Dasar
emang gue orangnya nggak bisa nahan perasaan gitu deh. Gue akan cepat ngeluarin
apa yang gue rasakan dihati karena nggak mau aja karena menahannya muka gue
menjadi lahan subur untuk tumbuhnya jerawat segede biji kacang. Sori, kalau lo
nggak suka Sesa. . . "
"Bolehkan gue ngabisin ini dulu baru kita ngomong? Soalnya gue
ngerasa laper banget nih…”
"Oo silahkan... Gue akan menunggu sambil jagain lo."
"Thanks…”
Sesa kembali asik nikmatin
hidangan yang tersedia di meja. Baru kemudian mengangkat wajahdengan sebuah
senyum manis mengarah pada Reihan. Dia siap-siap untuk ngomong dengan cowok
itu, namun begitu aja mulutnya menganga saat melihat ada seseorang cowok yang
begitu entengnya melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum lebar. Andika
bersama Fera dan cukup bikin Sesa kehilangan kata-kata.
"Kenapa...?" tanya Reihan tampak heran ngeliat perubahan
wajah Sesa.
"Ng..nggak... Kayaknya sudah waktunya gue pulang."
Reihan jadi kaku.
Beberapa hari terakhir ini, Sesa dan Andika semakin dekat. mereka
sering kali bertemu dan setia ada kebersamaan itu, benih-benih cinta dihati
Sesa semakin tumbuh membesar. Dia merasa Andika pun bersikap sama kepadanya,
cukup suka dengan kebersamaan mereka.
Setiap kali Sesa membayangkan dirinya bersama Andika, setiap itu
pula senyum tipis menghias di bibirnya. Keindahan itu ada dalam renung hatinya.
Keindahan yang membuat dia lupa kalau saat itu dia masih berada di sekolah.
Bisa ajakan ada orang yang memperhatikan kelakuannya yang terkesan aneh itu.
Dia tidak pernah tahu kalau saat itu Raihan mulai mendekati tempatnya. Sampai
Reihan duduk di dekatnya, sesa pun masih tidak menyadari kehadiran cowok itu'
“Hai, Sesa.” Reihan memberanikan diri menyapa Sesa. Sejenak dia
sempat menyaksikan wajah Sesa yang sesungguhnya kalau lagi senang. Seperti anak
kecil tersenyum dengan ceria. Tainpa beban sedikitpun.
"Ohh.. Reihan?" ujar sesa baru menyadari kalau saat itu
dia tidak lagi sendiri di tempat itu. Sejenak dia melirik, kemudian menundukkan
wajahnya. Reihan pasti telah melihat tingkahnya yang senyum-senyum sendiri.
Jadi malu nih. Piker Sesa masih dengan wajah tertunduk.
"Kayaknya bahagia banget?" tanya Reihan tidak lagi
memandang wajah Sesa.
"Hmm." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Sesa
kemudian kembali terdiam. Dia suka kalau ada orang menemaninya. Karena dengan
begitu dia tidak perlu khawatir lagi terhadap orang yang berniat menggencetnya.
Terutama kakak kelasnya.
"Gue enggak ngeganggu kan?"
"Enggak."
"Oh ya, Ela dan Vina, pada kemana?”
"Kabur. Mereka punya acara sendiri-sendiri”
"Sama siapa?"
"Kedua teman lo itu. Masak io enggak tahu sih? Jangan lo
pura-pura enggak tahu."
"Gue bener-bener enggak tahu. Ngomongnya jangan seperti orang
curiga gitu dong."
"Gue hanya pingin lebih hati-hati. Bisa aja kan lo udah
rencanain ini semua agar bisa ketemuan dengan gue."
"Yee, geer banget jadi orang."
"mana gue tahu apa yang ada di hati lo?”
"Beneran deh. Gue kebetulan lewat dan ngeliat lo disini lagi
sendiri. Ya udah, gue samperin aja kesini. Tumben-tumben kok gue lewat dekat
lapangan basket ini," jelas Reihan. Sesa terdiam..,,Gue ngerti karena
tempat ini adalah tempat terakhir dan itu juga jalan terakhir. setelah beberapa
koridor sekolah yang lo lalui tidak juga menemukan gue. ya kan?”
"Enggak begitu kok. percaya deh.,, Reihan mencari cara untuk
menghilangkan salah tingkaHnya. "Lo suka basket?” Tanyanya mengalihkan perhatian
Sesa.. "Enggak begitu suka. Gue lebih suka ngeliat anak-anak yang bermain
basket.”
"Kenapa?”
"Disana ada orang yang gue sukai.”
"ohhh..”
Reihan merasakan dunianya berhenti berputar dengan seketika.
Matanya menatap orang-orang yang bermain basket dengan penuh kehampaan, Kosong.
"Siapa?"
“tuh. Anak yang lagi memegang bola.” Sesa menunjuk salah seorang
anak yang bermain basket dan kebetulan
memegang bola.
“Andika?” gumamnya lirih.
Sesa mengangguk pasti. “yup”
Reihan mulai merasa kehilangan dan tidak berdaya di dalam kamarnya.
Sebentar-sebentar mendekati meja belajar, namun kemudian malah menuju jendela kamarnya.
Terus begitu. Sepertinya ada sesuatu yang bercokol di benaknya dan masih belum
bisa ia mengerti. Tentu saja menjadi satu persoalan bagidirinya karena cukup
mampu membuatnya gelisah.
Kring... Kring... kring-
Sesa segera mengambil handphone-nya. Satu nama terlihat di layar
LCD-nya saat itu. Nama yang terus saja membuat Sesa merasa betah mematut wajahnya
di depan cermin. Dia selalu ingin tampil lebih cantik setiap paginya sebelum
berangkat kesekolah karena nama itu. Andika. yes!
"Halo, ini siapa ya?" tanya Sesa bodoh.
"Hei, ini Sesa kan? Gue Andika," jawab Andika dengan
Suara khasnya yang mampu membuat Sesa menahan rindu ingin mendengarnya kembali.
"Hai, Andika. Kok tahu nomor gue sih?” Sesa sedikit heran dan
mulai berubah menjadi seorang pelupa kalau sudah berbicara dengan Andika. Dia lupa
kalau pernah bertukar nomor handphone dengan Andika.
“Kita kan pernah bertukar nomor handphone saat pertama kali
ketemuan di mall dulu?”
"Oh ya? Sori gue jadi lupa kalau kita udah bertukar nomor
handphone waktu itu."
”Enggak mengapa. Tapi sekarang sudah ingat kan?"
"lya."
"lo lagi dimana sekarang?"
“Di rumah. Memangnya ada apa ya?"
“Kita bisa ketemuan enggak?"
Sesa tidak langsung menjawab. Malah dia berubah jadi beku setelah
mendengar omongan Andika yang mengajaknya bertemu. "Ke. . . ketemu? Sekarang?"
Sesa jadi tergagap.
"Bukan... Tapi entar malam."
“iHah, entar malam. Maksud lo, malam Minggu?"
"lyalah. Karena entar itu kan malam Minggu, bukan malam yang
lain. Kok Io jadi aneh gitu sih?"
"Mmm.., biasa aja lagi. Entar malam…" Se jadi bingung.
"Duh gimana ya?"
“Kenapa, Sesa? Enggak bisa ya kita ketemuan entar malam? Atau lo sudah
ada rencana yang lain?"
"Bukan, bukan begitu."
"Lalu...?"
"Gue enggak tahu sih, apa nyokap dan bokap ngasih ijin Ke gue.”
“Ooo, itu jadi soalnya. Memangnya sebelum ini lo enggak pernah
jalan-jalan?"
“Pernah sih, tapi kadang-kadang aja. Itupun sama teman cewek."
"lya, entar itu biar gue sekalian bantuin lo minta ijin ke bonyok
lo, gimana?"
"Enggak usah, makasih atas niat baik lo itu. Kayaknya gue
masih bisa kok lakuin itu."
"Jadi?"
"Pasti bisa.”
"Oke... berarti entar malem gue tinggal ngejemput lo aja.”
"Yaps."
"Kalau gitu sampai entar malam ya. Bye ..."
“Bye!”
Malamnya Andika datang juga ke rumah Sesa seperti janjinya untuk
mengajak Sesa date. D imalam Minggu itu semua terasa sangat beda dan terkesan
baru bagi Sesa. Date pertama untuknya bersama orang yang benar-benar dia suka
menyisakan sejuta rasa di hatinya.
Sesa ingin terlihat secantik mungkin di hadapan Andika, dan dia
telah berhasil melakukannya. Kecuali satu hal yang membuatnya masih terlihat gugup
saat berjalan disamping Andika. Sebelumnya dia jarang sekali memakai high heels
dan ini membuat kedua kakinya terasa sedikit nyeri. Ternyata latihan khusus
memakai high heels tadi, tidak memberi pengaruh apa-apa. Sesa tidak begitu leluasa
berjalan di samping Andika. Tapi yang jelas, Andika jadi terpana melihat penampilannya
malam itu.
"Silahkan,” ujar Andika ketika mereka sudah sampai di sebuah
kafe di kawasan Blok M. Dia menarik sebuah kursi untuk Sesa sebagai salah satu cara
menunjukkan perhatiannya di malam itu. “lni sengaja gue persiapin buat lo,
Sesa... Gue udah memesan tempat ini dari tadi pagi agar kita bisa menempatinya
malam ini." Andika memulai aksinya dengan berbicara selembut mungkin. *
Sesa mulai merasa tersanjung. Hatinya berbunga-bunga. Tak ada yang
bisa dilakukan saat itu selain menundukkan wajah sambil tersenyum malu-malu.
Benar-benar sesuatu yang baru bagi Sesa. Baginya saat itu seperti mimpi saja.
Sebuah tempat yang cukup romantis. Ada cahaya lampu yang lembut menyinari
mereka. Ada nyanyian cinta terdengar mengalun. Ditambah lagi, ada mawar merah
di atas meja. Benar-benar sangat romantis.
"Makasih ya. Gue enggak nyangka semua ini. Apalagi itu tadi, lo bilang kalau ini buat
gue.” Ucap Sesa dengan malu-malu.
"ini sama sekali tidak berarti apa-apa bila di bandingkan
dengan kesediaan lo nemenin gue disini, malam ini. Gue anggap saat ini berarti sekali
buat gue kalena lo ada bersama gue, Sesa.” Andika menatap lekat-lekat wajah
Sesa yang masih belum bisa menenangkan perasaannya. Sesa merasa semuanya jadi
terbang melayang.
Kali ini Sesa memilih diam. Karena dengan diam dia bisa meresapi setiap kata-kata yang keluar
dari mulut Andika. Terasa ada kesejukan di hatinya.
"Gue sangat menyukai kebersamaan kita selama ini. Juga
hari-hari kita yang telah pergi. Banyak cerita yang telah terjadi. Tentang lo,
gue... dan tentang kita. Gue suka semuanya dan berharap hari-hari yang akan datang
juga seperti itu. Mengukir cerita-cerita itu dimana gue dan lo ada di dalamnya."Andika
terus menjejali telinga Sesa dengan kata-kata manis dan cukup menghayutkan.
Sesa semakin leleh dan merasa lidahnya jadi beku sehingga tidak
bisa ngomong apa-apa lagi selain mendengarkan Andika melancarkan rayuan mautnya.
"Gue suka sama senyuman lo karena itulah yang pertama kali gue
liat setiap kali kita ketemu. Gue senang ngeliat lo menunggu gue dengan sabar saat
latihan basket. Lo terus saja bertepuk tangan memberikan semangat buat gue.
Apalagi ngeliat lo goyang-goyangkan kepala dengerin gue nyanyi saat latihan
band sama anak-anak. Lo itu terlihat lucu, tapi dengan begitu rasa suka gue
semakin bertambah tiap kali ngeliat lo ikutan bernyayi dengan gue. ”Andika
semakin mendekat dengan mencondongkan badannya ke depan dan meletakkan
keduatangannya di atas meja. Dengan sangat hati-hati tangan kanannya bergerak
mendekati tangan kiri Sesa. Terlihat sangat lambat tapi pasti, sampai dia dapat
menggenggam tangan Sesa.
Merasa ada sesuatu yang terasa hangat ditangannya, Sesa jadi kaget
dan mulai menyadari diri kalau saat itu dia masih menginjakkan kedua kakinya di
lantai kafe. "Gue juga suka dengan semua itu. Gue suka melakukannya."
"Begitukah?"
"lya. Sungguh kok," jawab Sesa dengan membiarkan dua jari
tangannya berdiri sama tinggi untuk menunjukkan kesungguhannya itu.
"Gue termasuk orang beruntung bisa deket dengan lo."
Andika mulai mengangkat tangan kiri sesa dan membawanya semakin dekat ke arahnya.
Jadi, mulai detik ini dan waktu-waktu yang akan datang, bisakah kita semakin
dekat Sesa?"
“Sedekat apa?" tanya Sesa kembali tidak bisa mengontrol
perasaan nya Apalagi Andika terus saja memandangnya saat itu.
Andika tidak memberi jawaban
apa-apa. Hanya saja tangannya semakin dekat membawa tangan Sesa ke mulutnya.
Sesa memejamkan mata.
“Kita dansa yuk," ujar Andika menarik tangan Sesa. Dia
tersenyum kecil melihat Sesa yang memejamkan mata Nampak sangat lucu.
"Hohhh," Sesa membuka mata. "Hah, dansa? Tapi..."
Sesa menjadi ragu dan. Menundukkan wajahnyau memperhatikan sepasang kakinya
lengkap dengan high heels.
"Kenapa, Sesa?" tanya Andika karena Sesa terdiam."
“G...gue... Enggak kenapa-kenapa," jawab Sesa jadi tergagap.
“jadi, lo enggak keberatan dong gue ajakin dansa?"
"Enggak. Siapa takut, Tapi pelan-pelan aja ya."
"Tenang aja. Gue enggak bakalan biarin Io sampai terjatuh.
Lagunya juga slow gitu. Jadi enggak mungkin gue bertindak berutal dengan
narikin lo kesana kemari dengan enggak jelas."
"Ah, lo bisa aja bikin gue malu."
Mereka ketempat dance floor yang saat itu sudah dipenuhi beberapa
pasang remaja seusia mereka. Sinar lampu terasa lembut, ditambah alunan musik
yang terdengar lambat, membuat tempat itu jadi sangat romantis. Sebuah tembang
cinta mengalun mengiringi gerakan-gerakan mereka yang seirama.
"Sesa..," Andika tidak pernah lepas sedikit pun memandangi
Sesa dalam jarak yang sangat dekat itu. Dia berusaha menuntun Sesa untuk terus bergerak
mengikuti irama lagu.
Sesa semakin hanyut dengan perasaannya saat itu. Suara Andika sama
sekali tidak terdengar olehnya. Sesa masih diam.
"Sesa... hei. Lo kenapa? Kok jadi diam gitu?" tanya
Andika lebih keras lagi di dekat telinga Sesa.
"I... iya. Apa?" Sesa masih belum bisa tenang berbicara
dengan Andika. Lebih-lebih dengan jarak yang tidak begitu menguntungkan buatnya
menyembunyikan wajah dari sepasang mata tajam Andika.
Andika tidak menjawab pertanyaan Sesa karena tidak begitu penting.
"Gue pingin ngomongin sesuatu ke lo, Sesa..." Andika membutuhkan beberapa
detik untuk melihat perubahan di wajah Sesa, baru kemudian meneruskan
bicaranya,"Malam ini lo terlihat lain sekali di hadapan gue."
"Lain...? Maksudnya?"
"lya. Lain sekali... Lo itu cantik sekali malam ini. Dan
sebenamya dari tadi gue pingin ngomong itu ke lo. Tapi gue pikir ada saatnya untuk
bilangin itu. Dan sekaranglah saat yang tepat buat gue berkata jujur ke lo,
kalau Io benar-benar terlihat cantik malam ini. Apalagi ditambah dengan high
heels yang lo pakai."
"Hmm." Hanya gumaman ini yang mampu keluar dari mulut Sesa,
kemudian dia seperti membeku. Dia tersanjung.
"seperti yang gue bilang, Sesa.. .gue suka sekali kebersamaan kita
selama ini. Gue pingin...gue pingin terus melewatinya dengan lebih utuh lagi.
Dan untuk itu, gue pingin bilang ke lo, Sesa...saat ini, detik ini, ditempat
ini. Sesa. .., gue suka sama lo. Gue saying sama lo, Sesa."
"Hah?" Sesa masih tetap belum mampu berbicara kecuali mengeluarkan
satu desahan kecil sebagai ungkapan ketidak percayaannya
."Gue juga sayang sama lo, Andika," lirih Sesa dengan menyembunyikan
wajahnya di dada Andika. Inilah satu-satunya cara untuk menghindar saat itu. Dia
belum siap untuk mendapat first kiss-nya.
Kemudian saat mereka pulang, ada sepasang mata yang menatap luruh
melihat kemesraan mereka. Sepasang mata yang menaruh harap pada cinta Sesa. Reihan!
Ada di tempat itu. Merasa kehilangan Sesa
saat ada Andika bersamanya.
Kebahagiaan Sesa di malam Minggu itu masih terasa. Wajahnya sangat
ceria saat melangkah dikoridor sekolah. Dia ingin sekali bertemu dengan EIa dan
Vina. Tinggal melewati ruang kepala sekolah baru kemudian Sesa akan sampai ke
kelasnya, tapi dari kejauhan dia malah melihat beberapa orang bergerombol.
Sepertinya sengaja menghadang jalannya. Ela, Vina, Reihan dan kedua temannya sudah
ada menunggu-nya. Tidak ketinggalan juga Pak Joko membawa pentungan di tangan.
"Hai semua!" seru Sesa saat semakin mendekat pada
gerombolan kecil teman-temannya lengkap dengan petugas keamanan bersama mereka.
"lni ada apaan sih? Pake acara berge-rombol segala?"
"Enggak ada apa-apa. Pingin aja kayak gini nungguin lo. Yah,
seperti ini ngumpul-ngumpul. Dan lo dengan teganya datang baru jam segini Kayaknya
lo itu makin sibuk aja ya, sampai enggak sempat lagi ngumpul-ngumpul bareng
kita?"
“lhh, siapa lagi yang sibuk. Hari ini aja gue pingin sekali segera ketemuan
dengan kalian semua. Eh, tak taunya
kalian malah nunggin gue. Jadi deh gue enggak perlu repot-repot nyariin kalian
satu-satu dengan bantuan Pak Joko."
"Oh ya? Memang ada apaan sih sampai lo tidak ngerasa capek
dengan acara senyum-senyum sendiri lo itu? Kayak orang kurang waras aja."
tukas Vina sengit karena merasa kebahagiaannya saat itu mulai tersaingi oleh
senyuman-senyuman Sesa.
"Tahu enggak. Gue sangat bahagia hari ini." ujar Sesa
terus memamerkan senyumannya membuat Reihan menatap tanpa kedip dan lipri di mulut
Pak Joko jadi lepas karena mulutnya menganga takjub.
"Jelas enggak taulah. Lo juga belum ngasih tahu ke kita semua
apa yang bikin lo bahagia banget," gerutu Ela dengan wajah terlihat tak
acuh.
"Ternyata hayalan gue selama ini jadi kenyataan. Gue sama
sekali enggak pernah nyangka akan menjadi salah seorang cewek yang paling beruntung
di skul kita. Jadinya gue senaaang banget."
"Emangnya lo itu suka hayalin apaan sih selama ini,
Sesa?"
"Mmm... Pingin diajak date sama seorang cowok cakep."
"terus lo sudah ngedapetin apa yang lo inginkan itu,
Sesa."
"Ya, iyalah."
"tadi malam?"
"Bukan. Tapi malam Minggu. Dan itulah malam terindah sepanjang
hidup gue. Duh, berjuta rasanya." Sesa merasakan separuh angannya mulai melayang-layang
ke langit biru.
"Jadi lo dengan teganya tidak mengaktifkan handphone lo itu
hanya gara-gara diajakin jalan sama cowok, gitu?!" sergah Ela memadang
tampang sebelnya.
"Gue kan enggak mau diganggu. Lagian itu juga mimpi yang
selama ini gue tunggu-tunggu untuk jadi kenyataan. Dan kini udah jadi
kenyataan. Bahagia banget." Sesa merasakan seperti main kejar-kejaran dengan
sang khayalan di taman penuh bunga.
“Siapa orang yang ngajakin lo date itu? Kita semua kenal enggak
sih?" tanya Vina setelah tidak menemukan satu orang cowok pun yang cocok
untuk ngajakin Sesa date dalam benaknya.
"Andika," jawab Sesa tegas dan membuat semua orang yang
sempat mendengarnya menatap tidak percaya.
"Hah!! Andika!" Semua orang jadi kaget tidak percaya
kalau akhirnya Andika mau mengajak Sesa kencan.
"Ternyata lo benar, Rei... Sesa jalan sama Andika dimalam
Minggu. Tabahkan hati lo temen," gumam Geo sangat kecil sampai tidak bisa kedengaran
oleh Sesa. Dan mungkin saja Sesa tidak akan pernah peduli dengan omongan itu
karena dia terlihat senyum-senyum sendiri seperti kembali membayangkan
kejadian-kejadian indah di malam Minggu.
"Jadi lo itu serius dengin cinta di hati lo itu pada Andika,
Sesa?"
"lyalah" Gue serius banget. Gue kan berkali-kali bilang
sama kalian kalau gue suka sekali sama dia. Dan ada lagi yang lebih heboh dari
itu semua."
"Apaan?"
"Dia ngajakin gue ke kafe yang suasana romantis banget."
"Hah? Kafe?!" Mulut Ela dan Vina sama-sama menganga
lebar. Sementara Geo dan Jay siap-siap menjaga kemungkinan yang akan terjadi
pada Relhan.
"Andika ngajakin gue dansa," ujar Sesa bersemangat
memamerkan deretan giginya dengan tertawa riang.
"Hah?! Dansa?!" mulut Ela dan Vina semakin lebar terbuka
dengan mata sama-sama melotot. Dan Reihan mulai shock dengan mulut tertutup
rapat tidak kerasa mengeluarkan kata-kata. Malah mukanya kelihatan pucat. tidak
bersemangat.
“'Dan yang paling heboh lagi dari semua itu adalah..."
"Memang ada lagi yang lebih heboh, Sesa?"
“Masih ada. Kalian dengerin ya baik-baik Pasang tuh telinga bagus-bagus
dan buka lebar-lebar."
"Cepet bilangin. kenapa sih!" Ela memastikan kalau
telinganya sudah terbuka lebar-tebar Karena tidak cukup dengan hanya merasa
aja, dia pun memegang telinganya dengan bergantian.
"lya, iya. Bilangin dong. Cepaaat!" sergah Vina lebih mendekatkan
wajahnya ke arah Sesa."
“Dia nembakin gue."
BRUAK!!
Reihan jatuh terduduk dengan wajah penuh penderitaan. Sementara
Sesa, Ela dan Vina bermaksud menuju kelas mereka. Tapi ada sesuatu yang menarik
dan menghentikan langkah Vina.
"Eh, eh, bentar deh. Tuh liat cowok yang ada di dekat ruang
LAB.." Vina menujuk seseorang yang dia kenal betul, sedang berjalan di
koridor depan LAB sekolah.
"Siapa? Mana?" tanya Sesa dan Ela melihat ketempat yang
dimaksudkan oleh Vina.
"ltu yang lagi berjalan sambil bergandengan tangan. Norak kali
ya tuh cowok," ujar Vina masih terus main tunjuk jari menunjuk dengan jari
telunjuk. Ya,iyalah, masak Pake jempol kaki.
"ltu kan cinta lo, Sesa. Andika," kata Ela sambil menatap
dengan seksama Sepasang matanya terbelalak.
"Ahh, yang benar aja? Lo itu salah liat kali, EIa." Sesa
tidak mau mempercayai ucapan Ela dengan begitu saja.
"Liat aja sendiri dengan jelas."
Sesa membuka matanya lebar-lebar agar bisa menatap pada orang yang
dimaksud oleh kedua temannya. Barulah terlihat jelas olehnya siapa cowok itu.
Benar-benar Andika. Dia terlihat mesra dengan seorang cewek yang tidak dia
kenal. Mereka berpegangan tangan membuat Sesa jadi bergetar tidak menentu.
”Ohhh,". desahnya lalu terduduk kehilangan tenaga. Dia merasa
telah dibohongi oleh Andika. Ini benar-benar sakit buatnya. Lalu apa maksud
semua ucapan Andika di malam Minggu itu. Apa arti kata yang Andika kepadanya.
Sesa tidak tahu. Sesa merasa sedih."
“kenapa, Sesa?" tanya Ela melihat perubahan Sesa yang begitu
drastis.
"Dia emang Andika. Dia telah bohongin gue. Hati gue jadi sakit
sekali karena telah dikhianatin. Gue pingin nangis. Gue pingin nangis nih. Hik
hikhik...Huaaaa..." Sesa mulai menangis.
"Sesa... jangan nangis gitu dong. Lagian belum tentu Andika
seperti yang lo kira. Lo kan bilang sendiri kalau dia udah berubah. Kali aja
mereka hanya teman biasa dan pingin deket-deket untuk yang terakhir kalinya
baru kemudian Andika datengin lo sambil membawa segenap cintanya buat Io. Udah
jangan bersedih ya," hibur Vina kembali berusaha menyadarkan Sesa. Apalagi
saat itu mereka ada di sekolah.
Sesa terus menangis.
"lhh, cara nangis lo itu norak banget tahu enggak. Enggak
cewek banget. Buat apa lagi pake nangis-nangis segala. Bisa ajakan apa yang dikatakan
Vina itu benar. Saat ini Andika itu pingin ngucapin salam perpisahan sama semua
cewek yang pernah deket sama dia, kemudian setelah itu, dia bakal nemenin lo
dengan sepenuh hati. Ngerti enggak sih!”
Sesa mulai menghentikan tangisnya. Dia diam mulai memikirkan ucapan
kedua temannya.
"Sekarang Lusi." Reihan tiba-tiba saja muncul kembali
entah dibawa oleh angin topan dari mana.
"Reihan!”Ela dan Vina jadi kaget dengan kemunculan Reihan di tempat mereka.
Tadi pagi-pagi sekali dia bersama Fera."
“Hik hil, hik...,” Sesa terdengar menagis lagi oleh ulah Reihan
yang tidak mengerti apa sebenar-nya yang terjadi saat itu.
"Sttt... diam kenapa sih!” sergah Ela dengan mata memandang
tajam.
"Kemarin bersama Vivi.”
Reihan terus saja, mengabsen orang-orang yang pernah bersama Andika.
Tangisan Sesa semakin besar.
Bisa diam enggak sih!" sentak Vina.
"Kemarinnya lagi bersama sesi,” tambah Reihan lagi.
"Pergiii...!!!” jerit Vina sambil berusaha melepas sepatunya
yang akan dilemparkan ke arah Reihan yang
saat itu sudah pergi.
Andika cukup pandai membuat seribu satu macam alasan di hadapan
setiap cewek yang pernah dekat dengannya dia terlalupandai bermain kata-kata
sehingga bisa terdengar menyakinkan di telinga. Manis dan romantic. Dan sesa
sendiri tidak pernah tahu kalau kata-kata manis Andika itu hanyalah kebohongan
belaka.
"Sesa... Sebenarnya gue pingin terus kayak gini. Berdua dengan
Io menghabiskan waktunemenin lo. Kita saling bicara, saling mendengarkan dan
bertukar cerita. Tapi, terkadang ketika gue brrharap seperti itu, ada aja yang
menjadi penghalang buat gue nemuin lo… lya, nyokap mau dianterin shopping lah,
bantuin bokap lah hingga bikin rencana gue gagal total. Lo tahu enggak kadang gue
jadi sebel sendiri. Apalagi saat gue udah mau jalan untuk jemputin lo, eh…
malah dihentikan sama nyokap Sebel kan?" Andika bohong Semua kata-katanya
tidak dapat dipercaya.
Sesa mengarahkan pandangannya ke taman sekolah. "Gue juga
ngerasain seperti lo' Andika…. Gue jadi sebel saat tahu lo enggak bisa nemuin gue
dan itu sudah beberapa kali terulang membuat gue terus aja menunggu."
“Gue udah mencoba mencari lo tapi malah enggak bisa jumpai lo.
Jangankan untuk berjumpa, ngeliat aja enggak.” Lagi-lagi Andika. Menambah
kebohongannya di hadapan sesa dengan satu kebohongan lainnya.
terkesan ada kejanggalan dalam ucapan Andika membuat Sesa sedikit
membutuhkan waktu untuk berpikir.”Lo kan bisa nelponin gue,'' tandas Sesa
terdengar lirih.
''Gue juga lakuin itu, nelponin Io, tapi beberapa kali enggak
pernah lo angkat," jelas Andika dengan kebohongan lain lagi. Dia menganggap
sesa terlalu lugu untuk memahami kata-katanya dan menurutnya tidak akan pernah
mengerti sepenuhnya tentang apa sebenarnya yang terjadi.
“ Oh ya?” Sesa benar-benar
heran mendengar ucapan Andika yang terkesan cukup bodoh di telinganya.
"seingat gue lo itu nelponin gue saat ngasih tau kalau kita enggak bisa
ketemuan lengkap dengan sederetan alasan yang membuat gue percaya ke lo.
Selebihnya, enggak pernah tuh. Handphone gue juga enggak pernah mati. Jadi mana
mungkin gue enggak nerima telpon lo kalau
emang lo benar nelponin gue."
"Sori, gue enggak ingat, Sesa…," ujar Andika terlihat
seperti orang tolol saja saat itu. Dia baru
sadar kalau Sesa itu tidak selugu yang dia kira.
"Oke, kalau benar lo enggak ingat. Tapi tolong jelasin ke gue
ada apa sih lo dengan beberapa anak cewek di skul kita? Dan perlu gue bilangin,
kalau inilah pertanyaan yang beberapa hari ini gue pikirin dan bikinin gue nggak
bisa napas senormal biasanYa.”
"Menurut lo?" tanya Andika menatap Sesa. Cukup lembut dan
memberikan kesejukan.
Kali ini Sesa memilih membuang muka ke arah lain". Gue sempat
liat lo begitu dekat dengan si Lusi misalnya Gue pernah liat lo mesra banget
dengan dia dan itu yang sempat bikin hati gue jadi sakit. Gue jadi bertanya-tanya…
apa benar sih, lo saying gue sebagaimana pengakuan lo ke gue?"
“ Iya benarlah. Gue sayang banget sama lo kenapa gue bersama lo
sekarang ini, itu pun karena rasa sayang itu juga. Gue udah mengatakan itu ke lo
dan belum pernah mengatakannya kepada orang-orang yang ada diPikiran lo itu."
"Lalu mereka?"
"Hanya temen aja kok. Percaya deh." Andika terus berusaha
menyakinkan Sesa.''sebelum lo hadir di kehidupan gue, mereka sudah duluan ada
dan kita temenan. Itu aja kok."
“Dan semua temen cewek lo perlakukan sampai semesra gitu?"
"lo cemburu?"
"Terserah apa namanya. Yang jelas lo udah bilang sayang ke gue
dan lo juga tahu kalau gue juga sayang sama lo. karena itu gue ngerasa sakit
ngeliat itu semua. Apa gue salah, Andika?”
Andika terdiam beberapa saat. Dia tahu Sesa cemburu. Dan hal seperti
itu sudah sering kali terjadi sepanjang hidupnya menginjakkan kaki di bangku
SMU. Karena itu dia pasti tahu bagaimana cara mengatasinya. "Oke..., gue
janji tidak akan seperti itu lagi. Gue tidak ingin lo merasa tersakiti oleh
hal-hal kayak gitu. Gue menyukai lo, Sesa… Untuk itu, gue harus bisa membuat
hati Io senang, bukan malah sebaliknya, jadi tersakiti. Maafin gue ya,"
ujar Andika lirih dengan menggenggam tangan Sesa. Suaranya terdengar cukup
memelas dan merasa sangat bersalah.
Hati Sesa jadi luruh juga mendengar permintaan maaf Andika.
"Gue enggak terlalu berlebihan kan kalau gue pingin lo
nganggap gue ada di hati lo, dalam kehidupan lo. Gue pingin diperlakukan
sebagai seorang pacar. Gue senang lo ada nemenin gue, karena saat itu gue bisa
bercerita, curhat atau diam sekalipun untuk dengerin Io berbicara. Dengan begitu
gue bisa rasain cinta itu lebih nyata dan membuat gue bisa tersenyum."
Lagi-lagi Andika terdiam.
"Enggak. Lo berhak untuk merasakan kalau cinta itu memang satu
anugerah yang indah dan bisa membuat kita bahagia saat merasakannya. Jadi jangan
lagi beranggapan kalau lo tidak pernah ada di hati gue. Lo itu selalu ada sejak
pertemuan kita pertama kali. Selalu...," ucap Andika mengandung penuh
harapan bagi Sesa.
"Benarkah...? Benarkah gue sudah ada di hati lo sebagaimana
yang Io ucapkan barusan?"
"lya," jawab Andika singkat diikuti satu senyum kecil yang
lebih mirip dengan sebuah ejekan.
"Makasih. Gue senang mendengarnya," lirih Sesa seperti
mendengar satu nyanyian cinta mengalun dalam hatinya.
***
Sementara itu, Reihan, Geo dan Jay sepertinya tengah terlibat dalam
pembicaraan cukup seru. Sebuah diskusi untuk membicarakan sesuatu yang amat
rahasia sehingga memilih pos keamanan sebagai tempat teraman untuk melangsungkannya.
mereka membicarakan soal cinta dan harus saling bahu-membahu dalam
memperjuangkan cinta yang sudah terlihat oleh mata. Cintanya Reihan pada Sesa.
Mereka sama-sama tahu kalau Reihan sendiri mencintai Sesa walaupun
masih sebatas rasa yang terpendam. Belum sempat terucapkan karena Reihan masih
perlu menunggu saat yang tepat untuk mengatakannya. Lebih-lebih saat itu Sesa
sudah menyerahkan hatinya pada Andika tanpa mengetahui kalau dia hanya dijadikan
sebagai persinggahan belaka.
"sekarang,'gue sudah tidak bisa bersabar lagi. Gue harus
memberi pelajaran pada cowok super reseh kayak Andika itu. Dulu-dulu, gue masih
bisa meneriama kekalahan gue setelah Fera. lebih memilih mengejar Andika itu,
tapi sekarang ini gue harus mampu meraih cinta gue.Gue harus membebaskan Sesa dari permainan Andika itu,"
ujar Reihan memukul-kan tinjunYa ke tembok.
"Tenang man… Lo jangan sampai meroboh-kan posnya Pak Joko
karena kemarahan lo yang salahsasaran itu. Yang kita butuhkan adalah Andika bukan
tembok. Kita kan enggak mau masuk UGD gara-gara rame-rame mukulin tembok,"
tukas Jay menepuk-nepuk bahu Reihan dengan sebelah tangannya.
"Habis gue udah muak ngeliat tingkah Andika itu. Dia bilang
dia cinta sama Sesa, tapi dia sudah beberapa kali ngebatalin janji untuk ketemuan
dengan Sesa karena memilih kencan sama cewek-cewek lain. Hati gue sakit ngeliat
Sesa yang gue puja dipermainkan sedemikian rupa oleh dia,"'geram Reihan
menjadikan lantai sebagai sasaran tinjunya.
"Jadi sekarang, apa yang menjadi keputusan lo, Rei?"
tanya jay ingin memastikan satu tindakan tepat yang bisa diiakukan dalam
kondisi seperti itu.
“ iya menghajar Andika lah," tandas Reihan sengit.
“Sendirian?" Geo mengangkat jarinya dan berharap Reihan tidak sampai
kepikiran mengajak para hansip yang ada di komplekkan rumahnya.
“Gue enggak takut sendirian. Dan kalian berdua akan gue kirim ke
rumah sakit jiwa agar enggak bisa ngeliat gue dikeroyok rame-rame oleh gengnya
Andika. Kalian itu enggak setia kawan banget sih orangya?” gerutu Reihan
menanggapi omongan Geo.
"Bukan begitu kawan. Tadi itu hanya kok. Tapi apa enggak ada
cara lain yang lebih aman daripada main tonjok-tonjokan?” Tanya Geo mencari
aman.
"Maksud lo, Ko?” Reihan malah bertanya balik ke Geo karena
tidak sepenuhnya mengerti apa maksud perkataan Geo.
"lya semisal melakukin pembicaraan dengan Andika itu. Dari
hati ke hati dan dengan kepala dingin. Kayak orang berdiplomasi gitu? kalau ini
bisa lo lakuin, kita semua kan enggak usah rame-rame masuk rumah sakit keadaan
muka berantakan. Dijamin aman dan lebih ekonomis,” jelas Geo dengan sejelas-jelasnya.
"lhh, obat generik kali
yee, aman dan ekonomis.Promosi nih." Celetuk Jay meniru gaya hidup seorang
banci ditengah suasana yang masih kelihatan cukup menegangkan itu.
"Gue pingin lakuin omongan lo itu, Do... memilih berdamai
dengan Andika, tapi kita akan pernah lakuin itu berkali-kali dan Andika enggak pernah
peduli dengan kita. Dia malah ngetawain kita dari belakang dan
menjelek-jelekkan kita di depan cewek-cewek yang pernah dekat dengan kita. kaliankan
masih ingat itu semua?” tandas Reihan kembali teringat beberapa kejadian di
masa lalu dimana Andika menjadi biang keringat dalam kamus kehidupannya.
"Yaps. Memang sangat memuakkan dan memaksa kita ingin sekali
menghajarnya berulang kali. sampai hidungnya jadi pesek dan hancur.” Jay angkat
bicara ikut-ikutan ingat beberapa kejadian di masa lalu.
"Gue enggak akan semarah gini kalau dia memang benar-benar
nyintai Sesa sebagaimana ucapan mulut manisnya itu. Gue akan terima kekalahan
ini, karena gue tahu Sesa juga suka sama dia. Gue liat Sesa cukup senang bersama
dia. Tapi nyatanya dia enggak pernah serius dengan Sesa... Sebenarnya inilah
yang gue enggak bisa terima dan jadi bikinin gue emosi kayak gini.” Reihan
menjadi orang yang paling tidak tenang saat itu.
"Yang gue pikirin
sekarang, Rei... apa Sesa akan suka dengan tindakan lo itu? apa lo nggak ngerasa
khawatir kalau dia nantinya malah jidi benciin lo?" Geo berusaha memberi pengertian
baru pada Reihan. Dia masih tidak rela kalau karena emosi sesaat akan membuat
semuanya tambah kacau.
Kini Reihan terdiam. Memang kata-katanya Geo ada benarnya juga dan
Reihan sudah dapat memastikan kalau Sesa enggak bakalan pernah suka kalau dia
melakukan hal-hal berutal pada orang orang yang Sesa suka. "Makanya jangan
sampai Sesa tau. Kalau pun akhirnya dia
tahu, paling tidak dia bisa mengerti bagaimana sebenarnya Andika
terhadapnya. Gue herharap dengan begitu dia bisa berpikir berulang-ulang kali
untuk menyukai anaki tu lagi atau bila perlu menghapus rasa sukanya yang pernah
ada. Gue berharap sekali dia bisa menyukai
orang yang benar-benar nyintain dia."
“meskipun dia akan benciin lo?."
tanya Geo untuk memastikan kembaii keputusan Reihan yang terdengar cukup
janggal di telinganya.
"lya. Gue rela dan biarlah itu menjadi pengorbanan terbesar
gue untuk kebahagiaan orang yang gue sayangi. Gue jadi begini, juga karena sesa,” ucap Reihan terdengar
lirih. Ada getaran kecil di hatinya setiap kali mengatakan saying.
"Ohh." Geo dan Jay jadi terharu mendengar kata-kata
Reihan, teman mereka. Sepertinya mereka baru tersadar kalau cinta sudah menemukan
pilihannya maka tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakan apa yang menjadi
kemauan cinta itu sendiri. "Kalau gitu, ayo kita cari si Andika dan kasih
dia peiajaran!" seru Geo dan Jay berapi-api.
Mereka segera pergi untuk melakukan pencarian setelah mengunci Pak
Joko dalam posnya sendiri karena memaksa untuk turut serta Mereka berlari dan tidak
menghiraukan teriakan Pak Joko yang segera membebaskan diri lewat jendela. Namun
saat itu Reihan, Geo dan Jay sudah menghilang entah kemana.
Andika dan teman-temannya tampak sedang berkumpul. Sepertinya mereka
tengah merayakan sebuah pesta kecil karena mendapat satu kemenangan. entah
menang dalam hal apa.
"Ternyata, tidak begitu sulit untuk menaklukkan hati seorang
Sesa. Huahaaa... kini dia udah dalam genggaman gue. Gadis lugu, malang sekali
nasib lo bersama cinta yang enggak pernah gue harapkan." Andika mulai
tertawa untuk mengekspresikan kegembiraannya. Satu kemenangan dalam urusan menaklukkan
hati seorang cewek. Dan saat itu Sesa lah yang menjadi korban.
“tapi lo harus ingat kata-kata lo, Andika… sesa hanya sebuah
permainan buat hati lo. Yang enggak cocok untuk lo cintai, apalagi sampai lo
jadiin pacar. Gue akan sangat marah kalau lo sampai berubah pikiran. Anak-anak
kelas tiga lah yang lebih berhak untuk pacaran sama lo, karena di mata kita-kita
sesa itu terlalu kecil. Dan gue sendiri berharap, gue lah yang terpilih dan
menjadi cinta terakhir buat lo, Andika." Fera tersenyum senang dan dia
tidak bisa membayangkan bagaimana tampang seorang Sesa kalau sampai tahu maksud
yang tersernbunyi di hati Andika.
“ Tenang aja sayang, Io terlihat cukup sempurna bagi gue. Jadi
enggak ada alasannya kalau gue enggak sayangin Io. Oke…"
"Yes!"
Andika dan Fera semakin asik dengan gelak tawa mereka. Apatagi
tempat mereka. saat itu cukup sepi dari keramaian anak-anak yang lain. Tapi tentu
saja tidak bagi Reihan. Dia hafal betul setiap sudut sekolah dimana Andika
biasa mangkal bersama teman-temannya. Bahkan dengan cewek-cewek yang mengharap
cinta darinya sekalipun, Reihan sudah tahu semua itu, Reihan sedang bersembunyi
di balik tembok dekat dekat Andika dan
Fera berada. Jadi dari sana, Reihan sangat jelas mendengar semua pembicara
Andika dengan Fera. Dan semua itu membuat hatinya semakin panas. Dia sendirian
saat itu, tanpa Geo dan Joy
"Ooh… jadi rupanya lo disini, Andika! Tengah menikmati
kemenangan yang enggak jelas lo itu. Lo itu memang benar-benar keterlaluan jadi
orang!" sergah Reihan di hadapan Andika dan Fera karena sudah tidak bisa
lagi menahan emosi Dia muak dengan semua macam permainan Andika selama ini. Dan
ketika giliran Sesa cewek yang sangat dikuguminya mulai dijadikan obyek
permainan oleh Andika, reihan sudah tidak bisa bersabar lagi sebagai mana pernah
dia lakukan ketika Fera memilih mendekati andika.
Heh, Lo Reihan! Lo itu taunya gangguin orang aja. Apa lo enggak ada
kerjaan lain lagi selain gangguin orang Hah?!” balas andika juga tidak kalah
kerasnya dengan Reihan.
“ Untuk orang kek lo, gue enggak akan pernah punya kesibukan lain,
selain gangguin lo sampai Io menghentikan permainan lo yang memuakkan itu."
"Reihan! Apa-apaan sih lo itu?!'' hardik Fera yang tentu saja
tidak menduga kalau kebersamaannya dengan Andika tidak pernah lepas dari
perhatian Reihan, cowok Yang pernah dekat dengannya.
“Eh, diam Io cewek. lni
antara gue dan dia, si perusak yang terus-terusan bikini orang tersakiti!”
tukas Reihan pada Fera membuat Fera segera menutup mulut.”Heh, Andika! Lo itu emang enggak bisa di diamin. Lo
bukannya gerubah diri, malah semakin menjadi-jadi!
"Apaan sih maksud lo itu? Apa juga yang menjadi persoalan dengan
gue Rei?! Apa ini ada hubungannya dengan Fera sebagaimana yang lalu-lalu?
Sedangkan lo liat sendiri, Fera memilih dekat dengan gue bukan lo!"
"Enggak. Karena gue udah nggak peduli lagi soal itu Dia mau
ngapain kek, terserah dia. Tapi soal temen gue, Sesa."
“Hah, sesa?!” seru Andika dan Fera bersamaan.
"lya, Sesa. Gue enggak mau Io perlakukan dia kayak lo
memperlakukukan Fera, lusi, Vivi dan masih banyak lagi cewek yang Io pernah
sakiti, Gue tidak bakalan tinggal diam apalagi lo udah berani-beraninya
bohongin dia."
“Ooo... rupanya itu yang bikinin Io gerusak-gerusuk kek gini. lo
itu terus saja menjadi seorang pecundang
dan terus akan menjadi seorung yang kalah dari gue. Engak bisa lebih kok. Jadi pecundang.
Ingat itu baik-baik. Lo itu siapa sih...?Ngaca dong jadi orang agar Io tahu kalau
Io itu enggak usah jadi berisik sendiri sama urisan orang. Lo itu sirik banget
ya jadi orang!"Sialan banget mulut lo itu. lo ngomong seakan lo itu paling baik, padahal sebaliknya kelakukan
Io itu enggak cowok baget buat para cewek. Terus-terusan mainin cewek!"
“Mereka yang terus-terusan ngejar gue. Jadi enggak ada persoalan
dong dengan gue. Lo itu seharusnya datengin mereka itu satu-satu dan ceramahin
mereka. dasar pecundang…usil amet sama urusan orang!”
"Gue jadi usil sama urusan lo karena yang Io mainin adalah
sesa,temen gue!"
“Dia yang suka kok!”
“Gue tahu tapi karena mulut manis lo itu yang senang mengumbar
janji.”
ltu urusan gue sekarang Io segeralah angkat kaki dari sini!!"
"lni sekolahan. Jadi
semua orang berhak untuk berada di sini!"
"Oke... tapi keberadaan lo itu telah gangguin gue!"
Andika tersenyum mengejek sebelum melanjutkan ucapannya. "Sekarang lo udah
tahu sendiri. kalau gue itu enggak pernah punya perasaan apa-apa sama temen
lugu lo itu. Lalu apa mau lo hah?!"Andika mendorong Reihan. "Lo itu
mau jadi pecundang lagi sebagimana kebiasaan lo selama ini. Atau lo mau jadi
pahlawan kesiangan dengan memberitahukan Sesa dengan keras kalau gue Cuma main-main
saja dengan dia. Atau apaaa?!!!"Kembali Andika mendorong Raihan.
“lni,” jawab Reihan melayangkan tinjunya tepat ke muka Andika.
Lumayan, rupanya cukup telak mendarat di rahang Andika dan mampu membuatnya
meringis.
Andika tidak terima di tonjok sedemikian rupa. Apalagi pipi kirinya
sudah kelihatan memar dan mulutnya berdarah. Dia pun membalas dengan lebih keras.
Maka seketika terjadilah adu jotos yang tentu aja cukup menegangkan bagi Fera.
Andika memukul Reihan, dan Reihan pun balas memukul Andika. Semua tingkah
mereka tidak pernah lepis dari mata Fera yang mulai merasakan tubuhnya jadi gemetaran
karena ketakutan.
"Tolooong!!!" teriak Fera berdiri di koridors etelah
tidak bisa menguasai ketakutannya. Dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau
akan sampai sejauh itu kejadiannya. Reihan dan Andika terus berkelahi dan
mereka tidak menghiraukan teriakan Fera yang akan mengundang banyak orang untuk
datang ketempat mereka. Apalagi pak Joko selaku petugas keamanan sekolah, tidak
akan pernah peduli dengan teriakan itu karena letak posnya yang cukup jauh dari
tempat Fera berteriak. Juga, saat itu Pak Joko asik dengan sebatang rokok
ditangannya setelah beberapa saat melakukan tugas pemantauan keliling sekolah.
“Ada apa?!” Tanya seorang guru yang kebetulan tidak jauh dari
tempat itu. Dia terlihat panik.
“ltu Pak... Mereka...” tuniuk Fera dalam kepanikan besar sampai
membuatnya tergagap dan tidak bisa melanjutkan ucapannya. Saat itu sudah berdiri
beberapa anak yang juga sempat mendengar teriakan Fera. Mereka berebutan ingin
tahu apa sebenamya yang terjadi.
Pak guru menuju tempat yang ditunjuk oleh Fera. Dia pun sangat kaget
setelah sampai disana dan tahu apa yang terjadi disana. Sebuah aksi baku hantam
antara dua orang siswa dalam sekolah. Tentu saja sangat tidak diharapkan
terjadi. “Berhentiii!!!” jerit sang guru menghentikan aksi adu jotos antara Andika
dan Reihan. Dua anak yang dikenali oleh sang guru. Seketika Reihan dan Andika menghentikan
perkelahian mereka.
"Ada apa dengan kalian ini?! Berantem seperti jawara pasar aja.
Sekarang kalian berdua ikut saya untuk menemui kepala sekolah. Tindakan ini benar-benar
sebuah pelanggaran keras tertadap peraturan, sekolah..ayo! perintah sang guru menarik
tangan Reihan dan Andika yang masih terdiam setelah tahu siapa yang ada di
hadapan mereka. Beberapa saat, baik Reihan maupun Andika masih sempat menyeka
darah yang keluar dari mulut dan hidung mereka.
Akhirnya Reihan dan Andika di giring keruangan kepala sekolah
diikuti oleh anak-anak yang Iain. Semua orang yang sempat melihat kejadian itu masih
penasaran dengan apa yang mereka lihat hari itu. Bahkan mereka masih setia bergerombol
di depan pintu ruang kepala sekolah, untuk menguping pembicaraan yang akan
berlangsung.
“lni sekolah bukan jalanan!”. suara keras kepala sekolah menggema
memenuhi ruangan dimana Reihan dan Andika mulai di sidang. Saat itu, mereka berdua
memang mirip terdakwa dengan wajah terlihat berantakan. Kepala sekolah memasang
wajah seram dengan sepasang mata melotot tajam pada Reihan dan Andika.
“Saya tahu pak,” jelas Reihan dan Andika bersamaan.
Jelas kalian tahu. Apalagi kalian berdua anak-anak kelas tiga
sekolah menengah. Dengan duduk dibangku kelas tiga, kalian akan sangat tahu
kalau sekarang ini kalian berada di sekolahan, bukan dipasar ataupun jalanan.
Tapi kelakukan kalian mencerminkan kalau kalian itu masih tercatat sebagai
seorang siswa yang duduk di kelas tiga sekolah menengah. Kalian itu tidak
ubahnya seperti preman jalanan yang menyelesaikan masalah dengan jalan
berantem.
"Reihan dan Andika memilih diam sambil meringis menahan sakit.
Suara lantang kepala sekolah membuat memar di wajah mereka terasa semakin
sakit.
"Tindakan kalian itu adalah sebuah pelanggaran berat. Karena
itu, tidak ada alasan lagi bagi saya kecuali. . . " Kepala sekolah tidak
menyelesaikan ucapannya karena tubuhnya yang lumayan gemuk itu mulai bergetar
menahan amarah.
"Kecuali apa, Pak?" tanya Reihan dan Andika ingin tahu
kelanjutan ucapan kepala sekolah.
"Kecuali kalian berdua saya skors selama tiga hari dari
sekolah!"
"Hah!!! Kami diskors?!" tanya Reihan dan Andika ingin
protes. Tapi mereka tidak jadi karena kepala sekolah terlihat semakin
menyeramkan dimata mereka. Mereka tidak mau membuat kepala sekolah lebih marah
lagi dan membuat mereka diskors bukan saja tiga hari, tapi bisa aja ditambah
lebih lama lagi dari itu.
"lya, diskors," tegas kepala sekolah sepertinya tidak mau
diajak kompromi lagi. "Dan sekarang kalian berdua boleh meninggalkan sekolah
dengan segera.
"Reihan dan Andika tidak membutuhkan berfikir sampai dua kali untuk meninggalkan ruangan kepala
sekolah. Setelah beberapa saat saling tatap,
mereka berdua pergi mengambil arah yang berlawanan.
kepufusan kepala sekolah untuk menskors Reihan dan Andika dari
sekolah selama tiga hari berturut-turut berakibat buruk bagi diri Sesa. dia
menjadi uring-uringan sendiri dan tidak bisa terlihat tenang saat mengikuti
pelajaran, Di hari pertama Sesa jadi tidak bersemangat sama sekali. Harapannya ingin
melihat Andika datang menemaninya tidak terwujud Dia sama sekali tidak melihat
Andika di hari itu, Lagi-lagi dia harus menunggu untuk datangnya sang pujaan
hati, Dan hanya bisa menunggu setelah beberapa kali mencoba menghubungi Andika
lewat handphone, tapi sepertinya handphone Andika tidak aktif Sampai sejauh
itu, Sesa belum tahu kalau Andika tengah diskors dari sekolah.
Saat Sesa tidak bisa bertemu dengan Andika, saat dimana dia
merasakan hatinya terasa sepi. Semuanya jadi hampa, dan terkesan meninggalkan kegelisihan
panjang bagi dirinya, Maka dia membutuhkan keberadaan Reihan untuk menemaninya,
lalu menghiburnya dengan semua bentuk cerita yang bisa membuat hatinya senang,
Hanya Reihan yang bisa melakukan itu, bukan EIa, Manda, Geo ataupun Jay. Dan
bukan pula Pak Joko dengan memamerkan pentungan di tangannya.
Ketika Sesa ingin sekali bertemu dengar Reihan, orang yang
diharapkan ikutan menghilang sebagaimana Andika menghilang. Dan diantara teman-temannya,
tidak ada yang tahu kemana Reihan hari
itu sampai sama sekali tidak kelihatan di sekolah. Sebenarnya semua teman Sesa
bukan tidak tahu. tapi lebih tepatnya mereka tidak ingin Sesa sampai tahu apa
sebenarnya yang terjadi pada Raihan maupun Andika.
Akhirnya Sesa pun memutuskan untuk terus mencari sendiri setelah
tidak ada seorangpun yang tahu dimana Reihan dan Andika berada hari itu. Dia
berjalan kesana-kemari mengitari sekolah dengan sepasang mata tetap menatap
tajam kesemua sudut sekolah. Lagaknya seperti gaya Pak Joko saat mengadakan
inspeksi ke semua tempat di sekolah itu. Bahkan Sesa tidak peduli apakah saat itu
dia berada di tempat yang aman atau tidak. Dia sudah tidak perlu berpikir dua
kali untuk menginjakkan kaki di deretan kelas tiga, kelas dimana disana banyak
saingan untuknya dalam usaha mendapatkan Andika. Sesa terus saja berjalan dikoridor
kelas tiga. Sama sekali dia tidak tahu, klau dari tadi berpasang-pasang mata
tengah menatap tajam ke arahnya. Tatapan permusuhan dari kakak kelasnya yang
tidaki meghendaki kehadirannya dalam kompetisi memperebutkan Andika.
Fera, Lusi, Vivi dan beberapa anak kelas tiga lainnya memang
berniat untuk melabrak Sesa, Mereka semua setuju untuk melakukan itu setelah sempat
mengadakan pertemuan rahasia dengan misi yang sama, menyingkirkan Sesa yang
telah berani membuat Andika sampai diskors dari seholah selama tiga hari.
Menurut mereka Sesa lah penyebabnya dan mereka semua tidak terima dengan
kenyataan itu, Sehingga pada saat mereka melihat Sesa berada di koridor kelas tiga,
inilah saat yang tepat bagi mereka untuk melabrak Sesa, Apalagi saat itu, tidak
ada orang yang akan membelanya lagi setelah Reihan juga kena skors dari sekolah.
“Heh, lo!! Ternyata berani juga lo menginjakkan kaki di sarang
macan!" sergah Fera menghadang langkah Sesa dengan berkacak pinggang mirip
ibu tiri yang mau memarahi anak tirinya.
"Ohh," gumam Sesa kaget dan menyadari kalau sebentar lagi
dia bakalan kena gencet kakak kelasnya. Dia melihat Fera dengan wajah ketakutan
apalagi di belakang Fera juga telah berdiri cewek yang juga pernah dilihatnya
bersama Andika, Maka tidak ada pilihan lain saat itu kecuali segera mengambil
langkah seribu untuk melarikan diri, Karena kepikiran untuk menghindar dari
saingan-saingannya yang menatap kejam, Sesa menoleh kebelakang. "Ohh."
Lagi-lagi Sesa hanya bergumam terkejut karena dibelakangnya sudah berderet
orang-orang yang pernah dilihatnya bersama Andika. Ada Lusi, Vivi dan anak-anak
yang lain sudah menghadang jalannya,
"Sekarang lo enggak bisa lagi menghindar dari kita semua. Dan
jangan berharap ada orang yang mau nolongin lo, cewek reseh!" hardik Fera
sambil memberikan satu isyarat kepada teman-temannya. Setelah itu, tiga orang
anak telah mendekati Sesa dan mulai menyeretnya. "Bawa dia ke toilet
siswa!” perintah Fera yang rupanya menjadi ketua pencidukan Sesa saat itu.
Sesa terpaksa menurut karena. tidak bisa berontak. Dia sama sekali
tidak berani untuk berteriak karena saat itu dia berada di sarang
musuh-musuhnya. Sekiranya dia berteriak mungkin saja akan mengundang semua
cewek kelas tiga dan memperlakukan, dirinya sama seperti Fera memeperlakukannya
saat itu. Mereka pasti akan bersorak gembira melihat dirinya di ciduk.
"Duh, kenapa baru sekarang gue sadar kalau salah tempat mencari Andika?,,
batin Sesa dengan wajah semakin pucat. Sebenarnya sih dia enggak salah tempat
karena Andika kan kelas tiga. Jadi benar dong kalau dia mencarinya di kelas tiga
juga. Cuma Sesa enggak sempat berpikir untuk mengajak Pak Joko untuk melakukan
pencariannya itu.
"Apa-apaan sih kalian semua?!" ucap Sesa ketika dia sudah
berada di toilet siswa, Ada Fera, Lusi, Vivi dan Fenny sudah mulai mengecetnya
saat itu. Sementara di lorong masuk ke tempat itu sudah berderet anak-anak, kelas
tiga yang lain untuk mengamankan misi mereka,"
"Eh, berani-beraninya lo ngomong dalam keadaan kek gini!
Enggak takut apa kita semua akan brutal ke lo?! Apa lo enggak takut kita masukin
ke toilet dan biarin lo nginap seharian disana?!" ancam Fera menakut-nakuti
Sesa,
"Lepasin gue kenapa sih? Sakit tau! Bisa kan kita ngomong dengan
baik-baik?. Lagian apa sih salah gue sampai katian berdua jadi berutal kek gini
ke gue?" Sesa berusaha membela diri karena kedua lengannya mulai terasa
sakit.
"Eh... rupanya lo itu mau berlagak pilon jadi cewek kecil yang
sok belagu di depan kita-kita, Lo punya masilah dengan gue dan itu masih belum selesai,
tauu!!" hardik Fera mendorong Sesa sampai membentur tembok.
"sekarang, lo malah menambah masalah itu dan membuatnya semakin parah sehingga
kita semua sampai lakuin ini ke Io,"
"Tapi apa masalahnya? Gue enggak ngerti sama sekali?!"
tanya Sesa dalam ketakutan,
"Lo itu memang benar-benar pilon atau tolol sih jadi
cewek!" sentak Lusi diikuti oleh cekalan keras di bahu Sesa. Dan terasa
cukup sakit bagi Sesa sehingga membuatnya meronta untuk melepaskan dua tangan
berkuku tajam yang mencekal bahunya,
"Sungguh, gue sama sekali enggak tahu' Ada apa siih sebenarnya
ini sehingga kalian melabrak gue kayak gini?" Sesa kembali menegaskan
ketidak mengertiannya.
"Apa yang lo perbuat sama Andika kemarin itu?!" tanya Fera
mengangkat dagu Sesa dengan paksa.
"Eng...enggak...enggak ada apa-apa. Kits berdua cuma ketemuan
doang kok. ltu aja."
"Dasar cewek reseh!! kalau itu doang, enggak akan sampai Andika
di skors dari sekolah."
"Hah!!l Andika diskors dari sekolah!!! Kok bisa?" Sesa
baru tahu kalau hilangnya Andika hari itu dari sekolah karena menjalani sangsi
dari kepala sekolah. Sesa baru tahu kalau Andika diskors dari sekolah. Tapi apa
hubungannya dengan dirinya.
"Dan itu gara-gara lo!!" sentak Fera menunjuk jidat Sesa.
"Kok gara-gara gue sih'?! Apa hubungannya dengan gue?!"
tanya Sesa semakin ketakutan.
"Andika berantem dengan tukang pukul yang lo kirim untuk
menemuinya. Dia baku hantem dengan Reihan yang lo kirim itu."
"Jadi... jadi..." Sesa tidak bisa berkata-kata lagi
setelah semakin tahu apa yang terjadi. Andilka dan Reihan berantem dan itu
gara-gara dia. Sesa masih belum mengerti sepenuhnya.
"Jadi semua jadi berantakan gara-gara lo! Semua masalah pun
jadi semakin parah gara-gara lo! Andika jadi berantem sama Reihan gara-gara lo!
Akhirnya Andika pun diskors dari sekolah itu juga gara-gara lo. Ngerti
enggak!!!" sentak Fera.
"Gu... gue satna.sekali enggak tahu kejadian-nya seperti itu.
Gue enggak pernah nyuruh Reihan untuk mencari Andika. Apalagi sampai membuat mereka
jadi berantem," jelas Sesa sepertinya ingin menangis.
Fera semakin naik pitam melihat ulah Sesa yang berusaha mengelak
dari satu kesalahan fatal. "Lokira kita semua akan percaya begitu saja
Reihan sendiri yang datangin Andika dan melarang keras agar Andika tidak
mendekati lo lagi! Jadi jelas lo enggak bisa mengelak lagi dari kita semua! Kenapa
Reihan melakukan itu kalau bukan karena lo yang memintanya untuk melakukan
itu?!"
"Sungguh. Gue enggak ada hubungannya dengan Reihan saat itu.
Enggak ada sama sekali. Wajah Sesa mulai pucat Karena takut.
"emang lo dasar jadi cewek!! Urus tuh si Raihan lo itu, Lo
malah kepikiran ngurusin Andika!!! "kata Fera mendorong Sesa sampai
membentur tembok. Untung tidak terlalu keras. Tapi masih sempat meninggalkan
sakit bagi Sesa. Setelah ltu Fera kemudian mengajak teman-temannya untuk meninggalkan
Sesa yang terlihat sangat ketakutan.
Sesa menatap penuh penderitaan kepergian Fera dan orang-orang yang
menggencetnya saat itu. Andika diskors dari sekolah demikian juga dengar Reihan
mengalami nasib yang sama setelah mereka ketangkap baku hantam. Dan semua itu
disebabkan oleh dirinya. Sesa mengeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya sepenuhnya,
dengan semua perkataan yang dituduhkan kepadanya.
"Arrrggghhh!!,,, Sesa berteriak sejadi-jadinya untuk menumpahkan
segala rasa yang berkembang di hatinya saat itu. Tak merasa dia meneteskan air mata.
Rupanya Andika dipanggil lagi untuk ke sekolah lebih cepat dari sangsi
yang telah diberikan kepadanya. Dia diminta kesekolah menjalani sangsi selama
satu hari karena ada kegiatan sekolah yang tidak bisa tidak harus melibatkan
dirinya. Sebuah ajang adu bakat antara siswa akan diselenggarakan dalam waktu
dekat. Ajang untuk kebolehan bagi mereka yang beken disebut dengan anak band
sekolahan. Memang beberapa hari lagi aka nada lomba band antar sekolah. Dan
sebagai orang paling penting dalam band sekolahan. Andika diminta masuk sekolah
kembali sebagai persiapan untuk mengikuti perlombaan itu.
Andika memilih diam, tanpa memberikan komentar apa-apa terhadap omongan
Sesa kepadanya. Dia tidak berusah menyembunyikan memar yang masih tersisa di
wajahnya. Tidak separah waktu dia baru selesai berantem sama Reihan. Dia bahkan
menundukkan muka seakan merasakan ada sesutu yang berat di otaknya. Entah apa yang
tengah dipikirkannya saat itu. yang jelasd ia begitu enggan untuk berbicara.
"Kemarin, gue ketemu sama Fera, Lusi, Vivi, Fenny dan beberapa
orang yang tidak begitu gue kenal. Saat itu gue nyariin lo, Andika... tapi
enggak taunya malah ketemu sama mereka,” tutur Sesa ketika dia bertemu kembali
dengan Andika disekolah.
“Mereka sangat marah ke gue. Entah mengapa mereka sebegitu marahnya
saat itu. yang gue enggak ngerti sampai detik ini adalah semua orang menuduh gue
sebagai penyebab lo sampai diskors dari sekolah."
Kali ini Andika hanya bisa cengengesan seakan apa yang baru saja
keluar dari mulut Sesa, terkesan lucu dan bisa membuatnya tertawa setelah
beberapa lama diam.
"Lo kok cengengesan gitu sih? Apa omongan gue terdengar lucu
di telinga lo? Gue benar-benar serius Andika? Apa gue kelihatan melucu saat
ini, di hadapan lo?"
Andika mengangkat kepalanya setelah beberapa saat tertunduk. Dia melirik
Sesa dengan ekor mata yang tetap saja cukup menarik bagi seorang cewek.
"Lo kelihatan serius kok. Benar deh. Tapi apa yang bisa gue katakan saat
ini, Sesa? Lo sendiri liat kalau muka gue masih hancur kek gini.,,"lya gue
tahu, Andika... Tapi yang pingin gue ngerti adalah, apa benar semua ini
gara-gara gue sebagaimana Fera dan teman-temannya menuduh gue sebagai penyebab
semua ini?"
"Oh ya? Fera menuduh lo seperti itu?"
Sesa mengangguk lemah.
"Bukan cuma menuduh gue, tapi kayaknya mereka sangat marah ke
gue. kayaknya memeng guelah yang menyebabkan lo sampai diskors dari sekolah."
"Sudahlah... Gue enggak bisa ngomong banyak soal itu,
Sesa."
"Tapi gue pingin tahu, Andika... Gue pingin ngerti apa sih sebenarnya
yang terjadi sehingga lob isa berantem sama Reihan?"
"Udah deh, jangan Paksa gue untuk mengatakan apa yang gue
enggak ingin katakan. Setidaknya untuk saat ini, saat dimana kita bisa ketemuan
kembali. Gue enggak ingin saat-saat kayak gini jadi kacau. Lo bisa ngerti kan,
Sesa?"
"Enggak tahu deh. Apa gue bisa ngerti hal-hal yang beberapa hari
ini bikinin gue jadi sedih. Apa gue bisa ngerti Andika dengan keinginan lo yang
tentu saja tidak memberikan penjelasan sedikitpun ke gue. Gue rasa, gue enggak
bakalan bisa ngerti Andika."
"Jadi lo tetap pingin tahu bagaimarra sebenarnya, Sesa?"
"Kalau lo enggak keberatan untuk bilangin ke gue. Dengan
begitu gue bisa tahu harus bersikap bagimana setelah mengerti apa sebenarnya
yang telah terjadi."
"Reihan ngelarang gue untuk pacaran dengan, lo. Sepertinya dia
enggak terima kalau kita menjadi dekat. Inilah yang dia katakan ke gue saat itu,
dan akhirnya perkelahian itu begitu saja terjadi, Dan kami berdua terhenti
setelah ada salah seorang guru menghentikan kami dan membawa kami ke ruang kepala
sekolah. Iya, seperti itulah kejadiannya."
"Jadi...?"
"Kalau lo pingin tahu banyak, sebaiknya Io tanyain sendiri ke
Reihan yang memulai perselisihan inid engan gue."
"Andika...! Gu.. gue hanya tahu kalau gue sayang sama lo.
Tanpa ada orang lain yang merasa berhatk ngelarang gue buat sukain lo, Bukan
pula Reihan, meskipun dia teman gue, Gue sayang sama lo, Andika."
"lya gue tahu itu, Karena gue sayang juga sama Sesa. Itulah
mengapa gue enggak mau ngebahas hal-hal kayak gini. Gue enggak peduli dengan
hal-hali tu karena gue tahu lo terus sayangin gue, Inilah yang penting saat
ini."
"lya, memang itulah yang terpenting."
"Sekarang, bisakan Io enggak usah terlalu mikirin hal-hal yang
enggak jelas itu, Gue juga sudah sekolah kembali dan itu artinya, kita punya
banyak waktu untuk bersama lagi. Tapi mungkin untuk saat-saat ini, gue akan
konsentrasi sama band dulu untuk menghadapi perlombaan antar sekolah. Jadi gue enggak
bisa terlalu sering untuk nemuin lo."
"Enggak mengapa. Gue ngerti kok. Lo, enggak usah nyariin gue,
tapi gue lah yang akan nungguin lo saat latihan, karena gue pasti suka lakuin
itu."
"Makasih lo udah mau ngertiin gue."
"Iya...." gumam Sesa terdengar sangat lirih.
Reihan hanya bisa merenungi apa-apa yang telah terlalui dalam
kehidupannya selama mengenal Sesa. Dari pertama kali dia sepasang mata bening
dan bisa membuat-nya merasakan cinta itu datang lagi mengisi hatinya, sampai
satu perkelahian antara dirinya dengan Andika karena Sesa. Dan hatinya berharap
banyak pada cinta seorang Sesa. Cinta itu membuat hari-harinya lebih bermakna
dan lebih berwarna. Apalagi ada keinginan kuat untuk memperjuangkan cinta itu. Dan
selama tiga hari, waktu yang terasa cukup untuk mengingat dan merenungi itu
semua.
Reihan semakin sadar kalau tidak mungkin lagi melepaskan diri dari
dekapan cinta itu meskipun keberuntungan masih belum memihak kepadanya. Sampai
sejauh itu, dirinya hanya sebagai teman biasa bagi Sesa. Tidak lebih...
kalaupun ada lebihnya, dialah orang pertama yang mampu membuat Sesa tersenyum
dengan sempurna. Itulah pengakuan yang pernah dia dengarnya langsung dari Sesa.
Tapi kini, masihkah akan begitu keadaannya setelah Sesa tahu kalau Reihan telah
baku hantam dengan orang yang Sesa cintai? Yaitu Andika.
"Oooi...! Lo itu hanya bisa bengong ya” untuk ngisi hari-hari
istimewa lo ini?!" Geo mengagetkan Reihan yang saat itu duduk sambil
memandangi keranjang yang tidak akan pernah berubah menjadi seorang putrid lengkap
dengan senyum manis dibibirnya. Jay pun ada saat itu, datang bersama Geo.
"Eh, kalian... Kalian berdua ini cuma bisanya gangguin
keasikan gue aja Iya, seperti inilah cara gue melewati tiga hari yang terasa
sangat membosankan ini. Ini cara yang gue jumpai sendiri karena tidak akan
pernah diajari di sekolah, Tapi ngomong-ngomong, gimana kabarnya
sekolahan?"
"Nah lni dia nih, jadi pasalnya kenapa kita berdua sampai
nyamperin lo setelah pulang dari skul. ada info terbaru dan super heboh lho…"Jay
mulai berlagak promosi barang dagangan.
Pasti Pak Joko dapat undian berhadiah, Saking senangnya dia sampai
pingsan," Celetuk Reihan mulai menebak,
"Enggak deh. Serius, Rei… Itu tuh, ada lomba unjuk kebolehan yang
melibatkan seluruh anak band sekolahan di kota kita ini,”
"Ooo, itu." Reihan merespon tidak bersemangat.
“kok enggak kaget sih?" ujar Jay terlihat kecewa.
"Gimana bisa terkejut kalau kita enggak bakalan bisa ikutan
karena band yang kita punya tercatat sebagai band illegal dan dilarang beredar
dalam sekolahan."
"lya juga sih... Tapi apa kita enggak coba untuk ikutan daftar?
Siapa tahu diperbolehkan oleh panitianya." Geo mengajukan satu pikiran
segar.
"Oke kalau iya, kita dikasih kesempatan untuk ikutan. Tapi apa
kepala sekolah akan ngijinin kita sementara di mata kepala sekolah ada band yang
lebih bonafid yang dikomandani oleh Andika itu. Palingan juga kita akan
dijadikan cadangan terakhir setelah sekolah kehabisan anak-anak yang
lain."
"lya, iya... Ternyata teragis juga nasib band kita. Tapi kita
akan tetap latihan kan?" tanya Jay setelah menyadari satu kenyataan pahit
yang terus saja menimpa band mereka.
"lyalah. Itulah kebanggaan kita satu-satunya setelah tidak
bisa masuk klub basket sekolahan," jawab Reihan memompa semangatnya untuk
keluar.
"Oh ya... hanya gara-gara ada lomba band antar sekolahan itu,
Andika dipanggil oleh sekolahan dan membatalkan sangsi untuknya."
"Begitukah?" Sepertinya Reihan cukup kaget juga mendengar
ucapan Geo. "Kayaknya gue enggak peduli deh. Yang terus gue pikiran hanya
Sesa. Gimana dengan dia?"
"Sesa...?"
"lya, Sesa?" tegas Reihan mengulangi ucapan Jay."
“Hmm... Sesa..” Jay jadi bingung harusmengatakan apa pada Reihan.
Geo pun terlihat ikut-
kutan bingung.
"Ayolah bilang ke gue dengan segera, gimana Sesa selama gue
enggak masuk sekolah?"
"Beberapa kali dia, nanyain pada kita-kita tentang lo. Kayaknya
dia udah tahu deh apa yang telah terjadi. Buktinya dia berulang kali nanyain alamat
rumah lo, iya tempat ini. Wajahnya itu lho,,, jelas Geo setelah Jay mengangkat
bahu sebagai tanda tidak sanggup memberikan penjelasan pada Reihan.
"Marah, sedih, kusut, cemberut...?,, terka Reihan tidak bisa
membayangkan ekspresi seorang. Sesa setelah tahu perkelahiannya dengan Andika.
"Sangat menyeramkan. Dan bikin semua orang .jadi takut.
Kayaknya dia sangat marah deh," tukas Geo sambil bergidik takut.
"Jadi gue harus gimana dong?" tanya Reihan mengalami
kebingungan.
"Sembunyi," usul Geo dan Jay tanpa menyadari kalau orang
yang tengah dibicarakan sudah ada di dekat mereka. Akhirnya, Sesa menemukan juga
rumah Reihan.
"Hai semua," sapa Sesa masih dengan nada suara
bersahabat. Reihan menoleh ke arah sumber suara dan begitu kaget setelah tahu
siapa yang berdiri tegak didekatnya. Geo dan Jay pun mengikuti gerakan Reihan,
sama-sama melihat kee arah sumber suara-Mereka lebih kaget lagi dan berpikir
untuk menyingkir dari tempat itu.
"I... Sesa... lo..." Reihan jadi gagap seperti melihat
ada hantu di siang hari. Dia menoleh kesana-kemari entah maksudnya apa.
"lya gue Sesa, kenapa?"
"Ng... enggak, enggak... kok bisa nyampe sini. Tapi itu enggak
penting deh untuk Sesa jawab karena sudah ada disini. Ko, Jay atau siapa aja,
kalian cepat..." Reihan melihat ke kiri dan ke kanan untuk mencari Geo dan
Jay. Sementara orang yang dicari hampir saja masuk ke rumah untuk bersembunyi. "Geo,
Jay! Sini kalian!" teriak Reihan menambah suasana semakin tidak menentu
dan terkesan kacau balau.
"Awas ah!" Geo mendorong Jay untuk menyingkir dari
hadapannya. "Lo butuh sama kita berdua," ujar Geo gagal membuka pintu
karena langkahnya jadi tertahan dan hampir saja Jay yang berjalan belakangan
menubruk dirinya. "lya dodoll Cepat kemari!" pinta Reihan yang merasa
takut sendirian menghadapi Sesa yang saat itu tidak bisa juga memasang muka
ceria meskipun Reihan, Geo dan Jay sudah terkesan sangat konyol. Jadi benar
kalau Sesa amat marah pada Reihan, dan Reihan membutuhkan kedua temannya untuk memanggilkan
ambulan kalau terjadi apa-apa pada dirinya setelah menjadi obyek penganiayaan. "Ada
apa sih?" tanya Geo mendekati Reihan diikuti oleh Jay setelah tangannya
ditarik paksa oleh Geo.
"Kalian berdua temenin Sesa dulu, sementara gue mau bikinin
minuman. Oke…" ucap Reihan sebenarnya ingin melarikan diri karena tidak
siap menghadapi Sesa dengan wajah yang cukup menakutkan.
"Gue enggak butuh minum, Jadi lo enggak usah repot-repot bikinin
gue minum, tapi gue hanya butuh lo Rey,,, cegah sesa dengan cepat sebelum Reihan
benar-benar melarikan diri meninggalkan dirinya, Sementara Geo dan Jay segera
mendorong Reihan agar lebih mendekat ke arah Sesa, lalu segera rmenyelamatkan
diri mereka karena tidak mau ikut-ikutan kena semprot dari Sesa.
Kini tinggal Sesa dan Reihan berdua dalam keadaan saling menunggu
untuk memulai bicara, Sesa terus memasang tatapan tajamnya membuat Reihan tidak
berani fokus saat melihatnya. Sesekali Reihan hanya bisa curi-curi pandang
dengan cara mengangkat wajah, kemudian menunduk kembali, Suasuna terasa cukup
canggung saat itu oleh ulah Reihan yang kelihatan tidak bisa bersembunyi dari rasa
bersalahnya di depan Sesa, Tapi karena merasa laki-laki, mau tidak mau dia yang
harus memulai bukan Sesa.
"Hmm..." Reihan berdehem seperti orang pecundang yang
kalah berebut cokelat' "A…. ada apa iya, sampai lo bela-belain kesini, Sesa?"
Reihan masih tidak berani menatap Sesa dengan langsung.
"Gue yang seharusnya tanya ke lo. Apa sih maunya lo itu dengan
berantem sama Andika? Lo kira siapa diri lo sehingga bisa-bisanya nyampurin
urusan pribadi gue? Gue mau pacaran sama siapa kek, itu terserah gue dong. Jadi
lo enggak usah repot-repot pakek protes segala deh. Apalagi sampaiberani menjadi
penghalang buat gue. Kecuali lo pingin gue benciin lo."
"Sesa... gue enggak pernah punya pikiran untuk ngalangin
hubungan lo dengan Andika, atau dengan siapa aja. Gue ngerti, gue enggak ada
hak sama sekali. Gue nyadar kalau gue itu bukan siapa-siapa buat lo, bahkan
buat semua orang. Lo udah mau nerima gue jadi teman, udah terlalu besar buat
gue. Tapi meski begitu gue nyadar gimana posisi gue. sebagai seorang teman yang
tidak akan pemah memiliki arti buat lo. Hanya saja, ketika ngeliat lo senang,
maka gue pun ikutan senang dan gue udah bilang ke lo kalau inilah yang gue
harapkan sebagai seseorang yang tidak pernah memiliki arti buat lo. Dan kenapa
gue sampai berantem dengan Andika karena..." Reihan memilih tidak
meneruskan kata-katanya yang sebenarnya sudah panjang-lebar itu.
"Karena...?"
"Enggak. Sebaiknya gue enggak usah ngomong lagi. Percuma aja,
Sesa.'. karena gue bukanlah siapa-siapa. Gue akui telah berbuat salah dengan
pertengkaran itu dan bikinin lo ngerasa enggak nyaman. Gue minta maaf,
Sesa."
"Permintaan maaf lo itu akan gue pertimbangkan kalau lo mau
mengatakan kenapa perkelahian itu sampai teriadi yang akhirnya mengacaukan semuanya.
Lo dan Andika mendapat sangsi gara-gara itu. Jadi apa sih sebenarnya yang salah
dengan pilihan gue untuk menyayangi Andika? Apa………?1"
"Benar lo Pingin tahu, Sesa?"
Sesar mengangguk. "lya, karena dengan begitu gue bisa memutuskan
apakah memaafkan lo atau tidak."
"Ohhlt," desah Reihan terdengar cukup frustasi”
"Kenapa?"
Reihan hanya menggelengkan kepalanya yang terasa berat.
"sebenarnya Andika tidak pernah serius dangan lo, Sesa. Dia
hanya menganggap kedekatan lo dengan dia hanya sebuah permainan, Inilah yang
gue dengar dengan jelas dari mulutnya ketika dia menghabiskan waktu bersama
Fera. Mendengar itu, gue jadi emosi dan ingin menegaskan omongannya itu, Kita
sempat adu mulut, dan dia mengakui sendiri di depan gue kalau dia memang
benar-benar tidak pernah berniat serius dengan Io. Selaniutnya gue hilang
kendali dan kami berdua pun berantem. Sekarang terserah lo Sesa, mau percaya
atau enggak" Reihan menunduk lesu.
"Jelas gue enggak percaya karena bukan seperti itu yang gue dengar
dari mulut Andika," sergah Sesa.
terserah, yang penting gue udah memenuhi permintaan lo untuk mengatakannya."
"Gue enggak akan percaya!"
"Sebenarnya bukan itu aja yang bikin gue ingin menghajar
Andika itu. Tapi sebelumnya dia telah membohongi lo dengan menjadikan nyokap
dan bokapnya sebagai alasan untuk tidak jumpain lo beberapa kali itu.
Sebenarnya saat itu dia berkencan sama cewek lain, yang mungkin saja
orang-orang yang menggencet Io. Gue liat sendiri dia menghabiskan waktu bersama
Fera, Lusi dan Vivi yang dia perlakukan seperti dia memperlakukan lo.”
"Udah
cukup!!"'Sesa menutup telinganya karena tidak mau lagi mendengar ucapan
Reihan yang tiba-tiba saja membuat hatinya bersedih. "Gue enggak mau
dengar lagi. Gue enggak bakalan percaya omong kosong lo itu. Gue benciii!!"
teriak Sesa dengan tubuh bergetar hebat. Dia tidak siap mendengar kejujuran
dari Reihan, padahal dia sendiri meminta Reihan untuk bercerita jujur kepadanya.
"Sesa... !" seru Reihan lebih mendekat ke arah Sesa.
Sebenarnya dia hanya ingin memastikan keadaan Sesa.
"Udah! jangan mendekat lagi, gue benci dengan cara lo yang
terus-terusan tidak pernah rela ngeliat gue dekat dengan Andika. Jadi jangan pernah
lakuin itu lagi karena mulai saat ini kita bukan siapa-siapa lagi. Enggak ada
lagi yang namanya teman!" Sesa berbalik untuk melangkah pergi.
“Sesa!!" teriak Reihan tidak percaya dengan apa yang didengarnya
barusan. keputusan Sesa membuat semua harapannya musnah. Reihan terduduk luruh
seperti orang nelangsa setelah menyadari apa yang dianggapnya berharga akan segera
pergi meninggalkan dirinya..Calaaal!!,, teriak Reihan sekeras-kerasnya. Tapi
Sesa sudah benar-benar pergi.
"Ada apa?,, tanya Geo sudah berada di dekat Reihan.
"Apu yang terjadi?. Jay tidak mau kalah ikutan bertanya tidak
mengerti
"Ada apa dengan kamu, Reihan?,, tanya si papa dan si mama
bersamaan. Juga sudah ada di situ. diikuti oleh si Mbok yang tidak tahu harus
berbuat apa.
Reihan berbalik arah setelah mendengar banyak suara yang bertanya
kepadanya. Dia melihat orang sudah berdiri penuh tanda tanya denga wajah yang
sama pula, ikut perihatin. "Sesa...., Ma, Pa..." gumam Reihan dalam
kesedihan.
"Mana?" tanya semua orang memakai suara sama.
"Pergi," jawab Reihan terdengarsemakin putus asa.
"lya, kejar sana, cepaaat...!,, perintah si papa memberi semangat
pada puteranya. Tapi sayang sekali Sesa sudah pergi.
Sesa pulang ke rumah dengan keadaan tampak lemah dan terasa sangat
lelah. Rumah kelihatan sepi. Tidak ada siapa-siapa. Adelia juga tidak kelihatan
seperti biasanya yang terus saja menjadi orang pertama membuat umah jadi
berisik disaat Sesa pulang. Tapi saat itu semuanya nampak sepi.
"Biiik!! Bibiiik!!!', teriak Sesa mencari si bibi setelah
memastikan kalau mama dan papanya serta Adelia sendiri benar-benar tidak ada.
"lya, Non!” Si bibi tergopoh-gopoh memenuhi panggilan Sesa.
“kok sepi sih? Mama, papa pada kemana ya?” tanya Sesa masih belum
sempat mendudukkan diri di sofa. Keadaan hati yang lagi tidak mood membuatnya
terlihat sangat capek dan jadi enggan sekali.
"Papa dan Mamanya Non Sesa, pergi. Juga Non Adel... Itu tuh,
memenuhi undangan salah seorang teman kerjanya Tuan."
"Ooo, berarti aman," gumam Sesa tanpa sadar.
"Aman? Maksud Non Sesa, aman apanya” tanya si bibi merasa
heran.
Aku kan jadi ngerasa aman di kamar tanpa ada Adel. Udah Bik, aku ke
kamar dulu. Sekalian tolong bibi siapin tisu dan bawa ke kamar Sesa iya Bik."
"Baik, Non."
Saat itu rumah jadi sepi karena tidak ada orang selain Sesa dan si bibi.
Jadi aman buat Sesa untuk menangis sejadi-jadinya, atau melakukan apa saja untuk
menumpahkan kesedihannya tanpa ada yang akan merasa terganggu. Hari itu,
benar-benar menjadi hari berduka bagi Sesa setelah banyak hal yang membuatnya
bersedih, kemudian meneteskan air mata.
"Gue benci semuanya. Benciii!!!" teriak Sesa memulai
drama satu babak untuk menumpahkan duka di hatinya. Beberapa benda yang sempat
di pegangnya ikut terlempar ke sembarang arah. kemudian Sesa melemparkan
tubuhnya ke atas ranjang. Sambil tengkurup, Sesa pun menangis sejadi-jadinya
dengan menjadikan bantal sebagai obyek pelampiasan kesedihannya. "Gue
benci diri gue... gue benci Andika... gue benci Reihan... Gue benc. . . "
-Tok-Tok-Tok-
Teriakan Sesa jadi tertahan setelah mendengar ada ketukan di pintu
kamarnya. Hampir saja pintu itu menjadi sasaran lemparan Sesa.
"Non... Ini bibi!"
"Masuk!"
Si bibi membuka pintu mengandalkan satu tangan karena saat itu dia
membawa nampan lengkap dengan minuman dan makanan ringan kesukaan Sesa. Tdak
ketinggalan juga tisu. "Hah?!” Sepasang mata si. bibi terbelalak lebar
ketika dia melihat apa yang terjadi. Kata “hah” keluar dari mulutnya ketika
menyadari gempa lokal telah terjadi di kamar itu sehingga menyebabkan semua
barang yang pernah di tatanya dengan rapi berubah posisi, jadi berantakan. Si
bibi jadi membeku.
"Mana tisunya, Bik?" tanya Sesa menyadarkan si bibi dari
rasa herannya.
"lni, Non. Sekalian bibi buatin. egelas susu dan makanan ringan
kesukaan Non. Mau di taruh dimana ya?" tanya si bibi setelah melihat meja
kecil yang biasanya sebagai tempat menaruh minuman dan makanan ringan
terjungkir balik.
"Di lantai aja Bik," jawab Sesa acuh tak acuh.
"Apa yang terjadi Non Sesa?,' tanya si bibi mulai prihatin.
"Udah. Bibi enggak usah banyak tanya karena enggak bakalan
ngerti. Sekarang bibi segeralah keluar dan biarin Sesa sendirian!" gerutu
Sesa masih belum beranjak juga dari tempat tidur. Dia tidak mau kalau si bibi
sampai melihat matanya yang Si bibi bermaksud keluar, tapi dia jadi tertahan karena
mbrasa ada yang mau disampaikan pada
Sesa. "Non."
"apa lagi .sih?!"
“Apa perlu bibi telponin psikiater”
"Arrrggghhh!!!".
Sesa menjerit sejadi-jadinya membuat si bibi merinding ngeri dan
segera menyelamatkan diri dari lemparan benda-benda keras yang bisa saja terjadi
saat itu.
Bibiiik!!!" Lagi-lagi Sesa ber-teriak histeris.
"lya, Non."
"Tutup pintunya!"
"Baik Non." Sibibi sesegera mungkin menutup pintu
kemudian melarikan diri.
Hening kembali di kamar Sesa. Sehening hati yang mengharap cinta,
namun akhirnya terasa hampa setelah lambat laun cinta itu memilih untuk pergi.
Seperti inilah suasana yang berkembang dalam hati Sesa saat itu. Dia pun
menangis lagi. "Kenapa... kenapa lo terus_terusan membuat hati gue sakit,
Andika? Gue cintaaa banget sama lo, an lo sendiri tahu itu. Gue tulus cintain
lo. Lapi kenapa Io malah enggak pernah nganggap ketulusan itu ada. Padahal itu
benar-benar, ada pada gue Andika... Kenapa lo enggak luangkan hati untukngertiin
cinta yang terus saja gue jaga buat lo, Beginikah akhir dari sebuah ketulusan
cinta itu? Buat gue. Iya mungkin akan terus seperti ini, Sakit... ketika gue
salah memilih orang yang pantas gue cintai. Terus buat apa gue lalui juga pilihan
itu kalau itu bukan terlahir untuk gue? Tapi untuk mereka yang gue enggak tahu
sama sekali. Lagi-lagi gue pingin tahu, cinta lo itu untuk siapa sih, Andika?
Yang gue tahu sendiri kalau itu jelas-jelas bukan untuk gue. "Sesa terus
menangis dalam diam.
Dan satu hal yang terlintas di benaknya saat terlalu lelah dalam
keadaan tidak menentu seperti itu. Dia butuh teman bicara, teman curhat. Dan
Sesa teringat kembali pada Reihan. Teringat pada satu kata yang mungkin saja
benar bisa membuat dia, tersenyum ketika sedih itu begitu terasa. 'Kecoak', karena
Reihan tidak lebih hanya seekor kecoak yang menganggap seorang Sesa sangat
berharga dalam kehidupannya. "Benarkah gue sangat berharga itu buat Io,
Rei? Ehmm..." gumam Sesa akhirnya mampu tersenyum dalam sedih ketika ingat
semua hal tentang Reihan.
Tapi karena keputusannya untuk tidak ingin lagi berteman dengan
Reihan membuatnya sadar kalau saat itu tidaklah tepat menghubungi Reihan untuk dapat
jadi teman bicaranya. Apalagi berharap mendengar cerita-cerita bagai waktu
dulu, ketika mereka masih berteman. Sesa sendiri yang memutuskan hubungan itu.
Dan Reihan sangat menghormatinya. Reihan tidak berani lagi bertemu dengan Sesa.
Karena itu sudah percuma saja. Sedangkan Sesa belum bisa memberinya maaf. Sebegitu
kejamkah Sesa pada Reihan?
Sesa masih punya Ela, Manda, Geo dan Jay yang terus-terusan
memintanya baikan lagi dengan Reihan. Mereka semua memintanya memberikan kesempatan
kepada Reihan, sekaliii aja. Dan Sesa berniat untuk menelepon mereka. Bila
perlu satu-satu. Sesa mengambil handphonenya, lalu mencari nama-nama yang
diperlukannya Sesa menghubungi Ela. Dia menunggu beberapa saat sampai dapat
memastikan kalau saat itu tidak ada jawaban sama sekali dari Ela. Handphone EIa
tidak aktif. Sepi!
Manda. Call. Giliran nomor Manda yang coba dihubungi oleh Sesa.
Lagi-lagi Sesa tidak mendapatkan jawaban apa-apa.. Kecuali sunyi. Namun Sesa
tidak putus harapan, kemudian dia menghubungi Geo dan Jay. Tapi tetap saja
mendapati keadaan yang sama, tidak ada jawaban sama sekali. Hampa!
“Akhkhkh! Apa hari ini semua handphone seluruh dunia juga tidak
aktif??' gumam Sesa memandangi layar handphone-nya.
Tapi dia masih punya satu harapan lagi. Yaitu Reihran. Satu-satunya
orang yang bisa mengeluarkan dirinya dari kesedihan yang enggak jelas saat itu.
Dan ketika Sesa teringat kembaii pada Reihan, seketika itu juga dia menjadi
sangat bingung memilih antara menelepon Reihan apa enggak. Sakin! bingungnya,
dia membutuhkan waktu untuk memutuskannya.
"Telepon... enggak,.. telepon...enggak..."
Sesa terlihat main teka-teki dengan menghitung jari-jemarinya.
"Telepon!"
Sesa buru-buru mencari nama Reihan yang tersimpan dalam memori
handphonenya, tapisayang, nama itu tidak ada. Dia tidak pernah terpikirkan
untuk meminta nomr' hendphone Reihan. Apalagi dia pernah kepikiran kalau Reihan
itu tidak berarti apa-apa Buat dirinya,
Reihan tengah melangkah bersama dengan kedua sahabat karib nya
yaitu Geo dan Jay, ketika terdengar suara merdu memanggil namanya.
"Hai Reihan!"
Langkah Reihan tertahan ketika dia melihat orang yang selama ini
dipujanya berdiri tepat di dihadapannya dengan wajah yang sulit diartikan, tapi
suara itu terdengar agak berat dari biasanya. Dan ticlak juga mengandung aura
kebencian seperti yang selama ini dikhawatirkan oleh Reihan dan membuatnya
memilih untuk tidak mendengarkannya. Setidaknya, inilah yang terjadi beberapa
hari terakhir ini antara dirinya dan Sesa. Reihan terdiam.
"Gue butuh ngomong dengan lo, boleh? Dan itu tanpa mereka
berdua." Sesa menunjuk Geo dan Jay yang sebenarnya sudah siap-siap untuk melarikan
diri.
"Mmm.,.mmm..." Reihan menoleh ke kiri dan ke kanan dimana
Geo dan Jay berada di samping nya dalam keadaan amat bingung.
"Udah, iya aja dodol. Bilang cepat!" geram Geo melihat
tingkah Reihan.
"Mmm... mmm… Lagi_lagi Reihan hanya bisa menggumam enggak
jelas.
"Bilang cepat dodol!" Jay ikut-ikutan jadi geram pada
Reihan. Dia pun menginjak jempolkaki Reihan untuk segera menyadarkannya dari suasana
canggung yang diciptakannya saat itu.
"Awww!!" teriak Reihan kesakitan.
"Kenapa?" tanya Sesa herah.
"Boleh," jawab Geo salah sambung dengan
mendorong Reihan lebih mendekat dengan Sesa. "Kita berdua
sebaiknya pergi. Bye!" Geo segera pergi menarik-narik tangan Jay yang
masih tetap menoleh ke arah Reihan dan Sesa untuk memastikan kalau Reihan masih
tegap berdiri meskipun jadi beku.
"Lo keberatan dengan permintaan gue, Rei...? Oke, kalau begitu
gue akan pergi,,, ujar Sesa terdengar tidak butuh lagi.
"Sesa... jangan pergi. Gue akan turutin keinginan lo. Selalu.
Jadi jangan kepikiran untuk pergi." Reihan menahan niat Sesa untuk pergi meninggalkannya.
Dia tidak ingin apa yang telah da terus semakin jauh dari dunianya, dimana Sesa
ada di dalamnya.
"Selalu?"
"lya. Selalu. Dan gue pernah buktiin itu, tapi ternyata gue
gagal. Buat lo. Jadi gue pingin mencoba lagi, meskipun kegagalan itu akan gue alami
juga. Tapi ketika lo mau mengajak
gue ngomong. saat itu juga gue akan mencoba lagi untuk menjadi pendengar yang
baik."
"Oh ya? Meskipun lo akan terus-terusan dibohongin gue..,,
tidak juiur ke gue?"
"Ngeboltongin lo, Sesa? Gue enggak ngetti apa maksud ucapan lo
itu?"
"lni!" Sesa melemparkan beberapa lembar kertas kei arah
Reihan. "Lo akan ngerti setelah ngebaca apa yang ada dalam kertas-kertas
itu."
Reihan memungut kertas itu satu demi satu. Beberapa saat kemudian memulai
memperhatikan apa yang terlulis disana dengan seksama. "Oh." Hanya
itu yang bisa keluar dari mulut Reihan ketika mengetahui kalau kertas itu tidak
lain adalah beberapa e-mail yang telah dikirimnya kepada Sesa.
"sekarang gue yang seharusnya nanyah ke lo, apa sih sebenarnya
maksud semua itu? Lo yang tidak pernah rido ngeliat gue bersama dengan Andika
sarmpai akhirnya perkelahian itu terjadi. Lo yang dengan bangganya ngirimin gue
e-mail lengkap dengan kata-kata yang sebenarnya menertawakan gue dan sampai
hari ini lo dengan pedenya berdiri di atas panggung untuk menunjukkan ke gue
kalau gue itu benar-benar tolol di hadapan lo. Apa sih maksud semua kebohongan
demi kebohongan lo itu?"
"Bukan seperti itu Sesa. Gue enggak pernah kepikirkan kayak gini.
Gue hanya...
" Hanya ingin bikinin surprise buat
gue dan lo akan ngeliat gue tertawa bebas seperti ketika dengerin cerita-cerita
lo itu. lo itu enggak mau jujur ke gue. Dan mungkin enggak akan pernah jujur ke
gue."
"Sesa..., please banget dengerin gue. Kemudian terserah lo mau
bilang apa lagi ke gue." Reihan nampak memohon di hadapan Sesa, seseorang
yang dipujanya selama ini. Dan sekarang mereka bisa berbicara kembali.
Merupakan satu anugerah buat Reihan. "Gue merasakan cinta itu lagi saat tuhan
mempertemukan kita kali yang pertama di sana, di gerbang sekolahan. Dan mulai
detik itu gue pingin lebih kenal dengan cinta itu walaupun akhirnya nanti tidak
akan pernah bisa bersama. Sekian lama, gue tidak lagi peduli dengan perasaan
seperti itu setelah terakhir kali gue diberi kesempatan mengenal Fera. Tapi
akhirnya, dia pun lebih memilih orang lain yang lebih dari segala-galanya dari
gue. Dan sejak itulah istilah broken heart menjadi suatu kebanggaan buat gue.
Sampai hari ini ketika gue merasa akan kehilangan juga." Reihan
membutuhkan beberapa detik untuk menghempaskan napasnya yang terasa berat.
"Sesa..., gue enggak pernah kepikiran sedikit pun kalau apa
yang gue rasakan akan terbalaskan. Lo juga berhak untuk memilih siapa yang
pantas lo sukai. Tapi ketika lo memilih Andika, barulah gue sadari kalau gue
benar-benar enggak rela ngeliat lo akarn terluka. Dan gue sudah mengataln
kenapa? Cinta mengajarkan ke gue untuk selalu berusaha membuat orang yang kita
cintai terus merasa bahagia. Inilah satu hal yang gue dapatkan. Itulah mengapa
gue terus berusaha memahami diri lo ketika dalam sedih sekalipun. Gue mencoba
menghibur lo. Sampai akhirnya lo ngerasa enggak begitu nyaman dengan semua itu
dan memilih menjauh dari gue yang entah kapan akan memiliki arti dalam hidup lo....
Tapi tak mengapa selama itu bisa memberikan rasa bahagia buat lo. tapii ternyata
gue salah kalau menganggap lo bahagia ketika memilih keputusan itu."
“Jadi menurut lo. gue ngerasa enggak bahagia saat tidak lagi
bersama lo, begitu?" tanya Sesa berusaha keras untuk tidak menangis.
"lya. Itulah yang gue lihat, yang gue rasa dan yang gue
dengar. Dan enggak ada cara lain buat gue untuk ngehibur lo kecuali dengan mengirim
e-mail-e-mail itu."
"Dan itu suatu ketidak jujuran buat gue."
"Gue enggak ada cara lain ketika lo ngerasa benci banget dengan
gue. Dengan begitu gue enggak mungkin nemuin lo meskipun membawa seribu ucapan
maaf sekalipun, kemudian bisa menemani lo ,lengan membacakan sederet kata-kata
dalam puisi itu. Atau bila mungkin, mendendangkan lagu dan menjadikan lo
sebagai pendengar. Gue sudah dapat pastikan itu tidak akan terjadi karena tadi,
gue enggak berarti apa-apa Sesa..., buat lo."
"Lo aja enggak bersungguh-sungguh berusaha untuk minta maaf ke
gue, Rei."
"Oh ya...? Gue enggak ngerti deh. Gue kan udah bilang kalau
gue minta maaf ke lo, Sesa."
"lya. Gue juga masih ingat. Tapi buat gue, lo itu tidak cukup
usaha ngebuktiin ke gue kalau lo itu benar-benar minta maaf. Lo sendiri malah menghilang
dan tidak pernah mencoba nemuin gue lagi. Apa seperti itu orang yang
bersunggung-sungguh?"
"Gue hanya enggak berani lo ngerasa terganggu ketika gue ada
bersama lo."'
"Basi! Lo terus saja bilang begitu. Pengecut sekali jadi
cowok."
"Hei, bukannya begitu, Sesa?"
"Memang begitu kok. Sekarang aja gue yang bela-belain
nyamperin lo."
"Gue enggak bisa bilang apa-apa lagi. Memang gue enggak cukup
punya keberanian untuk datengin lo. Gue masih ingat lo segitu marahnya ke gue.
Jadi gue enggak mau lagi bikinin lo marah seperti itu." Reihan mulai
kebingungan untuk menghadapi Sesa. "Tapi sekarang gue akan minta maaf
sebanyak-banyaknya ke lo. Gue masih ada kesempatan kan?"
"Udah, simpan aja ucapan maaf itu. Lo sudah banyak salah ke
gue." Sesa berbalik untuk meninggalkan Reihan. Dia pun beranjak pergi Melihat
keadaan yang kurang menguntungkan itu reihan segera berlari mengejar Sesa dan
menghadang langkah sesa.
"Sesa..., maafin gue please."
Sesa menghindar sesegera mungkin meninggalkan tempat itu. Namun
lankahnya tertahan juga ketika dengan cepat Reihan memegang tangannya.
“Gue ingin segera pergi. Jadi bisakah tangan lo itu menyingkir dari
tangan gue?”
“dengan cepat Reihan melepas tangan Sesa dan membiarkannya pergi.”
Kali ini dia tidak mengejar lagi. Tapi reihan masih tetap berdiri untuk
mrnunggu suatu keajaiban yang menbuat sesa menoleh kearahnya. Dia pernah
berharap seperti itu. Satu…dua…tiga… reihan menghitung dalam hati sambil terus
berharap, dan sesa pun melihat kearahnya baru kemudian benar-benar pergi. Kali
ini do’a Reihan dikabulkan.