Tulisan Jlan

Sesungguhnya Jika Kita Bersungguh-sungguh Maka Akan Berhasil

Cursor Animation

Senin, 04 Juni 2012

Ale'EnK

Imam El-Buhari


NOVEL

“KALAU CINTA MENENGOKLAH”
Kriiinggg... Kriiinggg... Kriiinggg... Bruk!
Jam beker itu terjatuh dari meja kecil yang berada di samping tempat tidur Sesa. Pecah. Padahal baru pertama kali ini dia mengaktifkan alarm di jam itu, tepat di jam setengah tujuh pagi. Tapi begitu aja terkena tangan kanannya, saking kagetnya dengerin deringan jam itu. Pada hari-hari sebelumnya, dia tidak pernah terpikirkan untuk dengerin bunyi-bunyian berisik ketika dia pertama kali membuka kedua matanya di pagi hari. Harapan Sesa setiap kali terbangun, adalah dia bisa tersenyum dengan sempurna. Cukup manis, karena teringat mimpi indahnya tadi malam.
Tapi tidak di pagi itu. Entah mengapa, dia malah kepikirin untuk mengaktifkan alarm jam itu tadi malam. Padahal, baginya hal itu cukup menyebalkan karena bikin kamarnya berisik aja dipagi hari. Saat itu, kedua mata Sesa masih terpejam Terasa sekali kalau dia amat maias untuk membuka matanya. Memang dengerin jam beker itu berisik di pagi hari, tergolong menyebalkan bagi Sesa. Lebih lebih jam itu tepat berada di telinganya. Tapi, kenapa dia malah
mengaktifkan juga alarm jam itu tadi malam? Masih belum terpikirkan olehnya alasannya kenapa, karena dia masih belum sadar betul. Dia membutuhkan waktu untuk mengumpulkan seluruh arwahnya yang entah pada pergi kemana semalam. Betul_betul berisik. Sangat berisik dan menyebalkan.
Dengan separuh nyawa Sesa membuka matanya. Menggerakkan kaki dan tangannya yang Tak pernah disadarinya kalau tadi tangan kanannya sudah meminta korban. Jam beker yang terus saja. dipelototinya ketika sepasang matanya sulit untuk terpejam, ketika otaknya terasa beku sebab PR-PR yang menumpuk, ketika dia ngerasa gelisah sebab teringat seseorang, ketika angannya melayang-layang dan akhirnya sampai di Dufan dan termain di taman-taman yang dia sangat sukai, jam itu sudah terjatuh entah berada dimana. Terus saja berdering. Tidak mau berhenti.
Saat sepasang mata Sesa mulai terbuka lebar, barulah dia menyadari ada suara berisik yang entah berada di mana. Yang pasti, dia masih hafal betul kalau itu berasal dari jam bekernya.
"Uhuuuhhh... Berisiiik...!” keluh Sesa ngedumel sendiri. Dia ngucek-ngucek matanya, lalu segera bangun meski terasa cukup males. Dia noleh kesana kemari untuk mencari dimana jam berisik itu berada. Disekitar meja kecil itu tidak dilihatnya. Demikian juga dibawah meja belajarnya. Juga tidak ada. Sesa butuh konsentrasi untuk memastikan dimana dia  mendengarkan suara jam itu. Dia butuh narik napas karena sepertinya nyawanya belum semuanya ngumpul.

"Naaa, ketemu... Di kolong," gumam Sesa.
Cepat-cepat ia memeriksa kolong ranjang.
"HAHI!!"
Sesa melotot tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ternyata saat itu jarum jam sudah jam tujuh lebih lima belas menit. Karena masih belum jelas bener jarum jam itu tepat di posisi angka berapa, dia kembali ngucek-ngucek matanya untuk mastiin angka yang telah ditunjukkan oleh jarum pendek di jam beker itu. Emang benar, saat itu sudah jam tujuh lewat lima belas menit, dan mulai sekarang sudah mulai lewat enam belas menit. Dan sebentar lagi lewat.
"Bibiii...!!!" jerit Sesa menyingkirkan selimut yang dari tadi masih nempel ditubuhnya. Kemudian dilemparnya begitu aja dan tepat mengenai vas bunga yang ada di meja kecil samping ranjangnya,
PRANG!
Vas bunga itu jatuh ke lantai dan pecah.
Secepatnya Sesa keluar dari kamarnya.

 "Bibiiii...!l!" teriaknya kembali. Cukup keras dan menggema di seluruh ruangan rumah yang cukup besar itu karena si bibi belum juga nunjukin batang hidungnya.
"lya, Non...!" sahut Bi Leha terdengar tidak terkontrol. Perasaan cemas dan terkejut mendapat panggilan darurat dari nona majikannya beraduk menjadi satu dalam Pikirannya.
“HUAAA...!"
Bi Leha hampir menabrak Sesa yang saat itu juga melangkah tergesa-gesa.
“HUAAA...!"
Sesa jadi kaget setetngah mati setelah hamper aja jidatnya ketemu dengan jidatnya Bi Leha.
“Bibi ini apa-apaan sih?1". gerutu Sesa berusaha menahan kantuk.
"Ma... maaf, Non. Sori ye." Wajah Bi Leha berkerut merasa salah. "Oh ya, ada apa, Non?"
"Ada apa, ada apa.'.? Kenapa Bibi nggak bangunin Sesa?" tanya Sesa mulai bisa melihat dengan jelas wajah si bibi yang mulai keriput itu.
"Kan tadi malam, Non sendiri yang ngasih peringatdn keras sama Bibi kalau jangan sekali-kali bikin pintu kamar Non Sesa sampai berisik di saat pagi gini?"
"Oh ya...?" Sesa diam seperti mengingat beberdpa kejadian yang sempat dilakukannya tadi malam.
"lya, Non... Tadi malam itu, setelah shalat Isya' Bibi kan nanyain ke Non, apa besoknya Non akan dibangunin lebih pagi dari biasanya. Bibi nanyanya gitu karena tau kalau hari ini hari pertama Non masuk sekolah di sekolahannya Non yang baru Iya kan, Non?" "...???!!."
Mulut Sesa mengaga lebih lebar lagi seperti baru ingat sesuatu yang amat penting di pagi itu.
Hanya sejenak.
Emang hari ini, hari pertama dia masuk sekolah lengkap dengan seragam kebesaran anak SMU. Baju putih, rok abu-abu.
Sesa segera berlari ke kamar mandi ,tanpa peduliin lagi sepasang mata Bi Leha yang ikut-ikutan terkejut.
"Non... Non Sesa...!" panggil Bi Leha ingin tau apa sebenarnya yang terjadi dengan Sesa.
BRAK!
Sesa membanting pintu kamar mandi sebagai balasan teriakan Bi Leha. Saat itu, di benaknya hanya muncul muka seram dan judes guru yang jelas-jelas akan rnemarahinya habis-habisan. Dia sudah dapat memastikan kalau hari ini, sebagai hari pertama dia terlambai datang ke sekolahan, juga hari pertama dia bakalan kena setrap guru kelasnya.
Mampus deh gue hari ini. Iya, ini adalah hari pertama gue sebagai anak SMU. Hari pertama gue ngerasa benar-benar merdeka dari seragam putih biru gue yang saat ini sudah sangat kekecilan. Hari pertama gue untuk tersenyum karena udah bisa make seragam hayalan gue sejak dulu. Putih Abu. Seragam kebanggaannya anak SMU. Hari pertama gue untuk main poles-polesan tanpa harus ngerasa malu-malu lagi sama mama papa. Hari pertama gue untuk liatin temen gue si Eca centil. Pasti deh bakalan makin imut kalau make seragam yang katanya sedikit kebesaran itu. Gue pasti kehilangan gaya untuk ngetawain dia. Huahaaaa,.. Hari pertama gue untuk ngelakuin rencana gue untuk ngebalas cowok super reseh yang ngaku jadi ketua OSIS itu. Hari pertama gue untuk dengerin materi-materi pelajaran yang katanya semakin sulit ketimbang pelajaran anak TK Inpres dulu. Hari pertama gue untuk menoreh rekor tercepat untuk dapetin omelan guru. Duh, gawat! Kok semuanya jadi berantakan gini? Keluh Sesa dalam hati.
"Non... Non Sesa..."
-TOK-TOK-TOK-
"Non..."
-TOK-TOK-TOK-
Suara Bi Leha semakin mengacaukan otak Sesa. Lagi-lagi suara berisik itu terdengar di telinganya setelah membanting jam bekernya yang juga bikin berisik.
"Huk..." Sesa jadi tersedak karena kaget dengerin Bi Leha yang gedor-gedor pintu kamar mandi kayak orang diuber syetan. Jadi deh, bikin rencana-rencana di benak Sesa ikutan buyar. “Ada apa lagi sih, Biikk...?!"
"Udah jam setengah delapan, Non."
"What...?!" Sesa makin cemas aja dengerin sekilas info dari Bi Leha. Kalau benar ini udah jam delapan, berarti dia udah positif terlambat.
"Jam setengah delaPan , Non."
"Kenapa Bibi nggak ngasih tau aku dari tadi sih?!" Sesa bergegas nyelesaiin acara mandinya. Yang penting udah terasa bersih, jadi nggak butuh bersolek lagi. Kenapa sih gue jadi berantakan kek gini sih? Kenapa gue bisa bangun kesiangan? Kenapa juga alarm jam beker itu pake loncat-loncat segala? Kan gue udah ngepasin di jam setengah tujuh, tapi kok bunyinya jam tujuh lebih sih. Huhh. Mimpi apa sih gue semalam?
Sesa terlihat merenung. Dia mencari mimpinya tadi malam.
Gue sama sekali nggak mimpi apa-apa. Gue nggak bisa tidur pagi hanya gara-gara cowok super reseh itu. Gue habisin waktu gue semalaman penuh untuk mikirin gimana cara bikin pembalasan sama kakak kelas yang katanya ketua OSIS itu. Dia kira dia cowok paling keren sejagad. Emang anaknya cakep sih, tapi kelakuannya itu tuh, sangat menyebalkan. Mentang-menfang dia ketua panita orientasi, jadi seenaknya aja sama gue.
Sesa makin ngedumel dalam hati. Seiring dengan itu, waktu pun terus berlalu.
SRIIIT!!!
Sesa nginjak rem mobil dengan sedikit berutal saat memasuki areal parkir sekolahan. Dengan menggunakan seragam putih abu, dia sudah dapat lampu hijau dari nyokap dan bokapnya untuk bawa kendaraan sendiri ke sekolah. Hari itu, dia mutusin untuk nyetir sendiri setelah ngerasa benar-benar akan terlambat. Bang Sanip yang telah dipercayakan untuk mengantar kemana pun dirinya pergi, terpaksa memilih main kucing-kucingan sama Pak Satpam setelah ditinggalin begitu saja oleh Sesa.
Hari itu waktu betul-betul terasa sangat berharga bagi Sesa di hari pertamanya jadi anak SMU. Makanya dia sedikit berutal nginjakin rem mobilnya.
“HUAAAA!!!”
Tukang parkir yang tengah asik ngatur ketertiban areal parkir kaget setengah mati dengerin bunyi rem yang diinjak dengan kasar. Mulutnya menganga kaku sehingga menyebabkan lipri di mulutnya jatuh. Kesadarannya belum pulih juga ketika Sesa semakin mendekat dengan langkah tergesa-gesa.
“Sori ya, Pak,” ujar Sesa minta maaf sebelum hemudian berlari karena ingin segera sampai di kelasnya.
Petugas parkir itu belum nyadar juga. Dia masih melongo seperti orang ngeliat hantu masuk arel parker yang menjadi wilayah kekuasaannya.
Tuh kan, anak-anak yang lain udah nggak ada lagi berkeliaran. Pasti deh, mereka udah pada sibuk ngikutin pelajaran di kelas masing-masing. Sementara gue, aduhhh... bener-bener bad day nih hari buat gue. Gimana gue bisa tercatat jadi siswi toladan kalau hari pertama aja udah bikin masalah. Mudah-mudanan gurunya nggak judes atau kiiler. Mudah-mudahan gue nggak dikeluarin dari kelas. Dan mudah-mudahan tuh guru nggak minta tenaga keamanan untuk giring gue ke ruangan BP Gue benci sama ruang BP karena orang yang masuk ke sana nggak pernah semakin ngerasa baik. Malah dicap pembangkang oleh sekolah. Duh, malu-maluin. Masak cewek gini, cantik lagi, unjung-ujungnya dibilangin badung. Nggak cewek banget kan? Belum lagi soal si cowok reseh itu. Pusiiiingngng... Sesa terus ngedumel dalam hati. Tak henti-hentinya dia mukulin jidatnya sendiri karena ngadepi hari yang menurutnya buruk itu.
Bad day!
"Hai."
Seorang cowok berdiri tepat menghadang langkah Sesa yang saat itu masih berlari-lari kecil. Ternyata Andika, lengkap dengan senyum andalan-nya. Senyum pembeku dan sudah minta banyak korban qnak-anak cewek yang langsung nunjukin wajah sumringah mereka saat dapat senyuman pembekunya Andika. Tentunya penuh kekaguman. Tidak ada yang sanggup mengelak dari senyuman maut itu. Mereka sudah dapat dipastikan akan terdiam kaku, melongo dengan mulut terbuka, mata membelalak lebar- Itu tuh, kayak orang begok.
"Hah...!!" Dengan gerak refleks, Sesa meng-hentikan langkahnya. Dia kaget setengah mati karena sama sekali tidak pernah menyangka akan bertemu dengan seseorang yang cukup mampu mengundang emosinya. sampai ke ubun-ubun. Andika, berdiri tegak lengkap dengan kekekaran tubuhnya yang hampir aja bikinin tubuh Sesa mental. Senyumnya itu loh, menggoda banget dan teramat manis di mata Sesa sehingga bikinin Sesa hanya bisa melongo nggak jelas.
Sepertinya Sesa ngerasa takjub dalam diam. Dia nggak tau mau ngolnong apa laQi. Kebencian yang siap ditumpahkan dihadapan Andika teryata sirna begitu aja. T.iba-tiba Sesa terserang tulalit dadakan.
"Kaget iya? Nggak pernah nyangka ya, kalau akan ketemuan dengan gue disini? Atau lo malah ngerasa saat ini, detik ini, lo masih ngimpi," celoteh Andika penuh percaya diri.
Sampai sejauh ini, mulut Sesa masih bungkam. Sepertinya tuh mulut terkunci rapat hingga nggak mampu untuk ngeluarin kata-kata saking kagetnya.
Dia shock.
"Hei...!" Kali ini suara Andika sengaja diperbesar untuk menyadarkan Sesa.
Sesa butuh ngeluarin napas kuat-kuat yang tadi terasa mampet. "Haa... a...apa...? Lo ngomong sama siapa? Gue...?" Kata-kata Sesa terkesan bodoh. Bahkan sangat bodoh.
"Nggak... Gue nggak ngomong sama Io. Gue ngomong sama Sesa yang tiba-tiba aja jadi aneh kayak patung... Lo sehat-sehat aja kan saat ini?” tanya Andika jelas-jelas ledekin Sesa.
Dan Sesa cukup peka dengan pertanyaan semacam itu.
"Apa lo juga ngerasa sehat_sehat aja setelah ngalangin jalan gue? Lo itu nyadar nggak sih jadi orang?" Sesa jadi jengkel. Mukanya terkesan jutek.
"Gue...? Gue sangat sehat. Lo liatin sendiri senyum gue nggak pernah hilang. Itu tandanya gue happy."
"Apa...? Lo bilang happy dengan ngelakuin hal yang hampir aja nyelakain gue. Lo emang benar-benar udah sinting kali ya.,,
“Tapi lo nggak celaka kan?” Masih aja Andika mamerin senyumnya.
"Nggak celaka, nggak celaka... Emang lo itu sengaja ya, mau bikinin gue celaka. Apa sih maunya lo ampe nyegat langkah gue. Inget ya, disini ini nih, sekolah bukan pasar ataupun jalanan. Lo kira, gue cukup banyak waktu buat ladenin cowok yang sok top dan keren kayak lo... Nggak... gue nggak cukup banyak waktu. Karena itu, sekarang..,, harap lo menyingkir dari hadapan gue, dan biarin gue sampai ke kelas dengan tenang, okey...,, Sesegera mungkin Sesa beranjak pergi setelah cukup puas nyemburin Andika dengan kata-kata sebagai ekspresi kejeng_ kelannya. Apalagi jam tangannya hampir mendekati angka delapan tepat. Berarti dia udah benar_benar terlambat. Kalau emang dia terlambat, berarti dia kudu cari alasan yang pas. untuk bisa meloloskan diri dari sebutan anak males, bandel dan tidak peduli dengan kedisiplinan sekolah. Tapi apa mungkin 'dalam keadaan seperti ini dia bakalan temukan alasan yang pas, sementara cowok yang menyebalkan itu tiba-tiba aja menghadang langkahnya lengkap dengan tampang mempesona.
"Eh, hmmm... tunggu sebentar. Gue butuh waktu lo, sedikit aja..." Andika jadi gelagapan. Tapi secepat mungkin menarik tangan Sesa dan cukup berhasil bikinin muka Sesa tambah jutek. "Just moment, okeY..."
"Siapa sih lo, hingga berani-beraninya narik tangan gue seenaknya aja...?! Apa lagi maunya Io….. Atau jangan-jangan lo emang bermaksud jahat ke gue...?"
"Nggak Sesa... Gue masih cukup waras untuk ngindarin satu tindak kriminal. Dan gue juga nggak cukup waktu untuk ngejelasin siapa gue Lo juga bilang itu ke gue, kalau lo nggak cukup waktu untuk dengerin biografi gue yang pasti tidak sedikit. Tapi yang jelas, gue tau kalau lo itu udah tau sedikit  banyak tentang gue. Dan ini yang terpenting buat gue omongin ke lo..." Andika sepertiragu-ragu untuk ngelanjutin omongannya yang emang sudah panjang lebar itu.
Dalam hati, Sesa ngerasa sangat dongkol. Tapi dia pingin tau juga apa sih sebenarnya keinginan Andika yang memang sudah dikenalnya itu. "Apa yang mau lo bilang ke gue, ayo bilang cepat karena waktu gue udah habis buat ladenin lo?”
"Gu... gue... pingin lo jadi pacar gue, Sesa...”
Deg!
Hati Sesa berdetak kencang.
BRUKKK!
Buku-buku yang ada di tangannya jatuh semua. Hari itu, emang Sesa bawa buku banyak-banyak karena belum mencatat jadwal pelajaran. Makanya semua buku yang dia punya ikut memenuhi tas skulnya. Karena tidak cukup di tasnya, beberapa buku dia tenteng aja tanpa ngerasa lelah sedikit pun. maklum, sebagai siswa baru, pasti deh semuanya serba baru. Jadi semangat pun masih baru. Ini juga kebiasaan Sesa sewaktu jadi anak SMp dulu.
Semua jadi diam. Angin pun terasa herhenti bertiup. Daun-daun seperti melayang nggak jelas. Sesa terdiam seakan kehilangan kata_kata untuk diucapkan kembali. Andika juga terdiam, menunggu jawaban apa yang bakalan keluar dari mulut Sesa. Dia tau kalau saat itu, Sesa sangat shock.
 Apakah ini mimpi? Apakah saat ini gue lagi bermimpi? Hai semua orang... kasih tau ke gue,apakah ini nyata atau hanya sekedar mimpi?!
Sesa butuh memukul-mukul pipinya untuk mastiin kalau saat itu dia nggak lagi mimpi. Bahkan dia sempat tolah-toleh untuk memastikan kembali, apa sebenarnya yang terjadi saat itu. Dia sama sekali nggak percaya kalau Andika sebagai anak cowok paling top di sekolahnya menembaknya dengan tiba-tiba. Tanpa rayuan yang tentu saja Andika cukup mahir untuk ngelakuinnya. Biasakan, yang namanya cowok populer itu banyak cara untuk menaklukkan hati seorang cewek. Dan salah satunya adalah dengan mengumbar rayuan pulau kelapa. Tapi kali ini, Andika.sama sekali tidak mengeluarkan jurus itu. Andika tidak merayu. Bahkan terkesan bikini Sesa jutek abis, meski Andika sempat mamerin senyum pembekunya saat tebar pesona di hadapan Sesa.
"A... apa lo bilang barusan tadi? E... elo bilang apa ke gue, Dika...? Lo itu salah ngomong ya, atau gue yang salah denger?" ucap Sesa dengan tatapan tidak tenang. Akhirnya dia bisa juga bersuara setelah beberapa saat terdiam.
"Nggak.. . Lo nggak salah denger. Gue meminta lo untuk jadi pacar gue," jelas Andika mengulangi bicaranya. Kali ini terdengar cukup jelas di telinga Sesa.
"Hah? E...lo minta gue buat jadi pacar lo...? "Mata Sesa membelalak tidak mengerti.Lebih
jelasnya, tidak percaya. "Lo itu bercanda kan...Nggak serius kan?"
"'Apa gue kelihatan seperti orang bercanda?"
Mau nggak mau Sesa memberanikan diri untuk natapin mata Andika. Sejauh itu, dia masih tidak bisa menangkap makna apa yang tersembunyi dibalik tatapan yang menurutnya menjengkelkan itu.Dalam hatinya seperti ada suara-suara yang berkecamuk dan bikinin semuanya jadi tidak menentu.
Bilang iya agar semuanya jadi jelas buat Io, Sesa.,. Bilang iya, sebab sebenarnya dari pertama kali liatin cowok itu, lo udah naruh rasa sama dia. Lo kagum sama dia. Lo suka sama dia. Dan kini, dia malah minta kesediaan lo buat jadi pacar. Ini satu hal yang sangat membahagiakan dalam dunia remaja lo. Dan juga pasti akan sangat indah. Inget...ini adalah satu-satunya. kesempatan emas buat lo untuk dapetin cowok yang sebenarnya selama ini lo impikan, lo hayalin. Nggak banyak cewek yang punya kesempatan bagus kayak gini. Dan perlu lo tau, banyak sekali cewek yang nganteri hanya untuk menunggu ucapan manis itu keluar dari mulutnya Andika.
Sesa masih diam dalam ketidak pastian. Bahkan dia merasa tubuhnya jadi dingin. Bahkan
panas dingin kayak terserang demam tiba-tiba. Banyak suara-suara yang berkecamuk di telinganya. Satu suara lagi sepertinya ikut meramaikan suasana hati Sesa saat itu.
Tapi dia telah berlaku kurang ajar sama gue. Seenaknya aja dia perlakukan gue kayak boneka yang mau disuruh begini-begitu. Gue benciii... Inilah saat yang tepat untuk memulai sebuah drama.
"Gila..." Akhirnya keluar juga jawaban dari mulut Sesa setelah ngerasa dirinya ikut-ikutanmelayang hanya gara-gara ngadepin Andika yang menurutnya tidak jauh beda  dengan orang gila'
"Siapa yang gila?"
"Lo yang gila."
"Apa...?"
 "Iya , lo yang gila… Lo tau nggak…hanya orang yang kurang waras aja yang minta seseorang buat jadi pacar dengan tiba-tiba kayak gini. Lo kira gue akan leleh  dengerin kata-kata aneh lo itu. Lo kira gue akan nurut gitu aja hanya- gara-gara liatin tampang keren Lo itu. Lo kira gue akan percaya meski lo udah capek-capek mamerin senyum manis lo itu….tapi nggak. Apalagi inget perlakuan Io ke gue yang menurut gue  sangat kasar bagi seorang cewek'" Sesa pergi.
Sesa..."
"Stop! Jangan ngomong apa-apa lagi.gue nggak mau diganggu lagi, jadi jangan pernah lagi merasa pede dan ngucapin kata-kata aneh itu."
Sesa ngerasa dadanya betul-betul sesak. Kemudian dia segera Pergi'
Sementara Andika menatap tidak percaya. Baru-fertama kalinya dia ditolak, dan itu nggak
pernah disangkanya.
Malam itu di sebuah mall yang ada di Citilitan, tampak Sesa dan Eca tengah melangkah  beriringan. Keduanya tampak ceria dengan tawa berderai lepas seperti orang yang tidak puya beban sama sekali. Keceriaannya gadis belia. yah, dengan jalan-jalan sambil shoppiig bikin pikiran agak fresh setelah setiap hari di sibukkan oleh beraneka racam buku yang menumpuk.  belum lagi urusan hati yang cukup manjur bikinin muka berubah menjadi berbagai macam  ekspresi. Kesel, sebel, bete, jutek, murung, pucat, berlierut, cerah, berbinar ceria bahkan kusut kayak dompet tanggung bulan. Dan mana sih, yang cocok buat kamu? Heheee...
Mereka butuh muter-muter dulu sampai puas, baru kemudian memutuskan untuk berbelanja, membeli beberapa keperluan anak cewek agar bisa tampil energik dan anggun. Diluar keinginan untuk tebar pesona. Sesa menyeret tangan Eca menuju sebuah toko pakaian. Mereka baru saja menginjak escalator yang agak lengang. Tapi sebentar aja sudah ada beberapa anak cowok bergerombol dan terkesan imut.
"Hallo cewek manis dan hmmm…. Cantik…."
Anak-anak yang menyapa itu ternyata masih siswa es-em-pe yang cukun nekad berkeliaran di mal lengkap dengan seragam kebanggan mereka. Rupanya mereka butuh cuci mata setelah ngerasa stress dengan tugas-tugas mereka. Hari Minggu gini, mereka masih mamerin seragam putih-biru mereka. Pasti deh mereka ikutan jam tambahan karena otak mereka nggak begitu encer.
"Hai juga cowok-cowok ganten. Kalian imut deh... balas Eca dengan suara sengaja dibuat selembut mungkin, Emang centil.
Gerombolan anak-anak SMP yang ngerasa pede abis negurin cewek diatas usia mereka pada menatap melongo. Mereka bengong, bahkan salah seorang diantara mereka hampir aja jatuh di escalator saking takjubnya.
"Heh, kerjain dulu peer kalian baru jual pesona pada cewek. kecentilan banget sih" tukas Sesa cukup keras dan bikinin mereka terbangun dari mimpi.
"Haaa.. "
Mereka tersadar dari khayalan yang tidak kesampain. Beberapa orang ibu yang cukup gemuk mendesak langkah-langkah mereka.
“AWWW!!!”
Tiga orang anak berteriak keras karena jempol mereka keinjak alas sendal ibu-ibu yang ternyata cukup keras itu.
"Huahaaaa..."
Sesa dan Eca tertawa berderai terus beranjak pergi.
"Mereka lucu deh," ujar Sesa di sela-sela tawanya.
"Lucu bangeeet. Imut-imut lagi," tambah Eca kemudian tertawa lagi.
Mereka berbelok, tapi...
"Waaa!!"
BRUK!
Tubuh Sesa sedikit terpental dan hampir aja jatuh ke lantai malyang ngejreng dan mengkilap itu. Dan itu tidak sampai terjadi setelah kedua tangan kekar itu buru-buru memegang tangannya dengan gerakan refleks. Badan Sesa sedikit condong dan nampak terbujur kaku dengan sorot mata tidak percaya.
Dua pasang mata saling pandang sama-sama tidak percaya, sama-sama membelalak lebar, sama-sama mamerin mulut yang sedikit menganga, sama-sama heran. Dengan tangan masih tetap berpegangan. Lumayan erat. Sepasang tangan halus dan kasar, saling bertemu. Tangan halusnya Sesa dan sepasang tangan yang terasa kasar. Tangannya Andika yang sepertinya nggak rela membiarkan Sesa terjatuh kelantai yang sudah dapat dipastikan akan membuat badan terasa ngilu, dan tentu saja akan memalukan kalau sampai Sesa terjatuh saat itu.
Adegan saling pegang itu, saling tatap itu, saling mamerin gigi yang ternyata sama-sama putih karena mulut mereka masih aja menganga, mirip sekali dengan salah satu adegan dalam film India. Diitambah lagi satu tatapan takjub dengan ekspresi wajah seperti orang bermimpi, Eca lebih kaku lagi dari orang-orangyang dilihatnya, Dia leleh, dia ngiri, dia ngiler, namun cepat-cepat nutupin mulutrya yang menganga cukup lebar.
“Sesa..." Andika menyebut nama itu dengan perasaan tidak tentu. Semua rasa bercampur baur saat itu, di hatinya. Seperti rasa bahagia seseorang yang mendapat durian runtuh. Dan dia jadi bingung sendiri karena nggak tau mesti gimana lagi. Karena baginya, sosok itu semakin mempesona di matanya, Tak terasa ada yang mendesir aneh, Sangat halus dan cukup terasa, Sangat terasa.
CINTA.
"Andika..," gumam Sesa setelah menyakinkan diri kalau apa yang dialaminya saat itu adalah suatu kenyataan, Benar-benar terjadi. Berarti dia tidak lagi bermimpi. Terasa mulai indah, Dia mulai suka karena sanggup meninggalkan keindahan di hatinya. Hanya sejenak, karena setelah itu, "Apa yang lo lakukan, eh?!"
Cepat-cepat Andika melepas tangannya yang sejak tadi memegang kedua tangan Sesa, Dia masih sangat sadar kalau dia tidak cepat-cepat berbuat itu, bisa-bisa Sesa kehabisan gaya untuk menyemburnya habis-habisan di tempat umum seperti itu, Meski dengan kata-kata, tapi sudah dapat dipastikan semua orang akan segera berkumpul dan tertarik untuk menyaksikan adegan satu babak itu. Sebuah adegan drama, menurut mereka. Lumayan romantis, tapi menyembunyikan satu tindakan kekerasan, semisal muka memerah terkena tamparan.
"Hmm, so... sori." Andika agak tergagap mendapat sentakan yang lumayan keras. Dia sudah dapat membayangkan kalau Sesa akan kambuh lagi Jutek.
Sesa semakin memelototkan matanya tidak terima. Dia diam. Sementara Eca terjungkat dengerin volume suara Sesa yang menurutnya salah. Dia belum bisa ngomong sepatah kata pun.
"lni bukanlah suatu kesengajaan. Kalaupun menurut lo gue yang salah seperti yang sudah-sudah, gue rninta maaf dan itu telah gue lakuin. Sekali lagi, sori...y" ucap Andika terdengar serak.
"Apa...?! Lo kira dengan ngucapin maaf itu semuanya akan selesai dan tidak pernah terjadi apa-apa, gitu...? Emang deh lo itu...,, Sesa tidak sedikitpun peduli pada wajah muka Andika yang sebenarnya udah kelihatan memelas padanya.
"Plis deh Sesa.. Kalau emang itu nggak cukup, apa perlu gue nyembah-nyemban ke lo? Apa lo ngarepin gue ngemis-ngemis untuk bikinin lo ngerti?”
Sesa membuang muka setelah capek mandangin Andika. Dari tadi dia tidak begitu berani mandangin sepasang mata tajam itu. Di beiakangnya
Eca mukul-mukulin jidat sendiri tidak habis mengerti akan sikap sohibnya yang udah tidak memedulikan janjinya, Sesa kan udah janji udah sedikit lembut, malah itu terlupakan sama sekali.
“Sesa..., iling Sesa...” Eca goyang-goyangin tangan Sesa.
"Maksud Io…?"
"Maksud gue, Io itu inget kalau ini tempat umum... Tuh lo liatin sendiri, udah ada berpuluh-puluh pasang mata mulai tertarik dengan tingkah ajaib lo itu, Lagian ngapain sih kukuh nggak jelas kayak gitu. Andika kan udah berulang kali minta maaf sama lo. Yang barusan itu juga bukan suatu kesengajaan kok” Eca berusaha memberikan kesadaran pada sohibnya yang sebenarnya. Udah sangat sadar, Cuma juteknya itu loh nggak bisa hilang sama sekali.
"Lo itu mihak siapa sih, Eca… Gue apa nih cowok...?" Sesa sepertinya enggan sekali menyebut nama Andika.
Eca jadi bingung' "Ehmmm….."
Dengan agak cuek Andika liatin jam tangannya, Entah apa maksudnya, Kayak orang sibuk sejagad aja. Emang cowok sekeren Andika udah dipastiin cukup sibuk ngecengin cewek-cewek yang terus aja nganteri menunggu jadwal Kecuali Sesa'
“Gue tau kilau ucapan maaf aja nggak cukup buat Sesa. kalau gitu ikut gue yuk..” ajak Andika pede abis. Dengan cepat dia pegangin tangan Sesa yang mungkin nggak akan pernah nerima ajakannya. Masih dengan cueknya dia narik-narik Sesa untuk ikutan dengannya
"Lo mau apa lagi sih?!" tanya Sesa nggak pernah nyangka akan ditarik-tarik gitu oleh Andika.
"Udah diam, yang penting ikut aja." Andika tidak mau lepasin tangan Sesa yang dari tadi udah berontak nggak ridho. Dia sama sekali cuek sama semua pasang mata yang memandang dengan gelengan kepala.
“Eca…!” panggil Sesa memohon bantuan, pada Eca setelah nggak mungkin berontak lagi, juga nggak mungkin berteriak sekeras-kerasnya. Dia noleh ke arah Eca dengan lambaian tangan membutuhkan bantuan.
“Sesa. . . !” teriak Eca kecil sembari melambaikan tangan dengan maksud merelakan kepergian sohibnya itu. Bahkan. dia sempat tersenyum senang.
Mereka sampai di sebuah kafetaria. Eca langsung memesan makanan dan member kesempatan kepada Andika dan Sesa. Dia cukup mengerti dan tau diri. Namun tetap aja, bibimya terus manyun setelah Andika meminta waktu untuk ngomong sama Sesa, hanya empat mata. Eca jadi ngerasa tersingkirkan dan mengambil tempat duduk agak jauh yang membuat dia harus berusaha keras memikirkan gimana caranya agar dapat mendengar percakapan antara Sesa dan Andika. Selebihnya dia ingin cepat menjadi penengah kalau akhimya kedua orang itu memilih berantem.
Sesa natapin Andika lekat-lekat, "Apa maksud lo bawa gue dengan paksa ke tempat ini?" tanyanya dengan nada keberatan. Dia emang tidak terima, tapi dia nggak bisa berontak,
Andika tersenyum tipis. Sedikit mengejek' “Jam segini waktunya lo makan siang, Jadi gue ngajakin lo makan siang karena gue sedikit tau kalau lo itu nggak pernah lupa kebiasaan lo yang satu ini dimanapun lo berada. Agar kesehatan tetap terjaga itu kata lo. Dan gue sendiri nggak pingin lo sakit karena lo terlambat makan. Benerkan ini jamnya lo makan siang?"
Sesa liatin jam tangannya, Dia mengangguk, "iya.... Lo kok tau sih."
"Pentingkah untuk gue jawab. Sedangkan menurut gue nggak penting. Yang penting gue nggak ingin lo lupa dengan kebiasaan sehat. lo itu hanya gara-gara jutekin gue''
"Ihhhh..."
“Ayo makan. Tenang aja, nggak usah buru-buru. Iialau boleh, anggap aja ini sebagai wujud
maaf gue ke lo…” Sejenak Andika terdiam. "Dan biarkan gue natapin kecantikan wajah Io, Sesa…
Karena dengan begitu keindahan itu ada di hati gue. Gue ingin terus memandangi Io. Dalam diam. Dalam waktu yang lo nggak sadari kalau gue benar-benar
suka sama lo, Sesa...," suara batin Andika terus berkecamuk.
"Mungkinkah gue makan dengan tenang sementara lo terus aja liatin gue kayak gitu?" Tanya Sesa mergokin Andika. .
"Oh ya, hmmm... sori." Andika buru-buru nundukin kepala dan liatin makanan di piringnya yang dari tadi belum sempat di sentuhnya. Dia seperti salah tingkah dan bikinin suasana jadi canggung. Tapi lumayan menyisakan keindahan, karena dia masih sempat tersenyum.
Gantian Sesa yang merhatiin Andika dengan segudang pertanyaan di benaknya. Dia tak tau, kenapa Andika, cowok paling keren dan top itu bisa salah tingkah di hadapannya.
Bukan hal yang biasa.
Pelajaran sekolah sudah dimulai, namun Sesa tampak masih berjalan di koridor sekolah. Dia tidak berada di kelasnya sebagaimana yang lain. Kenapa? Terlambat datang dan tidak boleh masuk ke dalam kelas?
Tidak!
Sesa memang sengaja tidak masuk ke dalam kelas, bahkan dia kini melangkah hendak menuju ke perpustakaan. Ada tugas yang harus diselesaikan olehnya. Dan itu yang mengharuskan Sesa tidak mengikuti pelajaran pertama di kelasnya. Dengan langkah agak tergesa Sesa melangkah menuju ke arah perpustakaan. Dia ingin segera sampai ke perpustakaan sekolah. Sesa terus melangkah. Tanpa disadarinya, dari arah berlawanan seorang cowok melangkah ke arahnya. Jarak mereka pun semakin dekat. Dan akhirnya...
"Hai," suara itu terdengar lembut di telinga Sesa dan sedikit bergetar karena orang yang menyapa juga mulai gemetaran. Seorang cowok, namanya Reihan.Sesa pernah melihatnya di gerbang sekolah.
 Sesa mengangkat wajahnya dan mengarahkan matanya pada orang yang menyapanya itu. "Eh, lo... hai," balas Sesa setengah hati.
 Sejenak Reihan tertegun melihat paras cantik di depannya. "Sori, telah gangguin waktu belajar lo," ujar Reihan lirih penuh kehati-hatian
"Lo sudah sadar kalau telah gangguin waktu gue, tapi lo lakuin juga. Kenapa? Dan apa maksud- nya?" tandas Sesa tidak begitu tenang dengan kehadiran orang asing yang ada di depannya.
"sekali lagi sori. Tapi bukan maksud gue gangguin lo."
"Tapi gue udah ngerasa terganggu. Sekarang katakana ada apa?”
Kemaren gue nungguin di perpustakan tapi lo enggak balik-balik juga."
"Lo nungguin gue"...?" kening Sesa mengerut. Matanya menatap lekat ke wajah Reihan. "Enggak salah apa?"lya. Itupun karena lo yang minta gue jagain dua tumpukgn buku yang lo tinggalin. Dan bukunya tebal-tebal. Ingetkan?"
"Oh ya? Jadi lo orangnya. Sori, gue enggak begitu perhatian saat itu. Tapi pada saat gue balik setelah pelajaran terakhir selesai, buku-buku itu udah enggak ada ditempatnya. Juga beberapa lembaran yang berisi tugas gue. Apesnya lagi, tugas itu akan dikumpulkan hari ini, pada jam pertama. Tapi semuanya jadi hilang begitu aja." Sesa membutuh-kan beberapa saat untuk menarik napas sebelum melanjutkan bicaranya, "Apa lo sempat ngeliat tugas gue itu?"
"lni." Reihan menunjukkan tugas yang sudah dijilid rapi kepada Sesa. "Karena inilah gue meng_ ganggu waktu lo. Untuk nyerahin ini ke lo. Nih.”
 Reihan menyerahkannya pada Sesa. Beberapa saat Sesa memperhatikan lembaran demi lembaran tugas itu dengan seksama. Wajahnya jadi sangat ceria. Dia masih ingat kalau tugas hanya berupa kerangka saja saat ditinggalkannya. "Loh, kok bisa jadi begini. Padahal kan...?”
 "Sori, kalau lo enggak suka."
"Bukan begitu."
"Lalu?"
"Lo yang bikin semua ini?"
 "lya. Buat lo."
"Buat gue?"
"lya."
"Makasih. Akhirnya gue bisa ngumpulin tugas ini." Sesa menatap Reihan yang teirlihat tidak begitu tenang. Cukup lama, dan itu membuatnya ingat satu hal. "Eh, kayaknya sebelum-sebelumnya kita pernah ketemu ya?"
"Ya. Di sana... di gerbang sekolahan. ”Reihan menunjuk gerbang sekolah dimana pak Joko terlihat mondar mandir di posnya. Sepertinya dia teringat kembali saat dimana dia pernah bertemu dengan Sesa di gerbang sekolahan.
Sesa siap-siap pergi.
"Hei, tunggu dulu!" seru Reihan.
Sesa terhenti dan kembali berbalik arah menatap Reihan. “Ada apa lagi? Gue keburu mau nyerahin ini sama Bu Tania.”
"Gue boleh enggak minta lima menit aja buat, ngomong lagi. Please..."
“Oke. Inget! Hanya lima menit aja," ujar Sesa mengabulkan pernmintaan Reihan setelah melirik jam tangannya. "Lo mau ngomong apa lagi ke gue?
Reihan malah terdiam.
"Kok diam sih? Ayo ngomong, waktu lo tinggal satu setengah menit aja."
“Ehmm, boleh enggak tahu nama lo. Siapa?"
“Hihiii...! Sesa malah cekikikan sendiri melihat tampang Reihan. "lni sudah ada di bagian depan tugas yang lo buatin untuk gue."
"Mmm... Disana kan ada tiga nama. Terus  yang mana nama lo?"
"Panggil aja gue Sesa. Sudah ya.?”
"Tunggu dulu kenapa." Reihan mengulurkan tangannya ke arah Sesa yang masih menatap heran. Terasa sangat berat, namun. terus dipaksakannya juga. Dia berpikir, inilah saatnya untuk memperkenalkan dirinya.
"Oh ya." Sesa menerima uluran tangan Reihan dengan pelan sekali.
"Gue Reihan. Anak IPA 1. Dan kalau lo enggak keberatan, gue pingin jadi teman lo.”
"Lima menit sudah habis. Jadi gue akan segera ke kelas."
"Sesa...! Lo mau kan nerima gue jadi teman lo?" tanya Reihan membutuhkan satu kepastian yang bisa membuatnya tersenyum sepanjang hari. Dan Sesa hanya membalasnya dengan mengangguk kecil. "Berarti sebagai teman, gue boleh dong nganterin lo ke kelas?"
"Gue masih punya kaki yang bisa jalan sendiri. Lagian gue juga bukan anak kecil lagi."
"Anggap aja ini sebagai wujud terimakasih gue ke lo karena bisa jadi teman lo. Buat gue, saat ini adalah sebuah anugerah terindah dalam hidup gue."
"Oh ya?" Sesa merasa tersanjung.
Reihan mengangguk.
Begitu jam istirahat tiba, Sesa langsung ngeloyor tanpa peduliin teriakan Eca. Dia telah membujuk hatinya agar bersedia minta maaf pada Andika. Yup, dia emang harus minta maaf setelah ngebiarin cowok itu membeku kedinginan di bawah kucuran air hujan hanya karena menunggunya selama seharian penuh. Makanya sepanjang jam pelajaran, yang ada di otak Sesa hanyalah bagaimana cara menyakinkan Andika kalau dia tidak sengaja ngelakuin itu.
Dengan langkah agak tergesa-gesa, Sesa menuju ruang OSIS dimana biasanya Andika ada. Sebenarnya, sejak baru nginjakkan kaki di sekolah pagi tadi, dia berharap bisa bertemu atau setidaknya ngeliat cowok itu. Tapi ternyata, tuh cowok sama sekali tidak kelihatan seperti biasanya yang terkadang sengaja menyempatkan waktu untuk bikinin dia semakin jengkel. Dan saat seperti itu, dia tanpa beban nunjukin muka juteknya pada Andika karena ngerasa kesal. Tapi di ruang OSIS, Andika tidak juga kelihatan.
"Kemana si Andika itu?" gumam Sesa buru-buru pergi. Dia bermaksud mencari ke tempat lain. Jangan-jangan Andika sakit lagi gara-gara kehujanan kemarin itu. Duh, gue udah benar-benar ngelakuin perbuatan kriminal kalau emang benar Andika mendekam di rumah sakit gara-gara persoalan kemarin.
"Sesa terus mencari, sampai akhirnya dia ngerasa capek sendiri. Dia memutuskan untuk kembali ke kelas dan mendapati Eca yang langsung merengut kusut.
"Lo itu kemana aja sih?" tanya Eca setelah berkesimpulan kalau sohibnya itu tiba-tiba aja berubah menjadi orang paling sibuk di sekolah itu. Saking sibuknya, dengan teganya Sesa ninggalin dia di ketas dan memilih untuk mondar-mandir sendiri.
 "Gue ke ruang OSIS, kenapa...?" Sesa nampak,kelelahan.
"Nggak, nanya aja... Kayaknya lo itu sibuk banget deh sampai nggak peduli teriakan gue,,' protes Eca teringat kembali sikap Sesa yang ngacangin dia waktu istirahat tadi.
"Gue kan butuh mondar-mandir untuk ngurus band kita itu, Eca." Satu jawaban yang cukup pinter",sekaligus sebagai kebohongan kecil. Sesa sedapat mungkin menyembunyikan apa sebenamya terjadi di dalam hatinya. Hatihya bergejolak ketika tidak menemukan juga Andika di sepanjang siang itu.
"Oh ya...? Emang udah ada kata setuju dari pihak sekolah?" tanya Eca ceria.
"Sudah. OSIS juga sudah mendukung. Tinggal kita nyiapin rencana selanjutnya."
"Rencana..., seperti?"
Merekrut anak-anak yang berbakat. Inget iya,harus berbakat karena nggak mungkin kita nerima anak-anak cewek yung megangin gitar aja nggak bisa. Ini akan jadi memalukan nantinya."
"O-iya, soal anak-anak itu, tadi ada beberapa anak cewek yang kesini dan ngasih gue ini." Eca nyerahin kertas berisi biodata sekaligus lengkap dengan uraian bakat dan minat mereka. "Ngeliat itu, kayaknya akan cukup sulit deh buat kita dapetin anak-anak yang punya bakat pas dengan keinginan kita. Kebanyakan dari mereka lehih mahir megangin alat-alat bersolek dan mentingin kelembutan kulit jari mereka. Selebihnya, mereka rata-rata berkuku tajam."
Sejenak. Sesa membaca biodata-biodata itu. Dia menarik napas dalam-dalam seperti orang ketimba beban berat.
"Sebut aja si Leni… Dia jelasin dengan panjang lebar gimana dia sering keluar masuk salon dan hampir aja kebobolan credit card karena tagihan yang berlebihan sebab hobinya yang senang meremajakan kulit. Belum lagi si Yuni, yang rela ngeborong peralatan berhias dari belahan dunia manapun. Pokoknya mereka itu aneh-aneh aja orangnya"
“Hmm... kayaknya cocoknya kita ngadain fashion show atau semacam kontes kecantikan dengan nyiapin catwalk separuh dari lapangan skul ini. Itu aja dapat dipastikan bakalan nggak dapet nampungin anak-anak cewek disini yang pada rebutan berlenggang lenggok dengan berbagai macam gaya plus beraneka jenis kostum di tubuh rereka. Payah deh kalau kebanyakan cewek disini lebih memilih pamer pakaian."
"So ..."
"Kontes kecantikan itu adalah sebuah ide gila karena belum saatnya sekolah dirubah mnjadi dunianya para selebriti yang rata-rata sibuk ngadepin masa puber mereka yang doyan disebut sebagai sosok pengagum cinta monyet. Jadi, ngeband adalah tujuan pertama dan utama karena gue dan lo belum hafal betul gimana caranya berhias yang benar.”
 "Ya, gue dukung seratus persen pikiran lo itu. Tapi itu tadi, kita akan ngalamin kesulitan berat,Sesa..."
"Emang akan sulit. Tapi disanalah tantangannya buat kita."
Sesaat Eca terdiam, Dia mikirin sesuatu yang menurutnya aneh. Sesa nggak bersemangat seperti biasanya. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyiin oleh sahibnya itu. "Sesa…"
"Hmmm..."
"seharusnya kan lo ngerasa bahagia banget karena keinginan kita jadi anak band akan segera terwujud. Tapi tuh muka, kayaknya nggak semangat banget deh hari ini. Nggak biasanya gitu, kenapa...?"
“Ehmmm,  masak sih.. Lo aja yang salah ngerasain kale."
"Bener deh, kayaknya ada sesuatu yang nggak lo ceritain ke gue. Setidaknya dari pagi tadi sampai saat ini, lo nampak tidak tenang dan kebanyakan diamnya saat ngikutin pelajaran, Ayo dong,ngomong ke gue...”
"Nggak tau deh."
"Kok ngomongnya cuma segitu doang. Plis dong Sesa."
Kali ini Sesa diam dengan muka berkerut kusut hanya sebentar, karena selanjutnya malah terjadi sedikit kegaduhan oleh beberapa anak cewek yang lain.
"Mana yang namanya Sesa, mana...?!" Tanya seseorang sambil teriak-teriak. Rupanya mereka anak-anak senior yang bangga menjadi vocal group sekolahan.
"Sesa... tuh mereka. siapa sih sehingga segitunya nyariin lo?" Eca jadi gugup. "Mereka judes-judes amat deh."
"Biasa, anak-anak senior yang sok pamer kekuatan karena merasa senior," komentar Sesa yang sepertinya ingin mengangkat tangan untuk nunjukin dialah Sesa, anak cewek yang mereka cari. Namun dia nampak ragu-ragu untuk ngelaksanain keinginannya itu.
"Sesa, Sesa...!!" teriakan lain terdengar lebih berisik lagi dari anak-anak cewek lain yang begitu aja menyerbu kelas Sesa. Mereka tidak memedulikan beberapa anak senior mereka yang berdiri galak dan super judes.
"lya, ya, ada apa?" Sesa kelimpungan sendiri. Sepertinya dia berubah jadi selibriti paling top diskul itu dalam waktu sekejap"
"Kita-kita mau daftar ikutan band sekolahan.”
"Baiklah, tapi harap tenang ya. Ngedaftarnya yang tertib dan jangan sampai berisik. Jadi cewek-cewek cantik itu, jangan sampai pada saling senggol dengan nggak jelas." Sesa tersenyum penuh kemenangan dan ngebiarin anak-anak senior yang judes tadi segera memilih angkat kaki. Mereka secepatnya menyingkir ninggalin ruang kelas Sesa dengan bibir manyun.
Lewat mata mereka sempat mengancam."Awas ya anak imut!"
"Sesa-…  beneran lo nggak apa-apa?” Tanya Eca mulai bawel tidak tenang liatin muka Sesa yang terus-terusan nampak tidak bersemangat, Dia nganggep ada yang tidak beres pada diri sohibnya itu. Dilihat dari ekspresi wajah Sesa, tergambar sangat jelas ada persoalan cukup pelik bercokol diotak Sesa hingga nyebabin dia ikut-ikutan ngerasain apakah gerangan itu. Dan cara jitu untuk mengungkap itu semua dengan tanpa bosan-bosannya memberondong Sesa dengan pertanyaan, Begitulah Eca dalam menghadapi kediaman Sesa.
Saat semua jam pelajaran udah berakhir, mereka ngelangkahin kaki di koridor sekolah dan bermaksud ngeborong bakso di kantin sekolah sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Sesa ngerasa laper banget setelah berpikir terlalu keras ditambah lagi rasa capek yang amat sangat karena beberapa kali mondar-mandir nyariin Andika. Tetap aja cowok itu tidak bisa ditemukannya juga. Sesa sempat kepikiran kalau-kalau cowok itu mendem dirumah sakit gara-gara dia. Sesa benar-benar dibuat pusing dan bikinin dia lelah sampai berakibat pada mukanya yang terus-terusan tidak bersemangat disepanjang hari itu.
"Kemarin itu Andika ke rumah gue," ujar Sesa pelan setelah mengambil tempat duduk dengan tenang di kantin sekolahan. Emang saat itu, kantin sekolah tampak tenang karena kebanyakan siswa sudah pada memilih kabur setelah seharin penuh, ngadepin berbagai macam pelajaran.
“Oh right-right... Berarti satu langkah maju buat kalian berdua. selamat ya," komentar Eca menanggapi dengan muka sangat cerah. Beda sekali dengan Sesa masih belum nampakkin semangat empat limanya.
"Dia dateng dengan muka dingin seperti orang yang menyimpan amarah ke gue. Gue tau dia benar-benar marah ke gue meski dia berusaha bilang nggak apa-apa."
“Oh ya…? Kok tetap aja seperti itu sih?”
“Katanya dia nungguin gue seharian penuh setelah pulang skul. Emang sih, kita berdua janjian pulang bareng kemarin itu, makanya dia nungguin gue tanpa peduliin kalau kemarin itu hujan lebat. Dia terus aja nungguin gue. Dia bilang, dia nyariin gue di seluruh areal sekolahan ini, dan tentu aja dianggak bakalan ketemu gue karena gue udah diam tenang di rumah."
"Ohhh... nekad amet tuh cowok.”
"lya, sangat nekad dan cukup bodoh. Dan gue juga ngerasa tolol banget kenapa sampai lupa janji itu. Apalagi setelah gue tau di bela-beliin ke rumah nyamperin gue lagi. Gue tau dia ingin masitiin apakah gue udah nyampek rumah dengan selamat. Yang gue nggak ngerti adalah dia nekad gitu manjatin pagar rumah gue karena pak Satpam tidak ada untuk bukain dia gerbang. Mana waktu itu hujan deras lagi."
Kali ini, Eca nggak sanggup ngasih komentar apa-apa lagi. Hanya sepasang matanya yang membelalak lebar dengan mulut sedikit menganga tanpa kata-kata. Dia sangat heran.
"Gue semakin ngerasa tolol setelah nggak bisa ngomong banyak untuk yakinin dia kalau gue benar-benar lupa akan janji itu. Bahkan dia nggak ngasih kesempatan ke gue untuk nunjukin rasa bersalah gue. Dia ngomong panjang lebar dan intinya cukup bikinin diri gue benar-benar telah ngelakuin satu kesalahan besar sama dia."
"Tapi lo kan nggak sengaja untuk lupain janji kalian. Jadi menurut gue, itu bukanlah jadi persoalan sebenarnya."
"Gue udah bilang begitu ke dia, tapi dia malah tersenyum aneh gitu ke gue. Dia seperti mengejek gue dengan senyumnya itu. Dan itu nunjukin kalau dia sangat-sangat tidak percaya kalau gue bener-bener lupa. Lalu dia pergi begitu aja setelah nyerahin draf usulan band sekolahan yang kita buat. Semuanya bikinin gue serba salah gitu."
"Jadi itu yang bikinin lo nggak bisa ceria seperti biasanya. Itu yang buat lo seperti orang kehilangan semangat."
Sesa mengangguk lemah. "semalaman guen gerasa nggak tenang banget dengan ulah Andika itu. Gue pingin nelponin dia saat itu juga dan bilangin kalau gue benar-benar salah. Gue pingin minta maaf ke dia. Tapi gue nggak lakuin juga karena ngerasa lebih baik bilang langsung ke dia. Itulah kenapa gue buru-buru ninggalin lo saat jam istirahat tadi untuk nyariin dia. Tapi sayang aja, ternyata dia nggak ada. Dia sepertinya ngilang begitu aja. Dia ngindarin gue dan dia sengaja ngelakuin itu ke gue agar rasa bersalah itu samakin bikinin gue nggak tenang."
"Udahlah, Sesa... Jangan ngerasa seperti itu. Cepat lambat lo pasti bakalan ketemu Andika lagi. Dia kan masih tercatat sebagai siswa di sini. Jadi, mana mungkinlah dia ngilang begitu aja. Gue juga nggak bakalan tinggal diam ngeliat lo kayak gini. Gue akan bantuin lo nyariin dia. Tapi plis banget deh, cerialah jadi cewek cantik. Ayo bersemangat karena masih banyak yang perlu kita lakuin untuk band kita.” Eca menangkap ada perubahan yang cukup berarti pada diri sohibnya itu. Mudah-mudahan, itu sesuatu pertanda baik buat dunia cinta dalam diri Sesa hingga dia nggak bakalan masang muka jutek lagi untuk bilangin 'selamat datang cinta'.
"Yup. Tetap semangat tapi gue bolehkan nambah satu mangkok bakso tennis sebelum kita cabut?"
"Hah?!"
Sesa dan Eca ninggalin kantin sekolah setelah beberapa kali mendapat telepon sama dari sopir yang bertugas jemputin mereka. Bang Sanip selaku orang yang bertugas ngantar jemput Sesa terlihat lagi bercanda sama Pak Satpam. Di sana ada juga tukang jemputnya Eca. Mereka bertingkah sama, mengisap rokok kuat-kuat dan mengepulkan asap bersama-sama setelah mendengar aba-aba sampai hitungan tiga. Mereka betul-betul senasib sepenanggungan dan sepertinya berkhayal menjadi orangkaya ketika itu. Tapi khayalan mereka jadi buyar oleh suara Sesa.
"DORRR!" teriak Sesa pas di dekat kuping Bang Sanip.
"HUAAAA!!” Bang Sanip terjungkat dan hampir saja nendangin hidungnya Pak Satpam yang lagi khusuk-khusuknya berkhayal. Dalam Khayalannya itu, Pak Satpam sebentar lagi akan dinobatkan sebagai orang paling kaya sedunia, tapi malah gagal totol setelah mendengar teriakan Bang Sanip.
Sesa cengengesan. Eca lebih cengengesan lagi sambil geleng-geleng kepala. ratapin nasib ketiga orang yang kepingin sekali ikutin kuis millionare agar cepat kaya.
"Sori Bang Sanip, telah bikinin Abang menunggu lama dan terjatuh dari kursi empuknya Pak Satpam.
"Eh, Non Sesa, Non Eca." Ketiga orang aneh itu menyapa dengan malu-malu.”
“Apa Bang Sanip pingin main-main dulu sama Pak Satpam dan sopirnya Eca?"
"Nggak-nggak... Kita pulang aja. Ntar kena marah lagi sama papa dan mamanya Non Sesa."
"Kalau begitu, ayo. kita pulang, " ajak Sesa.,,pak Satpam kami permisi dulu ya."
"Baiklah Non Sesa, Non Eca… hati-hati di jalan."
"Oke deh."
Mereka menuju ketempat parkir.
"Hai, Sesa... Eca..." Reihan berdiri tidak jauh dari Sesa dan Eca. Sepertinya cowok itu emang sengaja nungguin Sesa.
"Reihan... Lo belum cabut ceritanya.”
"Nungguin kalian berdua. Nggak pingin pulang bareng lagi?"
"Kayaknya nggak deh. Tuh, orang-orang yang jemputin kita-kita udah pada nggak sabaran menunggu. Sori ya, bikinin lo kecewa.”
"Nggak apa-apa kok. Bye...”
"Bye....!"
Baik Sesa maupun Eca sudah menuju mobil jemputan masing-masing. Belum juga sampai mereka masuk ke mobil ketika ngeliat seseorang yang mereka sangat kenal berjalan tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Sepertinya juga menuju tempat parker itu. Andika, bersama Fera dan satu anak cewek lagi yang Sesa nggak kenal.
Sesa tertegun.
"Hah, Andika...," gumamnya lirih. Dia berdiri seperti patung aja. Dia masih tertegun saat Andika melihat ke arahnya dengan senyuman yang terkesan mengejek, demikian juga, fera ikut-ikutan tersenyum saat melihat kearahnya. Demikian juga, Fera ikut-ikutan tersenyum saat melihat ke arahnya. Sebuah senyum kemenangan dan itu sangat menyebalkan.
"Sesa...," ucap Eca bermaksud memastikan keadaan Sesa saat melihat sesuatu yang tentu saja cukup menyakitkan itu. Baru aja Sesa bercerita panjang lebar gimana suasana hatinya yang amat ngerasa bersalah pada Andika. Tapi, saat ini, cowok itu malah sepertinya enteng-enteng aja mamerin diri bersama dua orang cewek cantik. Tak terlihat ekspresi wajah kaget ataupun salah sedikit pun. Bener-bener satu pemandangan faritastis yang di pertotonkan oleh Andika, sang 'Don Juan'.
Kalau gue tau akan begini kejadiannya, nggak bakalan gue capek-cepek bersedih hati mikirin Andika yang sangat menyebalkan itu. Gue hamper aja teriak-teriak sambil nangis waktu nyariin dia, eh, taktaunya dia malah enak-enakan sama cewek seksi itu. Duh, bodohnya gue. Gue benar-benar tolol, batin Sesa gerundel tanpa batas lagi. Dia buru-buru masuk ke mobil setelah Andika tidak kelihatan lagi dimatanya. Gue emang bodoh, bodoh...! Teriak Sesa membatin. Beberapa kali dia noyorin jidatnya pakek telunjuk sampe-sampe ngebentur jok mobil.
Sore itu, dengan santainya Sesa ngelangkahin kaki di sebuah mal. Dia sendirian saja setelah Eca tidak dapat turut serta dengan satu alasan klise di telinga, nggak bisa ninggalin Dino, pacarnya. Akhirnya Sesa pergi sendiri setelah dengerin ucapan memelas Eca yang minta pengertian sama dia. Bahkan, beberapa kali Eca minta maaf karena nggak bisa nemenin sohibnya itu. Tidak hanya lewat kata Eca ngucapin maaf itu pada Sesa. Dia juga harus ngirimi sepuluh jenis pesan yang kata-katanya sama lewat handphone karena nggak begitus ehat bagi dirinya untuk terus teriak--teriak sambil mandangin layar handphone-nya. Dan setelah sampai pada pesan yang kesepuluh. Barulah Sesa membalas dan mengatakan tidak apa-apa kalau dia sendiri pergi ke mal.
Sesa bela-belain ke mal sendiri karena ngerasa butuh suasana baru dan ceria buat dirinya. Ini adalah sangat penting disaat dia menghadapi beberapa persoalan pelik di hati dan tentu saja cukup berat di kepala. Apalagi beberapa hari belakangan ini. Dia terlihat tidak begitu tenang ngadepin berbagai macam persoalan di skulnya. Tentu aja karena ulah anak-anak yang menurutnya reseh dan tidak bertanggung jawab. Dengan luangin waktu untuk sekedar jalan-jalan dipusat perbelanjaan seperti mal, semuanya akan menjadi lebih baik lagi karena disana banyak hal-hal yang menarik perhatian. Seperti, ulah-ulah tidak jelas dan cukup menggelikan anak-anak cowok yang coba tebar pesona dan jual tampang standar mereka di hadapan beraneka jenis cewek dengan muka yang penuh dengan polesan make up. Tidak jarang Sesa melihat adegan majr-rmundur dari cowok-cowok itu disaat mereka tidakcukup pede untuk ngelakuin usaha pedekate terhadap cewek incaran mereka dan pada akhirnya nanti menjadi gebetan mereka setelah mendapat beberapa jenis omelan dengan bibir manyun.
Juga tidak kalah menariknya untuk dinikmatin berbagai model fashion terbaru yang tentu saja bikinin mata membelalak lebar saking indahnya. Dari pakaian yang ngepas banget buat jalan di mal ataupun ke pesta seperti tube dress, kamisol buat ngadepin first date, tentu saja terkesan kasual dan tidak menjadi beban buat remaja yang emang tampil energik. Dan masih banyak peralatan berhias buat anak cewek, dan bikinin mereka tampil anggun dan menawan di setiap kesempatan.
Kelihatannya Sesa memerhatikan itu semua hanya sambil lalu saja. Saat itu, dia nggak begitu tertarik dengan peralatan-peralatan make up sejenis bedak, consealer, mascara, lip balm, lip gloss, eyeshadow, eye liner dan masih banyak lagi yang ternyata dia nggak ngerti sepenuhnya. Waktu ngebacanya aja bikin mata ribet banget. Sepasang matanya berkunang-kunang saat ngebacanya. Dia emang suka berdandan, tapi dia lebih suka dandaninwajahnya dengan berbagai peralatan kosmetika sampai bikinin tuh wajah terlihat aneh. Dia suka sekali lakuin itu ketika dia mau bermain musik. Selain itu, dia berdandan sekedarnya aja. Apalagi rasanya percaya dirinya yang tinggi sebagai cewek cantik. Jadi, nggak perlu ribet-ribet dalam beririas. Dia kan udah cantik dari sononya. Tul nggak!
Sesa segera angkat kaki ninggalin toko fashion dan kosmetika yang jaraknya memang berdekatan. Dia tidak berniat tolah-toleh lagi karena lelah sudah mulai terasa. Tujuan utamanya ke mal waktu itu akan membeli beberapa peralatan musik untuk mengganti alat-alat musik di studio mininya yang emang lagi rusak. Dia perlu mempersiapkan segalanya untuk band sekolah yang baru aja dibentuknya. Meski belum ada nama karena nama yang dulu terdengar sedikit sadis di telinga. 'Jeruji band' terkesan sedikit mencekam bagi semua orang. Bahkan Pak Khalid selaku kepala sekolah, tidak bisa tidak harus geleng-geleng kepala setiap kali inget nama band itu.
Tinggal beberapa meter lagi Sesa akan sampai ke toko musik. Karena tempatnya di lantai dua mal itu, dia butuh melewati escalator. Sesekali dia terlihat celengak-celenguk untuk liatin beberapa pemandangan yang menurutnya menarik untuk dilihat. Dia juga lakuin itu, karena nggak mau ngerasa terancam oleh ulah anak-anak cowok kelewat batas saat berusaha pedekate. Dia kan gak mau ikut bergulingan di escalator hanya karena ada beberapa,anak cowok terjatuh akibat ditendangin anak cewek lain yang ngerasa tidak nyamun oleh ulah mereka yang bergerombol dan mau gangguin si cewek.
Akhirnya Sesa sampai dengan selamat tanpa kehilangan satu kuku tajam dijeraminya karena terpaksa harus nyakarin om-om gendut yang doyan  banget sama anak ABG Dia berlanggang santai karena pingin segera sampai di toko musik Tapi.
“O’oo…” Mulultnya moncong karena langkah-nya di hadang oleh beberapa anak cewek dengan penampilan sama, ngejreng dan cukup seksi. Lengkap dengan senyum aneh dan sulit untuk diartikan.
Sesa berusaha tetap tenang. “Sori ya, kalian halangin langkah gue. Bisa kasih gue jalan  nggak?” ucap Sesa tidak begitu peduli akan keseksian  cewek-cewek itu. Buat apa lagi dipeduliin. Dia kan lebih cantik dari mereka.
 "Nggak!" ujar sarah seorang dari cewek-cewek itu. Mereka tidak bergeming sedikitpun.
Gue nggak nyangka aja, lo yang kelihatannya lugu dan imut gitu masih sempat tebar pesona di tempat keramaian kayak gini. Rupanya lo belum puas ngejual pesona di sekolah,”sahut salah seorang lagi dengan kata-kata mulai menghujam di hati Sesa.
"Maksud lo apaan sih?!" sembur Sesa dengan mata cukup tajam natapin orang yang ngomongin dia tadi. "Lagian siapa juga lo itu, sampai ngerasa pede amat nyampurin urusan gue...?! Mikir dong sebelum ngomong. Dan tuh pake otak lo itu. Jangan pake bokong lo!"
"Apa lo kata...? Coba deh lo bilang sekali lagi.”
"Jangan mikir pake bokong. Denger nggak!" Sesa segera pergi dengan menerobos barisan cewek-cewek itu. Kata-katanya nggak tanggung-tanggung lagi. Dia nyolot tanpa sensor lagi. Dia kepikiran ninggalin tempat itu karena nggak pingin berpuluh-puluh pasang mata liatin adegan perang mulut itu.Pasti deh akan sangat memalukan, apalagi ditempat umum seperti itu.
"Hei, tunggu anak reseh!"
Sesa berbalik arah. "Udah, kita nggak saling kenal Nenek Lampir. Permisi!" ketus Sesa tanpa peduli lagi pada tampang tidak terima mereka yang dibilangin Nenek Lampir.
"Ada apa Sesa...?" tanya seseorang terdengar jelas oleh Sesa. Ternyata Reihan yang saat itu ada juga di toko musik. Reihan sempat nengok keluar setelah mendengar ada suara orang ribut-ribut yang sepertinya salah seorang diantara mereka Reihan kenal, Sesa.
"Hei... ehmm nggak tau deh. Kayaknya sih, mereka salah orang untuk dijudesin. Dengan gitu aja mereka cuap-cuap sama gue. Anehkan...? gue bilang aja mereka itu Nenek Lampir dengan muka super judes gitu ke gue. Habis kesel banget sih ngadepin hal yang tak terduga kayak tadi."
"Mending dilupain aja hal-hal yang ngebetein kayak gitu, Oh ya... lo pingin beli sesuatu di took ini?”
"Yup. Biasalah, buat alat-alat di studio mini gue"
"Kalau giiu. Yuk nyari bareng."
"Okey..."
"Sesa. . . "
"Hmmm."’
"Makasih ya, telah ngajakin gue ke rumah lo waktu itu. Gue seneeeng banget. Sampai hari ini, detik ini, saat ngeliat lo ternyata ada di disini dan kini kita bersama," kata Reihan mengusir kediaman mereka. Dia ngerasa hatinya seperti berbunga-bunga karena ada Sesa bersamanya.
Sesa hanya diam setelah sejenak ngelirik Reihan. Kembali dia sibuk nyari-nyari barang  yang dibutuhinnya.
"Sungguh, gue seneng banget saat itu. Makanya gue mau nawarin ke lo sesuatu sebagai wujud terimakasih gue."
“Apa?"
Gue pingin ngajakin lo jalan-jalan, Dan mungkin nanti kita bisa istirahat buat ngelepas lelah di suatu tempat yang nyaman buat lo. Plis ya Sesa, mau ya nerima ajakan gue Soalnya  sepertinya gue bagia banget saat ini."
 Sesa liatin jam tangannya. Dia masih ada waktu tapi nggak lama kan?”
"Waktu nggak terlalu gue pikirin. Yang penting lo setuju dan suka."
"Kita liat aja nanti."
"Tapi nggak ada yang bakalan cemburu kan?"
"Maksudnya…?"
"Mungkin seorang cowok. Karena menurut gue nggak mungkin banget cewek secantik lo nggak punya pengawal, Yaa, semacam Pacarlah."
“Kalau iya emang kenapa?"
"Mmm… kenapa ya…” Reihan jadi salah tingkah sendiri dengan garuk-garukin  kepalanya yang nggak gatal. Tapi lebih dari itu, dia ngerasa ada sesuatu yang amat berat di hatinya. Kehilangan.”Ng...nggak sih... artinya lo sudah punya cowok dong? Tapi entar dulu jangan lo jawab sekarang. Ijinin gue selesaiin kata-kata gue dulu… Bukan kenapa sih. Gue nggak mau aja ada nyang lemparin gue dengan benda-benda keras saat bareng lo nantinya."
 "Udah pasti itu. Muka Lo bakalan dibuat sampai nggak bisa dikenali lagi karena cowok gue ngerasanggak terima liatin gue sebagai ceweknya jalan sama orang lain. Kedua pipi lo itu akan  dibuat memar dan membiru. Sementara mulut Io itu akan berpindah tempat ke jidat saking sadisnya cowok gue."
"lhh, seram amet. Jadi bener lo udah punya cowok. Siapa? Anak mana? Apa dia masih satu sekolah dengan kita? lalu kelas berapa...?"
"Yup. Lo koh niru-niru polisi ngintrogasi gue kayak gitu."
"Sori. Gue jadi kayak gini” Reihan siap-siap manggilin tim medis untuk segera membawa dia ke rumah sakit akibat terkena serangan jantung mendadak gara-gara cewek yang dipujanya sudah punya pacar.
"Emang bener lo kayak orang aneh gitu. Super aneh. Sama sekali jadi tidak bersemangat. Gue hanya bercanda doang kok. Gue nggak punya cowok."
“YES."
“Kok lo kelihatannya bahagia banget dengerin gue nggak punya cowok. Seharusnya kan, lo perihatin ngeliat nasib gue. Bukan malah bahagia diatas penderitaan gue. Atau lo usaha kek, gimana caranya biar gue dapet cowok."
"Ayo kita pergi!" ajak Reihan narikin tangan Sesa yang menatap heran kepadanya.
Jadilah mereka pergi ketempat yang lebih menarik lagi. Mereka ke sebuah kafe yang suasana-nya sangat romantis.
"Gue suka sekali saat-saat seperti ini dimana ada lo bersama gue, Sesa..."
"UHUK, hul, hlik... Lo ngomong apa barusan. Gue sampe keselek dengerinnya."
"Gue terlalu terbuka ya, sampe bikin lo keselek. Tapi seperti inilah gue ketika mengagumi sesuatu. Dan gue sangat mengagumi lo, Sesa. Dasar emang gue orangnya nggak bisa nahan perasaan gitu deh. Gue akan cepat ngeluarin apa yang gue rasakan dihati karena nggak mau aja karena menahannya muka gue menjadi lahan subur untuk tumbuhnya jerawat segede biji kacang. Sori, kalau lo nggak suka Sesa. . . "
"Bolehkan gue ngabisin ini dulu baru kita ngomong? Soalnya gue ngerasa laper banget nih…”
"Oo silahkan... Gue akan menunggu sambil jagain lo."
"Thanks…”
 Sesa kembali asik nikmatin hidangan yang tersedia di meja. Baru kemudian mengangkat wajahdengan sebuah senyum manis mengarah pada Reihan. Dia siap-siap untuk ngomong dengan cowok itu, namun begitu aja mulutnya menganga saat melihat ada seseorang cowok yang begitu entengnya melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum lebar. Andika bersama Fera dan cukup bikin Sesa kehilangan kata-kata.
"Kenapa...?" tanya Reihan tampak heran ngeliat perubahan wajah Sesa.
"Ng..nggak... Kayaknya sudah waktunya gue pulang."
Reihan jadi kaku.
Beberapa hari terakhir ini, Sesa dan Andika semakin dekat. mereka sering kali bertemu dan setia ada kebersamaan itu, benih-benih cinta dihati Sesa semakin tumbuh membesar. Dia merasa Andika pun bersikap sama kepadanya, cukup suka dengan kebersamaan mereka.
Setiap kali Sesa membayangkan dirinya bersama Andika, setiap itu pula senyum tipis menghias di bibirnya. Keindahan itu ada dalam renung hatinya. Keindahan yang membuat dia lupa kalau saat itu dia masih berada di sekolah. Bisa ajakan ada orang yang memperhatikan kelakuannya yang terkesan aneh itu. Dia tidak pernah tahu kalau saat itu Raihan mulai mendekati tempatnya. Sampai Reihan duduk di dekatnya, sesa pun masih tidak menyadari kehadiran cowok itu'
“Hai, Sesa.” Reihan memberanikan diri menyapa Sesa. Sejenak dia sempat menyaksikan wajah Sesa yang sesungguhnya kalau lagi senang. Seperti anak kecil tersenyum dengan ceria. Tainpa beban sedikitpun.
"Ohh.. Reihan?" ujar sesa baru menyadari kalau saat itu dia tidak lagi sendiri di tempat itu. Sejenak dia melirik, kemudian menundukkan wajahnya. Reihan pasti telah melihat tingkahnya yang senyum-senyum sendiri. Jadi malu nih. Piker Sesa masih dengan wajah tertunduk.
"Kayaknya bahagia banget?" tanya Reihan tidak lagi memandang wajah Sesa.
"Hmm." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Sesa kemudian kembali terdiam. Dia suka kalau ada orang menemaninya. Karena dengan begitu dia tidak perlu khawatir lagi terhadap orang yang berniat menggencetnya. Terutama kakak kelasnya.
"Gue enggak ngeganggu kan?"
"Enggak."
"Oh ya, Ela dan Vina, pada kemana?”
"Kabur. Mereka punya acara sendiri-sendiri”
"Sama siapa?"
"Kedua teman lo itu. Masak io enggak tahu sih? Jangan lo pura-pura enggak tahu."
"Gue bener-bener enggak tahu. Ngomongnya jangan seperti orang curiga gitu dong."
"Gue hanya pingin lebih hati-hati. Bisa aja kan lo udah rencanain ini semua agar bisa ketemuan dengan gue."
"Yee, geer banget jadi orang."
"mana gue tahu apa yang ada di hati lo?”
"Beneran deh. Gue kebetulan lewat dan ngeliat lo disini lagi sendiri. Ya udah, gue samperin aja kesini. Tumben-tumben kok gue lewat dekat lapangan basket ini," jelas Reihan. Sesa terdiam..,,Gue ngerti karena tempat ini adalah tempat terakhir dan itu juga jalan terakhir. setelah beberapa koridor sekolah yang lo lalui tidak juga menemukan gue. ya kan?”
"Enggak begitu kok. percaya deh.,, Reihan mencari cara untuk menghilangkan salah tingkaHnya. "Lo suka basket?” Tanyanya mengalihkan perhatian Sesa.. "Enggak begitu suka. Gue lebih suka ngeliat anak-anak yang bermain basket.”
"Kenapa?”
"Disana ada orang yang gue sukai.”
 "ohhh..”
Reihan merasakan dunianya berhenti berputar dengan seketika. Matanya menatap orang-orang yang bermain basket dengan penuh kehampaan, Kosong.
"Siapa?"
“tuh. Anak yang lagi memegang bola.” Sesa menunjuk salah seorang anak yang bermain  basket dan kebetulan memegang bola.
“Andika?” gumamnya lirih.
Sesa mengangguk pasti. “yup”
Reihan mulai merasa kehilangan dan tidak berdaya di dalam kamarnya. Sebentar-sebentar mendekati meja belajar, namun kemudian malah menuju jendela kamarnya. Terus begitu. Sepertinya ada sesuatu yang bercokol di benaknya dan masih belum bisa ia mengerti. Tentu saja menjadi satu persoalan bagidirinya karena cukup mampu membuatnya gelisah.
Kring... Kring... kring-
Sesa segera mengambil handphone-nya. Satu nama terlihat di layar LCD-nya saat itu. Nama yang terus saja membuat Sesa merasa betah mematut wajahnya di depan cermin. Dia selalu ingin tampil lebih cantik setiap paginya sebelum berangkat kesekolah karena nama itu. Andika. yes!
"Halo, ini siapa ya?" tanya Sesa bodoh.
"Hei, ini Sesa kan? Gue Andika," jawab Andika dengan Suara khasnya yang mampu membuat Sesa menahan rindu ingin mendengarnya kembali.
"Hai, Andika. Kok tahu nomor gue sih?” Sesa sedikit heran dan mulai berubah menjadi seorang pelupa kalau sudah berbicara dengan Andika. Dia lupa kalau pernah bertukar nomor handphone dengan Andika.
“Kita kan pernah bertukar nomor handphone saat pertama kali ketemuan di mall dulu?”
"Oh ya? Sori gue jadi lupa kalau kita udah bertukar nomor handphone waktu itu."
”Enggak mengapa. Tapi sekarang sudah ingat kan?"
"lya."
"lo lagi dimana sekarang?"
“Di rumah. Memangnya ada apa ya?"
“Kita bisa ketemuan enggak?"
Sesa tidak langsung menjawab. Malah dia berubah jadi beku setelah mendengar omongan Andika yang mengajaknya bertemu. "Ke. . . ketemu? Sekarang?" Sesa jadi tergagap.
"Bukan... Tapi entar malam."
“iHah, entar malam. Maksud lo, malam Minggu?"
"lyalah. Karena entar itu kan malam Minggu, bukan malam yang lain. Kok Io jadi aneh gitu sih?"
"Mmm.., biasa aja lagi. Entar malam…" Se jadi bingung. "Duh gimana ya?"
“Kenapa, Sesa? Enggak bisa ya kita ketemuan entar malam? Atau lo sudah ada rencana yang lain?"
"Bukan, bukan begitu."
"Lalu...?"
"Gue enggak tahu sih, apa nyokap dan bokap ngasih ijin  Ke gue.”
“Ooo, itu jadi soalnya. Memangnya sebelum ini lo enggak pernah jalan-jalan?"
“Pernah sih, tapi kadang-kadang aja. Itupun sama teman cewek."
"lya, entar itu biar gue sekalian bantuin lo minta ijin ke bonyok lo, gimana?"
"Enggak usah, makasih atas niat baik lo itu. Kayaknya gue masih bisa kok lakuin itu."
"Jadi?"
"Pasti bisa.”
"Oke... berarti entar malem gue tinggal ngejemput lo aja.”
 "Yaps."
"Kalau gitu sampai entar malam ya. Bye ..."
“Bye!”
Malamnya Andika datang juga ke rumah Sesa seperti janjinya untuk mengajak Sesa date. D imalam Minggu itu semua terasa sangat beda dan terkesan baru bagi Sesa. Date pertama untuknya bersama orang yang benar-benar dia suka menyisakan sejuta rasa di hatinya.
Sesa ingin terlihat secantik mungkin di hadapan Andika, dan dia telah berhasil melakukannya. Kecuali satu hal yang membuatnya masih terlihat gugup saat berjalan disamping Andika. Sebelumnya dia jarang sekali memakai high heels dan ini membuat kedua kakinya terasa sedikit nyeri. Ternyata latihan khusus memakai high heels tadi, tidak memberi pengaruh apa-apa. Sesa tidak begitu leluasa berjalan di samping Andika. Tapi yang jelas, Andika jadi terpana melihat penampilannya malam itu.
"Silahkan,” ujar Andika ketika mereka sudah sampai di sebuah kafe di kawasan Blok M. Dia menarik sebuah kursi untuk Sesa sebagai salah satu cara menunjukkan perhatiannya di malam itu. “lni sengaja gue persiapin buat lo, Sesa... Gue udah memesan tempat ini dari tadi pagi agar kita bisa menempatinya malam ini." Andika memulai aksinya dengan berbicara selembut mungkin. *
Sesa mulai merasa tersanjung. Hatinya berbunga-bunga. Tak ada yang bisa dilakukan saat itu selain menundukkan wajah sambil tersenyum malu-malu. Benar-benar sesuatu yang baru bagi Sesa. Baginya saat itu seperti mimpi saja. Sebuah tempat yang cukup romantis. Ada cahaya lampu yang lembut menyinari mereka. Ada nyanyian cinta terdengar mengalun. Ditambah lagi, ada mawar merah di atas meja. Benar-benar sangat romantis.
"Makasih ya. Gue enggak nyangka semua ini.  Apalagi itu tadi, lo bilang kalau ini buat gue.”  Ucap Sesa dengan malu-malu.
"ini sama sekali tidak berarti apa-apa bila di bandingkan dengan kesediaan lo nemenin gue disini, malam ini. Gue anggap saat ini berarti sekali buat gue kalena lo ada bersama gue, Sesa.” Andika menatap lekat-lekat wajah Sesa yang masih belum bisa menenangkan perasaannya. Sesa merasa semuanya jadi terbang melayang.
Kali ini Sesa memilih diam. Karena dengan diam  dia bisa meresapi setiap kata-kata yang keluar dari mulut Andika. Terasa ada kesejukan di hatinya.
"Gue sangat menyukai kebersamaan kita selama ini. Juga hari-hari kita yang telah pergi. Banyak cerita yang telah terjadi. Tentang lo, gue... dan tentang kita. Gue suka semuanya dan berharap hari-hari yang akan datang juga seperti itu. Mengukir cerita-cerita itu  dimana gue dan lo ada di dalamnya."Andika terus menjejali telinga Sesa dengan kata-kata manis dan cukup menghayutkan.
Sesa semakin leleh dan merasa lidahnya jadi beku sehingga tidak bisa ngomong apa-apa lagi selain mendengarkan Andika melancarkan rayuan mautnya.
"Gue suka sama senyuman lo karena itulah yang pertama kali gue liat setiap kali kita ketemu. Gue senang ngeliat lo menunggu gue dengan sabar saat latihan basket. Lo terus saja bertepuk tangan memberikan semangat buat gue. Apalagi ngeliat lo goyang-goyangkan kepala dengerin gue nyanyi saat latihan band sama anak-anak. Lo itu terlihat lucu, tapi dengan begitu rasa suka gue semakin bertambah tiap kali ngeliat lo ikutan bernyayi dengan gue. ”Andika semakin mendekat dengan mencondongkan badannya ke depan dan meletakkan keduatangannya di atas meja. Dengan sangat hati-hati tangan kanannya bergerak mendekati tangan kiri Sesa. Terlihat sangat lambat tapi pasti, sampai dia dapat menggenggam tangan Sesa.
Merasa ada sesuatu yang terasa hangat ditangannya, Sesa jadi kaget dan mulai menyadari diri kalau saat itu dia masih menginjakkan kedua kakinya di lantai kafe. "Gue juga suka dengan semua itu. Gue suka melakukannya."
"Begitukah?"
"lya. Sungguh kok," jawab Sesa dengan membiarkan dua jari tangannya berdiri sama tinggi untuk menunjukkan kesungguhannya itu.
"Gue termasuk orang beruntung bisa deket dengan lo." Andika mulai mengangkat tangan kiri sesa dan membawanya semakin dekat ke arahnya. Jadi, mulai detik ini dan waktu-waktu yang akan datang, bisakah kita semakin dekat Sesa?"
“Sedekat apa?" tanya Sesa kembali tidak bisa mengontrol perasaan nya Apalagi Andika terus saja memandangnya saat itu.
 Andika tidak memberi jawaban apa-apa. Hanya saja tangannya semakin dekat membawa tangan Sesa ke mulutnya. Sesa memejamkan mata.
“Kita dansa yuk," ujar Andika menarik tangan Sesa. Dia tersenyum kecil melihat Sesa yang memejamkan mata Nampak sangat lucu.
"Hohhh," Sesa membuka mata. "Hah, dansa? Tapi..." Sesa menjadi ragu dan. Menundukkan wajahnyau memperhatikan sepasang kakinya lengkap dengan high heels.
"Kenapa, Sesa?" tanya Andika karena Sesa terdiam."
“G...gue... Enggak kenapa-kenapa," jawab Sesa jadi tergagap.
“jadi, lo enggak keberatan dong gue ajakin dansa?"
"Enggak. Siapa takut, Tapi pelan-pelan aja ya."
"Tenang aja. Gue enggak bakalan biarin Io sampai terjatuh. Lagunya juga slow gitu. Jadi enggak mungkin gue bertindak berutal dengan narikin lo kesana kemari dengan enggak jelas."
"Ah, lo bisa aja bikin gue malu."
Mereka ketempat dance floor yang saat itu sudah dipenuhi beberapa pasang remaja seusia mereka. Sinar lampu terasa lembut, ditambah alunan musik yang terdengar lambat, membuat tempat itu jadi sangat romantis. Sebuah tembang cinta mengalun mengiringi gerakan-gerakan mereka yang seirama.
"Sesa..," Andika tidak pernah lepas sedikit pun memandangi Sesa dalam jarak yang sangat dekat itu. Dia berusaha menuntun Sesa untuk terus bergerak mengikuti irama lagu.
Sesa semakin hanyut dengan perasaannya saat itu. Suara Andika sama sekali tidak terdengar olehnya. Sesa masih diam.
"Sesa... hei. Lo kenapa? Kok jadi diam gitu?" tanya Andika lebih keras lagi di dekat telinga Sesa.
"I... iya. Apa?" Sesa masih belum bisa tenang berbicara dengan Andika. Lebih-lebih dengan jarak yang tidak begitu menguntungkan buatnya menyembunyikan wajah dari sepasang mata tajam Andika.
Andika tidak menjawab pertanyaan Sesa karena tidak begitu penting. "Gue pingin ngomongin sesuatu ke lo, Sesa..." Andika membutuhkan beberapa detik untuk melihat perubahan di wajah Sesa, baru kemudian meneruskan bicaranya,"Malam ini lo terlihat lain sekali di hadapan gue."
"Lain...? Maksudnya?"
"lya. Lain sekali... Lo itu cantik sekali malam ini. Dan sebenamya dari tadi gue pingin ngomong itu ke lo. Tapi gue pikir ada saatnya untuk bilangin itu. Dan sekaranglah saat yang tepat buat gue berkata jujur ke lo, kalau Io benar-benar terlihat cantik malam ini. Apalagi ditambah dengan high heels yang lo pakai."
"Hmm." Hanya gumaman ini yang mampu keluar dari mulut Sesa, kemudian dia seperti membeku. Dia tersanjung.
"seperti yang gue bilang, Sesa.. .gue suka sekali kebersamaan kita selama ini. Gue pingin...gue pingin terus melewatinya dengan lebih utuh lagi. Dan untuk itu, gue pingin bilang ke lo, Sesa...saat ini, detik ini, ditempat ini. Sesa. .., gue suka sama lo. Gue saying sama lo, Sesa."
"Hah?" Sesa masih tetap belum mampu berbicara kecuali mengeluarkan satu desahan kecil sebagai ungkapan ketidak percayaannya
."Gue juga sayang sama lo, Andika," lirih Sesa dengan menyembunyikan wajahnya di dada Andika. Inilah satu-satunya cara untuk menghindar saat itu. Dia belum siap untuk mendapat first kiss-nya.
Kemudian saat mereka pulang, ada sepasang mata yang menatap luruh melihat kemesraan mereka. Sepasang mata yang menaruh harap pada cinta Sesa. Reihan! Ada di tempat itu.  Merasa kehilangan Sesa saat ada Andika bersamanya.
Kebahagiaan Sesa di malam Minggu itu masih terasa. Wajahnya sangat ceria saat melangkah dikoridor sekolah. Dia ingin sekali bertemu dengan EIa dan Vina. Tinggal melewati ruang kepala sekolah baru kemudian Sesa akan sampai ke kelasnya, tapi dari kejauhan dia malah melihat beberapa orang bergerombol. Sepertinya sengaja menghadang jalannya. Ela, Vina, Reihan dan kedua temannya sudah ada menunggu-nya. Tidak ketinggalan juga Pak Joko membawa pentungan di tangan.
"Hai semua!" seru Sesa saat semakin mendekat pada gerombolan kecil teman-temannya lengkap dengan petugas keamanan bersama mereka. "lni ada apaan sih? Pake acara berge-rombol segala?"
"Enggak ada apa-apa. Pingin aja kayak gini nungguin lo. Yah, seperti ini ngumpul-ngumpul. Dan lo dengan teganya datang baru jam segini Kayaknya lo itu makin sibuk aja ya, sampai enggak sempat lagi ngumpul-ngumpul bareng kita?"
“lhh, siapa lagi yang sibuk. Hari ini aja gue pingin sekali segera ketemuan dengan kalian semua. Eh, tak  taunya kalian malah nunggin gue. Jadi deh gue enggak perlu repot-repot nyariin kalian satu-satu dengan bantuan Pak Joko."
"Oh ya? Memang ada apaan sih sampai lo tidak ngerasa capek dengan acara senyum-senyum sendiri lo itu? Kayak orang kurang waras aja." tukas Vina sengit karena merasa kebahagiaannya saat itu mulai tersaingi oleh senyuman-senyuman Sesa.
"Tahu enggak. Gue sangat bahagia hari ini." ujar Sesa terus memamerkan senyumannya membuat Reihan menatap tanpa kedip dan lipri di mulut Pak Joko jadi lepas karena mulutnya menganga takjub.
"Jelas enggak taulah. Lo juga belum ngasih tahu ke kita semua apa yang bikin lo bahagia banget," gerutu Ela dengan wajah terlihat tak acuh.
"Ternyata hayalan gue selama ini jadi kenyataan. Gue sama sekali enggak pernah nyangka akan menjadi salah seorang cewek yang paling beruntung di skul kita. Jadinya gue senaaang banget."
"Emangnya lo itu suka hayalin apaan sih selama ini, Sesa?"
"Mmm... Pingin diajak date sama seorang cowok cakep."
"terus lo sudah ngedapetin apa yang lo inginkan itu, Sesa."
"Ya, iyalah."
"tadi malam?"
"Bukan. Tapi malam Minggu. Dan itulah malam terindah sepanjang hidup gue. Duh, berjuta rasanya." Sesa merasakan separuh angannya mulai melayang-layang ke langit biru.
"Jadi lo dengan teganya tidak mengaktifkan handphone lo itu hanya gara-gara diajakin jalan sama cowok, gitu?!" sergah Ela memadang tampang sebelnya.
"Gue kan enggak mau diganggu. Lagian itu juga mimpi yang selama ini gue tunggu-tunggu untuk jadi kenyataan. Dan kini udah jadi kenyataan. Bahagia banget." Sesa merasakan seperti main kejar-kejaran dengan sang khayalan di taman penuh bunga.
“Siapa orang yang ngajakin lo date itu? Kita semua kenal enggak sih?" tanya Vina setelah tidak menemukan satu orang cowok pun yang cocok untuk ngajakin Sesa date dalam benaknya.
"Andika," jawab Sesa tegas dan membuat semua orang yang sempat mendengarnya menatap tidak percaya.
"Hah!! Andika!" Semua orang jadi kaget tidak percaya kalau akhirnya Andika mau mengajak Sesa kencan.
"Ternyata lo benar, Rei... Sesa jalan sama Andika dimalam Minggu. Tabahkan hati lo temen," gumam Geo sangat kecil sampai tidak bisa kedengaran oleh Sesa. Dan mungkin saja Sesa tidak akan pernah peduli dengan omongan itu karena dia terlihat senyum-senyum sendiri seperti kembali membayangkan kejadian-kejadian indah di malam Minggu.
"Jadi lo itu serius dengin cinta di hati lo itu pada Andika, Sesa?"
"lyalah" Gue serius banget. Gue kan berkali-kali bilang sama kalian kalau gue suka sekali sama dia. Dan ada lagi yang lebih heboh dari itu semua."
"Apaan?"
"Dia ngajakin gue ke kafe yang suasana romantis banget."
"Hah? Kafe?!" Mulut Ela dan Vina sama-sama menganga lebar. Sementara Geo dan Jay siap-siap menjaga kemungkinan yang akan terjadi pada Relhan.
"Andika ngajakin gue dansa," ujar Sesa bersemangat memamerkan deretan giginya dengan tertawa riang.
"Hah?! Dansa?!" mulut Ela dan Vina semakin lebar terbuka dengan mata sama-sama melotot. Dan Reihan mulai shock dengan mulut tertutup rapat tidak kerasa mengeluarkan kata-kata. Malah mukanya kelihatan pucat. tidak bersemangat.
“'Dan yang paling heboh lagi dari semua itu adalah..."
"Memang ada lagi yang lebih heboh, Sesa?"
“Masih ada. Kalian dengerin ya baik-baik Pasang tuh telinga bagus-bagus dan buka lebar-lebar."
"Cepet bilangin. kenapa sih!" Ela memastikan kalau telinganya sudah terbuka lebar-tebar Karena tidak cukup dengan hanya merasa aja, dia pun memegang telinganya dengan bergantian.
"lya, iya. Bilangin dong. Cepaaat!" sergah Vina lebih mendekatkan wajahnya ke arah Sesa."
“Dia nembakin gue."
BRUAK!!
Reihan jatuh terduduk dengan wajah penuh penderitaan. Sementara Sesa, Ela dan Vina bermaksud menuju kelas mereka. Tapi ada sesuatu yang menarik dan menghentikan langkah Vina.
"Eh, eh, bentar deh. Tuh liat cowok yang ada di dekat ruang LAB.." Vina menujuk seseorang yang dia kenal betul, sedang berjalan di koridor depan LAB sekolah.
"Siapa? Mana?" tanya Sesa dan Ela melihat ketempat yang dimaksudkan oleh Vina.
"ltu yang lagi berjalan sambil bergandengan tangan. Norak kali ya tuh cowok," ujar Vina masih terus main tunjuk jari menunjuk dengan jari telunjuk. Ya,iyalah, masak Pake jempol kaki.
"ltu kan cinta lo, Sesa. Andika," kata Ela sambil menatap dengan seksama Sepasang matanya terbelalak.
"Ahh, yang benar aja? Lo itu salah liat kali, EIa." Sesa tidak mau mempercayai ucapan Ela dengan begitu saja.
"Liat aja sendiri dengan jelas."
Sesa membuka matanya lebar-lebar agar bisa menatap pada orang yang dimaksud oleh kedua temannya. Barulah terlihat jelas olehnya siapa cowok itu. Benar-benar Andika. Dia terlihat mesra dengan seorang cewek yang tidak dia kenal. Mereka berpegangan tangan membuat Sesa jadi bergetar tidak menentu.
”Ohhh,". desahnya lalu terduduk kehilangan tenaga. Dia merasa telah dibohongi oleh Andika. Ini benar-benar sakit buatnya. Lalu apa maksud semua ucapan Andika di malam Minggu itu. Apa arti kata yang Andika kepadanya. Sesa tidak tahu. Sesa merasa sedih."
“kenapa, Sesa?" tanya Ela melihat perubahan Sesa yang begitu drastis.
"Dia emang Andika. Dia telah bohongin gue. Hati gue jadi sakit sekali karena telah dikhianatin. Gue pingin nangis. Gue pingin nangis nih. Hik hikhik...Huaaaa..." Sesa mulai menangis.
"Sesa... jangan nangis gitu dong. Lagian belum tentu Andika seperti yang lo kira. Lo kan bilang sendiri kalau dia udah berubah. Kali aja mereka hanya teman biasa dan pingin deket-deket untuk yang terakhir kalinya baru kemudian Andika datengin lo sambil membawa segenap cintanya buat Io. Udah jangan bersedih ya," hibur Vina kembali berusaha menyadarkan Sesa. Apalagi saat itu mereka ada di sekolah.
Sesa terus menangis.
"lhh, cara nangis lo itu norak banget tahu enggak. Enggak cewek banget. Buat apa lagi pake nangis-nangis segala. Bisa ajakan apa yang dikatakan Vina itu benar. Saat ini Andika itu pingin ngucapin salam perpisahan sama semua cewek yang pernah deket sama dia, kemudian setelah itu, dia bakal nemenin lo dengan sepenuh hati. Ngerti enggak sih!”
Sesa mulai menghentikan tangisnya. Dia diam mulai memikirkan ucapan kedua temannya.
"Sekarang Lusi." Reihan tiba-tiba saja muncul kembali entah dibawa oleh angin topan dari mana.
"Reihan!”Ela dan Vina jadi kaget  dengan kemunculan Reihan di tempat mereka.
Tadi pagi-pagi sekali dia bersama Fera."
“Hik hil, hik...,” Sesa terdengar menagis lagi oleh ulah Reihan yang tidak mengerti apa sebenar-nya yang terjadi saat itu.
"Sttt... diam kenapa sih!” sergah Ela dengan mata memandang tajam.
 "Kemarin bersama Vivi.” Reihan terus saja, mengabsen orang-orang yang pernah bersama Andika.
Tangisan Sesa semakin besar.
Bisa diam enggak sih!" sentak  Vina.
"Kemarinnya lagi bersama sesi,” tambah Reihan lagi.
"Pergiii...!!!” jerit Vina sambil berusaha melepas sepatunya yang akan dilemparkan ke arah  Reihan yang saat itu sudah pergi.
Andika cukup pandai membuat seribu satu macam alasan di hadapan setiap cewek yang pernah dekat dengannya dia terlalupandai bermain kata-kata sehingga bisa terdengar menyakinkan di telinga. Manis dan romantic. Dan sesa sendiri tidak pernah tahu kalau kata-kata manis Andika itu hanyalah kebohongan belaka.
"Sesa... Sebenarnya gue pingin terus kayak gini. Berdua dengan Io menghabiskan waktunemenin lo. Kita saling bicara, saling mendengarkan dan bertukar cerita. Tapi, terkadang ketika gue brrharap seperti itu, ada aja yang menjadi penghalang buat gue nemuin lo… lya, nyokap mau dianterin shopping lah, bantuin bokap lah hingga bikin rencana gue gagal total. Lo tahu enggak kadang gue jadi sebel sendiri. Apalagi saat gue udah mau jalan untuk jemputin lo, eh… malah dihentikan sama nyokap Sebel kan?" Andika bohong Semua kata-katanya tidak dapat dipercaya.
Sesa mengarahkan pandangannya ke taman sekolah. "Gue juga ngerasain seperti lo' Andika…. Gue jadi sebel saat tahu lo enggak bisa nemuin gue dan itu sudah beberapa kali terulang membuat gue terus aja menunggu."
“Gue udah mencoba mencari lo tapi malah enggak bisa jumpai lo. Jangankan untuk berjumpa, ngeliat aja enggak.” Lagi-lagi Andika. Menambah kebohongannya di hadapan sesa dengan satu kebohongan lainnya.
terkesan ada kejanggalan dalam ucapan Andika membuat Sesa sedikit membutuhkan waktu untuk berpikir.”Lo kan bisa nelponin gue,'' tandas Sesa terdengar lirih.
''Gue juga lakuin itu, nelponin Io, tapi beberapa kali enggak pernah lo angkat," jelas Andika dengan kebohongan lain lagi. Dia menganggap sesa terlalu lugu untuk memahami kata-katanya dan menurutnya tidak akan pernah mengerti sepenuhnya tentang apa sebenarnya yang terjadi.
“ Oh  ya?” Sesa benar-benar heran mendengar ucapan Andika yang terkesan cukup bodoh di telinganya. "seingat gue lo itu nelponin gue saat ngasih tau kalau kita enggak bisa ketemuan lengkap dengan sederetan alasan yang membuat gue percaya ke lo. Selebihnya, enggak pernah tuh. Handphone gue juga enggak pernah mati. Jadi mana mungkin gue enggak  nerima telpon lo kalau emang lo benar nelponin gue."
"Sori, gue enggak ingat, Sesa…," ujar Andika terlihat seperti orang tolol saja saat itu.  Dia baru sadar kalau Sesa itu tidak selugu yang dia kira.
"Oke, kalau benar lo enggak ingat. Tapi tolong jelasin ke gue ada apa sih lo dengan beberapa anak cewek di skul kita? Dan perlu gue bilangin, kalau inilah pertanyaan yang beberapa hari ini gue pikirin dan bikinin gue nggak bisa napas senormal biasanYa.”
"Menurut lo?" tanya Andika menatap Sesa. Cukup lembut dan memberikan kesejukan.
Kali ini Sesa memilih membuang muka ke arah lain". Gue sempat liat lo begitu dekat dengan si Lusi misalnya Gue pernah liat lo mesra banget dengan dia dan itu yang sempat bikin hati gue jadi sakit. Gue jadi bertanya-tanya… apa benar sih, lo saying gue sebagaimana pengakuan lo ke gue?"
“ Iya benarlah. Gue sayang banget sama lo kenapa gue bersama lo sekarang ini, itu pun karena rasa sayang itu juga. Gue udah mengatakan itu ke lo dan belum pernah mengatakannya kepada orang-orang yang ada diPikiran lo itu."
"Lalu mereka?"
"Hanya temen aja kok. Percaya deh." Andika terus berusaha menyakinkan Sesa.''sebelum lo hadir di kehidupan gue, mereka sudah duluan ada dan kita temenan. Itu aja kok."
“Dan semua temen cewek lo perlakukan sampai semesra gitu?"
"lo cemburu?"
"Terserah apa namanya. Yang jelas lo udah bilang sayang ke gue dan lo juga tahu kalau gue juga sayang sama lo. karena itu gue ngerasa sakit ngeliat itu semua. Apa gue salah, Andika?”
Andika terdiam beberapa saat. Dia tahu Sesa cemburu. Dan hal seperti itu sudah sering kali terjadi sepanjang hidupnya menginjakkan kaki di bangku SMU. Karena itu dia pasti tahu bagaimana cara mengatasinya. "Oke..., gue janji tidak akan seperti itu lagi. Gue tidak ingin lo merasa tersakiti oleh hal-hal kayak gitu. Gue menyukai lo, Sesa… Untuk itu, gue harus bisa membuat hati Io senang, bukan malah sebaliknya, jadi tersakiti. Maafin gue ya," ujar Andika lirih dengan menggenggam tangan Sesa. Suaranya terdengar cukup memelas dan merasa sangat bersalah.
Hati Sesa jadi luruh juga mendengar permintaan maaf Andika.
"Gue enggak terlalu berlebihan kan kalau gue pingin lo nganggap gue ada di hati lo, dalam kehidupan lo. Gue pingin diperlakukan sebagai seorang pacar. Gue senang lo ada nemenin gue, karena saat itu gue bisa bercerita, curhat atau diam sekalipun untuk dengerin Io berbicara. Dengan begitu gue bisa rasain cinta itu lebih nyata dan membuat gue bisa tersenyum."
Lagi-lagi Andika terdiam.
"Enggak. Lo berhak untuk merasakan kalau cinta itu memang satu anugerah yang indah dan bisa membuat kita bahagia saat merasakannya. Jadi jangan lagi beranggapan kalau lo tidak pernah ada di hati gue. Lo itu selalu ada sejak pertemuan kita pertama kali. Selalu...," ucap Andika mengandung penuh harapan bagi Sesa.
"Benarkah...? Benarkah gue sudah ada di hati lo sebagaimana yang Io ucapkan barusan?"
"lya," jawab Andika singkat diikuti satu senyum kecil yang lebih mirip dengan sebuah ejekan.
"Makasih. Gue senang mendengarnya," lirih Sesa seperti mendengar satu nyanyian cinta mengalun dalam hatinya.
***
Sementara itu, Reihan, Geo dan Jay sepertinya tengah terlibat dalam pembicaraan cukup seru. Sebuah diskusi untuk membicarakan sesuatu yang amat rahasia sehingga memilih pos keamanan sebagai tempat teraman untuk melangsungkannya. mereka membicarakan soal cinta dan harus saling bahu-membahu dalam memperjuangkan cinta yang sudah terlihat oleh mata. Cintanya Reihan pada Sesa.
Mereka sama-sama tahu kalau Reihan sendiri mencintai Sesa walaupun masih sebatas rasa yang terpendam. Belum sempat terucapkan karena Reihan masih perlu menunggu saat yang tepat untuk mengatakannya. Lebih-lebih saat itu Sesa sudah menyerahkan hatinya pada Andika  tanpa mengetahui kalau dia hanya dijadikan sebagai persinggahan belaka.
"sekarang,'gue sudah tidak bisa bersabar lagi. Gue harus memberi pelajaran pada cowok super reseh kayak Andika itu. Dulu-dulu, gue masih bisa meneriama kekalahan gue setelah Fera. lebih memilih mengejar Andika itu, tapi sekarang ini gue harus mampu meraih cinta gue.Gue harus  membebaskan Sesa dari permainan Andika itu," ujar Reihan memukul-kan tinjunYa ke tembok.
"Tenang man… Lo jangan sampai meroboh-kan posnya Pak Joko karena kemarahan lo yang salahsasaran  itu. Yang kita butuhkan adalah Andika bukan tembok. Kita kan enggak mau masuk UGD gara-gara rame-rame mukulin tembok," tukas Jay menepuk-nepuk bahu Reihan dengan sebelah tangannya.
"Habis gue udah muak ngeliat tingkah Andika itu. Dia bilang dia cinta sama Sesa, tapi dia sudah beberapa kali ngebatalin janji untuk ketemuan dengan Sesa karena memilih kencan sama cewek-cewek lain. Hati gue sakit ngeliat Sesa yang gue puja dipermainkan sedemikian rupa oleh dia,"'geram Reihan menjadikan lantai sebagai sasaran tinjunya.
"Jadi sekarang, apa yang menjadi keputusan lo, Rei?" tanya jay ingin memastikan satu tindakan tepat yang bisa diiakukan dalam kondisi seperti itu.
“ iya menghajar Andika lah," tandas Reihan sengit.
“Sendirian?" Geo mengangkat jarinya dan berharap Reihan tidak sampai kepikiran mengajak para hansip yang ada di komplekkan rumahnya.
“Gue enggak takut sendirian. Dan kalian berdua akan gue kirim ke rumah sakit jiwa agar enggak bisa ngeliat gue dikeroyok rame-rame oleh gengnya Andika. Kalian itu enggak setia kawan banget sih orangya?” gerutu Reihan menanggapi omongan Geo.
"Bukan begitu kawan. Tadi itu hanya kok. Tapi apa enggak ada cara lain yang lebih aman daripada main tonjok-tonjokan?” Tanya Geo mencari aman.
"Maksud lo, Ko?” Reihan malah bertanya balik ke Geo karena tidak sepenuhnya mengerti apa maksud perkataan Geo.
"lya semisal melakukin pembicaraan dengan Andika itu. Dari hati ke hati dan dengan kepala dingin. Kayak orang berdiplomasi gitu? kalau ini bisa lo lakuin, kita semua kan enggak usah rame-rame masuk rumah sakit keadaan muka berantakan. Dijamin aman dan lebih ekonomis,” jelas Geo dengan sejelas-jelasnya.
 "lhh, obat generik kali yee, aman dan ekonomis.Promosi nih." Celetuk Jay meniru gaya hidup seorang banci ditengah suasana yang masih kelihatan cukup menegangkan itu.
"Gue pingin lakuin omongan lo itu, Do... memilih berdamai dengan Andika, tapi kita akan pernah lakuin itu berkali-kali dan Andika enggak pernah peduli dengan kita. Dia malah ngetawain kita dari belakang dan menjelek-jelekkan kita di depan cewek-cewek yang pernah dekat dengan kita. kaliankan masih ingat itu semua?” tandas Reihan kembali teringat beberapa kejadian di masa lalu dimana Andika menjadi biang keringat dalam kamus kehidupannya.
"Yaps. Memang sangat memuakkan dan memaksa kita ingin sekali menghajarnya berulang kali. sampai hidungnya jadi pesek dan hancur.” Jay angkat bicara ikut-ikutan ingat beberapa kejadian di masa lalu.
"Gue enggak akan semarah gini kalau dia memang benar-benar nyintai Sesa sebagaimana ucapan mulut manisnya itu. Gue akan terima kekalahan ini, karena gue tahu Sesa juga suka sama dia. Gue liat Sesa cukup senang bersama dia. Tapi nyatanya dia enggak pernah serius dengan Sesa... Sebenarnya inilah yang gue enggak bisa terima dan jadi bikinin gue emosi kayak gini.” Reihan menjadi orang yang paling tidak tenang saat itu.
 "Yang gue pikirin sekarang, Rei... apa Sesa akan suka dengan tindakan lo itu? apa lo nggak ngerasa khawatir kalau dia nantinya malah jidi benciin lo?" Geo berusaha memberi pengertian baru pada Reihan. Dia masih tidak rela kalau karena emosi sesaat akan membuat semuanya tambah kacau.
Kini Reihan terdiam. Memang kata-katanya Geo ada benarnya juga dan Reihan sudah dapat memastikan kalau Sesa enggak bakalan pernah suka kalau dia melakukan hal-hal berutal pada orang orang yang Sesa suka. "Makanya jangan sampai Sesa tau. Kalau pun akhirnya dia  tahu, paling tidak dia bisa mengerti bagaimana sebenarnya Andika terhadapnya. Gue herharap dengan begitu dia bisa berpikir berulang-ulang kali untuk menyukai anaki tu lagi atau bila perlu menghapus rasa sukanya yang pernah  ada. Gue berharap sekali dia bisa menyukai orang yang benar-benar nyintain dia."
 “meskipun dia akan benciin lo?." tanya Geo untuk memastikan kembaii keputusan Reihan yang terdengar cukup janggal di telinganya.
"lya. Gue rela dan biarlah itu menjadi pengorbanan terbesar gue untuk kebahagiaan orang yang gue sayangi. Gue jadi begini,  juga karena sesa,” ucap Reihan terdengar lirih. Ada getaran kecil di hatinya setiap kali mengatakan saying.
"Ohh." Geo dan Jay jadi terharu mendengar kata-kata Reihan, teman mereka. Sepertinya mereka baru tersadar kalau cinta sudah menemukan pilihannya maka tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakan apa yang menjadi kemauan cinta itu sendiri. "Kalau gitu, ayo kita cari si Andika dan kasih dia peiajaran!" seru Geo dan Jay berapi-api.
Mereka segera pergi untuk melakukan pencarian setelah mengunci Pak Joko dalam posnya sendiri karena memaksa untuk turut serta Mereka berlari dan tidak menghiraukan teriakan Pak Joko yang segera membebaskan diri lewat jendela. Namun saat itu Reihan, Geo dan Jay sudah menghilang entah kemana.
Andika dan teman-temannya tampak sedang berkumpul. Sepertinya mereka tengah merayakan sebuah pesta kecil karena mendapat satu kemenangan. entah menang dalam hal apa.
"Ternyata, tidak begitu sulit untuk menaklukkan hati seorang Sesa. Huahaaa... kini dia udah dalam genggaman gue. Gadis lugu, malang sekali nasib lo bersama cinta yang enggak pernah gue harapkan." Andika mulai tertawa untuk mengekspresikan kegembiraannya. Satu kemenangan dalam urusan menaklukkan hati seorang cewek. Dan saat itu Sesa lah yang menjadi korban.
“tapi lo harus ingat kata-kata lo, Andika… sesa hanya sebuah permainan buat hati lo. Yang enggak cocok untuk lo cintai, apalagi sampai lo jadiin pacar. Gue akan sangat marah kalau lo sampai berubah pikiran. Anak-anak kelas tiga lah yang lebih berhak untuk pacaran sama lo, karena di mata kita-kita sesa itu terlalu kecil. Dan gue sendiri berharap, gue lah yang terpilih dan menjadi cinta terakhir buat lo, Andika." Fera tersenyum senang dan dia tidak bisa membayangkan bagaimana tampang seorang Sesa kalau sampai tahu maksud yang tersernbunyi di hati Andika.
“ Tenang aja sayang, Io terlihat cukup sempurna bagi gue. Jadi enggak ada alasannya kalau gue enggak sayangin Io. Oke…"
"Yes!"
Andika dan Fera semakin asik dengan gelak tawa mereka. Apatagi tempat mereka. saat itu cukup sepi dari keramaian anak-anak yang lain. Tapi tentu saja tidak bagi Reihan. Dia hafal betul setiap sudut sekolah dimana Andika biasa mangkal bersama teman-temannya. Bahkan dengan cewek-cewek yang mengharap cinta darinya sekalipun, Reihan sudah tahu semua itu, Reihan sedang bersembunyi di balik tembok dekat  dekat Andika dan Fera berada. Jadi dari sana, Reihan sangat jelas mendengar semua pembicara Andika dengan Fera. Dan semua itu membuat hatinya semakin panas. Dia sendirian saat itu, tanpa Geo dan Joy
"Ooh… jadi rupanya lo disini, Andika! Tengah menikmati kemenangan yang enggak jelas lo itu. Lo itu memang benar-benar keterlaluan jadi orang!" sergah Reihan di hadapan Andika dan Fera karena sudah tidak bisa lagi menahan emosi Dia muak dengan semua macam permainan Andika selama ini. Dan ketika giliran Sesa cewek yang sangat dikuguminya mulai dijadikan obyek permainan oleh Andika, reihan sudah tidak bisa bersabar lagi sebagai mana pernah dia lakukan ketika Fera memilih mendekati andika.
Heh, Lo Reihan! Lo itu taunya gangguin orang aja. Apa lo enggak ada kerjaan lain lagi selain gangguin orang Hah?!” balas andika juga tidak kalah kerasnya dengan Reihan.
“ Untuk orang kek lo, gue enggak akan pernah punya kesibukan lain, selain gangguin lo sampai Io menghentikan  permainan lo yang memuakkan itu."
"Reihan! Apa-apaan sih lo itu?!'' hardik Fera yang tentu saja tidak menduga kalau kebersamaannya dengan Andika tidak pernah lepas dari perhatian Reihan, cowok Yang pernah dekat dengannya.
 “Eh, diam Io cewek. lni antara gue dan dia, si perusak yang terus-terusan bikini orang tersakiti!” tukas Reihan pada Fera membuat Fera segera menutup mulut.”Heh, Andika!  Lo itu emang enggak bisa di diamin. Lo bukannya gerubah diri, malah semakin menjadi-jadi!
"Apaan sih maksud lo itu? Apa juga yang menjadi persoalan dengan gue Rei?! Apa ini ada hubungannya dengan Fera sebagaimana yang lalu-lalu? Sedangkan lo liat sendiri, Fera memilih dekat dengan gue bukan lo!"
"Enggak. Karena gue udah nggak peduli lagi soal itu Dia mau ngapain kek, terserah dia. Tapi soal temen gue, Sesa."
“Hah, sesa?!” seru Andika dan Fera bersamaan.
"lya, Sesa. Gue enggak mau Io perlakukan dia kayak lo memperlakukukan Fera, lusi, Vivi dan masih banyak lagi cewek yang Io pernah sakiti, Gue tidak bakalan tinggal diam apalagi lo udah berani-beraninya bohongin dia."
“Ooo... rupanya itu yang bikinin Io gerusak-gerusuk kek gini. lo itu terus saja menjadi  seorang pecundang dan terus akan menjadi seorung yang kalah dari gue. Engak bisa lebih kok. Jadi pecundang. Ingat itu baik-baik. Lo itu siapa sih...?Ngaca dong jadi orang agar Io tahu kalau Io itu enggak usah jadi berisik sendiri sama urisan orang. Lo itu sirik banget ya jadi orang!"Sialan banget mulut lo itu. lo ngomong seakan lo  itu paling baik, padahal sebaliknya kelakukan Io itu enggak cowok baget buat para cewek. Terus-terusan mainin cewek!"
“Mereka yang terus-terusan ngejar gue. Jadi enggak ada persoalan dong dengan gue. Lo itu seharusnya datengin mereka itu satu-satu dan ceramahin mereka. dasar pecundang…usil amet sama urusan orang!”
"Gue jadi usil sama urusan lo karena yang Io mainin adalah sesa,temen gue!"
“Dia yang suka kok!”
“Gue tahu tapi karena mulut manis lo itu yang senang mengumbar janji.”
ltu urusan gue sekarang Io segeralah angkat kaki dari sini!!"
 "lni sekolahan. Jadi semua orang berhak untuk berada di sini!"
"Oke... tapi keberadaan lo itu telah gangguin gue!" Andika tersenyum mengejek sebelum melanjutkan ucapannya. "Sekarang lo udah tahu sendiri. kalau gue itu enggak pernah punya perasaan apa-apa sama temen lugu lo itu. Lalu apa mau lo hah?!"Andika mendorong Reihan. "Lo itu mau jadi pecundang lagi sebagimana kebiasaan lo selama ini. Atau lo mau jadi pahlawan kesiangan dengan memberitahukan Sesa dengan keras kalau gue Cuma main-main saja dengan dia. Atau apaaa?!!!"Kembali Andika mendorong Raihan.
“lni,” jawab Reihan melayangkan tinjunya tepat ke muka Andika. Lumayan, rupanya cukup telak mendarat di rahang Andika dan mampu membuatnya meringis.
Andika tidak terima di tonjok sedemikian rupa. Apalagi pipi kirinya sudah kelihatan memar dan mulutnya berdarah. Dia pun membalas dengan lebih keras. Maka seketika terjadilah adu jotos yang tentu aja cukup menegangkan bagi Fera. Andika memukul Reihan, dan Reihan pun balas memukul Andika. Semua tingkah mereka tidak pernah lepis dari mata Fera yang mulai merasakan tubuhnya jadi gemetaran karena ketakutan.
"Tolooong!!!" teriak Fera berdiri di koridors etelah tidak bisa menguasai ketakutannya. Dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau akan sampai sejauh itu kejadiannya. Reihan dan Andika terus berkelahi dan mereka tidak menghiraukan teriakan Fera yang akan mengundang banyak orang untuk datang ketempat mereka. Apalagi pak Joko selaku petugas keamanan sekolah, tidak akan pernah peduli dengan teriakan itu karena letak posnya yang cukup jauh dari tempat Fera berteriak. Juga, saat itu Pak Joko asik dengan sebatang rokok ditangannya setelah beberapa saat melakukan tugas pemantauan keliling sekolah.
“Ada apa?!” Tanya seorang guru yang kebetulan tidak jauh dari tempat itu. Dia terlihat panik.
“ltu Pak... Mereka...” tuniuk Fera dalam kepanikan besar sampai membuatnya tergagap dan tidak bisa melanjutkan ucapannya. Saat itu sudah berdiri beberapa anak yang juga sempat mendengar teriakan Fera. Mereka berebutan ingin tahu apa sebenamya yang terjadi.
Pak guru menuju tempat yang ditunjuk oleh Fera. Dia pun sangat kaget setelah sampai disana dan tahu apa yang terjadi disana. Sebuah aksi baku hantam antara dua orang siswa dalam sekolah. Tentu saja sangat tidak diharapkan terjadi. “Berhentiii!!!” jerit sang guru menghentikan aksi adu jotos antara Andika dan Reihan. Dua anak yang dikenali oleh sang guru. Seketika Reihan dan Andika menghentikan perkelahian mereka.
"Ada apa dengan kalian ini?! Berantem seperti jawara pasar aja. Sekarang kalian berdua ikut saya untuk menemui kepala sekolah. Tindakan ini benar-benar sebuah pelanggaran keras tertadap peraturan, sekolah..ayo! perintah sang guru menarik tangan Reihan dan Andika yang masih terdiam setelah tahu siapa yang ada di hadapan mereka. Beberapa saat, baik Reihan maupun Andika masih sempat menyeka darah yang keluar dari mulut dan hidung mereka.
Akhirnya Reihan dan Andika di giring keruangan kepala sekolah diikuti oleh anak-anak yang Iain. Semua orang yang sempat melihat kejadian itu masih penasaran dengan apa yang mereka lihat hari itu. Bahkan mereka masih setia bergerombol di depan pintu ruang kepala sekolah, untuk menguping pembicaraan yang akan berlangsung.
“lni sekolah bukan jalanan!”. suara keras kepala sekolah menggema memenuhi ruangan dimana Reihan dan Andika mulai di sidang. Saat itu, mereka berdua memang mirip terdakwa dengan wajah terlihat berantakan. Kepala sekolah memasang wajah seram dengan sepasang mata melotot tajam pada Reihan dan Andika.
“Saya tahu pak,” jelas Reihan dan Andika bersamaan.
Jelas kalian tahu. Apalagi kalian berdua anak-anak kelas tiga sekolah menengah. Dengan duduk dibangku kelas tiga, kalian akan sangat tahu kalau sekarang ini kalian berada di sekolahan, bukan dipasar ataupun jalanan. Tapi kelakukan kalian mencerminkan kalau kalian itu masih tercatat sebagai seorang siswa yang duduk di kelas tiga sekolah menengah. Kalian itu tidak ubahnya seperti preman jalanan yang menyelesaikan masalah dengan jalan berantem.
"Reihan dan Andika memilih diam sambil meringis menahan sakit. Suara lantang kepala sekolah membuat memar di wajah mereka terasa semakin sakit.
"Tindakan kalian itu adalah sebuah pelanggaran berat. Karena itu, tidak ada alasan lagi bagi saya kecuali. . . " Kepala sekolah tidak menyelesaikan ucapannya karena tubuhnya yang lumayan gemuk itu mulai bergetar menahan amarah.
"Kecuali apa, Pak?" tanya Reihan dan Andika ingin tahu kelanjutan ucapan kepala sekolah.
"Kecuali kalian berdua saya skors selama tiga hari dari sekolah!"
"Hah!!! Kami diskors?!" tanya Reihan dan Andika ingin protes. Tapi mereka tidak jadi karena kepala sekolah terlihat semakin menyeramkan dimata mereka. Mereka tidak mau membuat kepala sekolah lebih marah lagi dan membuat mereka diskors bukan saja tiga hari, tapi bisa aja ditambah lebih lama lagi dari itu.
"lya, diskors," tegas kepala sekolah sepertinya tidak mau diajak kompromi lagi. "Dan sekarang kalian berdua boleh meninggalkan sekolah dengan segera.
"Reihan dan Andika tidak membutuhkan berfikir sampai  dua kali untuk meninggalkan ruangan kepala sekolah. Setelah beberapa saat saling tatap,  mereka berdua pergi mengambil arah yang berlawanan.
kepufusan kepala sekolah untuk menskors Reihan dan Andika dari sekolah selama tiga hari berturut-turut berakibat buruk bagi diri Sesa. dia menjadi uring-uringan sendiri dan tidak bisa terlihat tenang saat mengikuti pelajaran, Di hari pertama Sesa jadi tidak bersemangat sama sekali. Harapannya ingin melihat Andika datang menemaninya tidak terwujud Dia sama sekali tidak melihat Andika di hari itu, Lagi-lagi dia harus menunggu untuk datangnya sang pujaan hati, Dan hanya bisa menunggu setelah beberapa kali mencoba menghubungi Andika lewat handphone, tapi sepertinya handphone Andika tidak aktif Sampai sejauh itu, Sesa belum tahu kalau Andika tengah diskors dari sekolah.
Saat Sesa tidak bisa bertemu dengan Andika, saat dimana dia merasakan hatinya terasa sepi. Semuanya jadi hampa, dan terkesan meninggalkan kegelisihan panjang bagi dirinya, Maka dia membutuhkan keberadaan Reihan untuk menemaninya, lalu menghiburnya dengan semua bentuk cerita yang bisa membuat hatinya senang, Hanya Reihan yang bisa melakukan itu, bukan EIa, Manda, Geo ataupun Jay. Dan bukan pula Pak Joko dengan memamerkan pentungan di tangannya.
Ketika Sesa ingin sekali bertemu dengar Reihan, orang yang diharapkan ikutan menghilang sebagaimana Andika menghilang. Dan diantara teman-temannya, tidak ada yang tahu  kemana Reihan hari itu sampai sama sekali tidak kelihatan di sekolah. Sebenarnya semua teman Sesa bukan tidak tahu. tapi lebih tepatnya mereka tidak ingin Sesa sampai tahu apa sebenarnya yang terjadi pada Raihan maupun Andika.
Akhirnya Sesa pun memutuskan untuk terus mencari sendiri setelah tidak ada seorangpun yang tahu dimana Reihan dan Andika berada hari itu. Dia berjalan kesana-kemari mengitari sekolah dengan sepasang mata tetap menatap tajam kesemua sudut sekolah. Lagaknya seperti gaya Pak Joko saat mengadakan inspeksi ke semua tempat di sekolah itu. Bahkan Sesa tidak peduli apakah saat itu dia berada di tempat yang aman atau tidak. Dia sudah tidak perlu berpikir dua kali untuk menginjakkan kaki di deretan kelas tiga, kelas dimana disana banyak saingan untuknya dalam usaha mendapatkan Andika. Sesa terus saja berjalan dikoridor kelas tiga. Sama sekali dia tidak tahu, klau dari tadi berpasang-pasang mata tengah menatap tajam ke arahnya. Tatapan permusuhan dari kakak kelasnya yang tidaki meghendaki kehadirannya dalam kompetisi memperebutkan Andika.
Fera, Lusi, Vivi dan beberapa anak kelas tiga lainnya memang berniat untuk melabrak Sesa, Mereka semua setuju untuk melakukan itu setelah sempat mengadakan pertemuan rahasia dengan misi yang sama, menyingkirkan Sesa yang telah berani membuat Andika sampai diskors dari seholah selama tiga hari. Menurut mereka Sesa lah penyebabnya dan mereka semua tidak terima dengan kenyataan itu, Sehingga pada saat mereka melihat Sesa berada di koridor kelas tiga, inilah saat yang tepat bagi mereka untuk melabrak Sesa, Apalagi saat itu, tidak ada orang yang akan membelanya lagi setelah Reihan juga kena skors dari sekolah.
“Heh, lo!! Ternyata berani juga lo menginjakkan kaki di sarang macan!" sergah Fera menghadang langkah Sesa dengan berkacak pinggang mirip ibu tiri yang mau memarahi anak tirinya.
"Ohh," gumam Sesa kaget dan menyadari kalau sebentar lagi dia bakalan kena gencet kakak kelasnya. Dia melihat Fera dengan wajah ketakutan apalagi di belakang Fera juga telah berdiri cewek yang juga pernah dilihatnya bersama Andika, Maka tidak ada pilihan lain saat itu kecuali segera mengambil langkah seribu untuk melarikan diri, Karena kepikiran untuk menghindar dari saingan-saingannya yang menatap kejam, Sesa menoleh kebelakang. "Ohh." Lagi-lagi Sesa hanya bergumam terkejut karena dibelakangnya sudah berderet orang-orang yang pernah dilihatnya bersama Andika. Ada Lusi, Vivi dan anak-anak yang lain sudah menghadang jalannya,
"Sekarang lo enggak bisa lagi menghindar dari kita semua. Dan jangan berharap ada orang yang mau nolongin lo, cewek reseh!" hardik Fera sambil memberikan satu isyarat kepada teman-temannya. Setelah itu, tiga orang anak telah mendekati Sesa dan mulai menyeretnya. "Bawa dia ke toilet siswa!” perintah Fera yang rupanya menjadi ketua pencidukan Sesa saat itu.
Sesa terpaksa menurut karena. tidak bisa berontak. Dia sama sekali tidak berani untuk berteriak karena saat itu dia berada di sarang musuh-musuhnya. Sekiranya dia berteriak mungkin saja akan mengundang semua cewek kelas tiga dan memperlakukan, dirinya sama seperti Fera memeperlakukannya saat itu. Mereka pasti akan bersorak gembira melihat dirinya di ciduk. "Duh, kenapa baru sekarang gue sadar kalau salah tempat mencari Andika?,, batin Sesa dengan wajah semakin pucat. Sebenarnya sih dia enggak salah tempat karena Andika kan kelas tiga. Jadi benar dong kalau dia mencarinya di kelas tiga juga. Cuma Sesa enggak sempat berpikir untuk mengajak Pak Joko untuk melakukan pencariannya itu.
"Apa-apaan sih kalian semua?!" ucap Sesa ketika dia sudah berada di toilet siswa, Ada Fera, Lusi, Vivi dan Fenny sudah mulai mengecetnya saat itu. Sementara di lorong masuk ke tempat itu sudah berderet anak-anak, kelas tiga yang lain untuk mengamankan misi mereka,"
"Eh, berani-beraninya lo ngomong dalam keadaan kek gini! Enggak takut apa kita semua akan brutal ke lo?! Apa lo enggak takut kita masukin ke toilet dan biarin lo nginap seharian disana?!" ancam Fera menakut-nakuti Sesa,
"Lepasin gue kenapa sih? Sakit tau! Bisa kan kita ngomong dengan baik-baik?. Lagian apa sih salah gue sampai katian berdua jadi berutal kek gini ke gue?" Sesa berusaha membela diri karena kedua lengannya mulai terasa sakit.
"Eh... rupanya lo itu mau berlagak pilon jadi cewek kecil yang sok belagu di depan kita-kita, Lo punya masilah dengan gue dan itu masih belum selesai, tauu!!" hardik Fera mendorong Sesa sampai membentur tembok. "sekarang, lo malah menambah masalah itu dan membuatnya semakin parah sehingga kita semua sampai lakuin ini ke Io,"
"Tapi apa masalahnya? Gue enggak ngerti sama sekali?!" tanya Sesa dalam ketakutan,
"Lo itu memang benar-benar pilon atau tolol sih jadi cewek!" sentak Lusi diikuti oleh cekalan keras di bahu Sesa. Dan terasa cukup sakit bagi Sesa sehingga membuatnya meronta untuk melepaskan dua tangan berkuku tajam yang mencekal bahunya,
"Sungguh, gue sama sekali enggak tahu' Ada apa siih sebenarnya ini sehingga kalian melabrak gue kayak gini?" Sesa kembali menegaskan ketidak mengertiannya.
"Apa yang lo perbuat sama Andika kemarin itu?!" tanya Fera mengangkat dagu Sesa dengan paksa.
"Eng...enggak...enggak ada apa-apa. Kits berdua cuma ketemuan doang kok. ltu aja."
"Dasar cewek reseh!! kalau itu doang, enggak akan sampai Andika di skors dari sekolah."
"Hah!!l Andika diskors dari sekolah!!! Kok bisa?" Sesa baru tahu kalau hilangnya Andika hari itu dari sekolah karena menjalani sangsi dari kepala sekolah. Sesa baru tahu kalau Andika diskors dari sekolah. Tapi apa hubungannya dengan dirinya.
"Dan itu gara-gara lo!!" sentak Fera menunjuk jidat Sesa.
"Kok gara-gara gue sih'?! Apa hubungannya dengan gue?!" tanya Sesa semakin ketakutan.
"Andika berantem dengan tukang pukul yang lo kirim untuk menemuinya. Dia baku hantem dengan Reihan yang lo kirim itu."
"Jadi... jadi..." Sesa tidak bisa berkata-kata lagi setelah semakin tahu apa yang terjadi. Andilka dan Reihan berantem dan itu gara-gara dia. Sesa masih belum mengerti sepenuhnya.
"Jadi semua jadi berantakan gara-gara lo! Semua masalah pun jadi semakin parah gara-gara lo! Andika jadi berantem sama Reihan gara-gara lo! Akhirnya Andika pun diskors dari sekolah itu juga gara-gara lo. Ngerti enggak!!!" sentak Fera.
"Gu... gue satna.sekali enggak tahu kejadian-nya seperti itu. Gue enggak pernah nyuruh Reihan untuk mencari Andika. Apalagi sampai membuat mereka jadi berantem," jelas Sesa sepertinya ingin menangis.
Fera semakin naik pitam melihat ulah Sesa yang berusaha mengelak dari satu kesalahan fatal. "Lokira kita semua akan percaya begitu saja Reihan sendiri yang datangin Andika dan melarang keras agar Andika tidak mendekati lo lagi! Jadi jelas lo enggak bisa mengelak lagi dari kita semua! Kenapa Reihan melakukan itu kalau bukan karena lo yang memintanya untuk melakukan itu?!"
"Sungguh. Gue enggak ada hubungannya dengan Reihan saat itu. Enggak ada sama sekali. Wajah Sesa mulai pucat Karena takut.
"emang lo dasar jadi cewek!! Urus tuh si Raihan lo itu, Lo malah kepikiran ngurusin Andika!!! "kata Fera mendorong Sesa sampai membentur tembok. Untung tidak terlalu keras. Tapi masih sempat meninggalkan sakit bagi Sesa. Setelah ltu Fera kemudian mengajak teman-temannya untuk meninggalkan Sesa yang terlihat sangat ketakutan.
Sesa menatap penuh penderitaan kepergian Fera dan orang-orang yang menggencetnya saat itu. Andika diskors dari sekolah demikian juga dengar Reihan mengalami nasib yang sama setelah mereka ketangkap baku hantam. Dan semua itu disebabkan oleh dirinya. Sesa mengeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya sepenuhnya, dengan semua perkataan yang dituduhkan kepadanya.
"Arrrggghhh!!,,, Sesa berteriak sejadi-jadinya untuk menumpahkan segala rasa yang berkembang di hatinya saat itu. Tak merasa dia meneteskan air mata.
Rupanya Andika dipanggil lagi untuk ke sekolah lebih cepat dari sangsi yang telah diberikan kepadanya. Dia diminta kesekolah menjalani sangsi selama satu hari karena ada kegiatan sekolah yang tidak bisa tidak harus melibatkan dirinya. Sebuah ajang adu bakat antara siswa akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Ajang untuk kebolehan bagi mereka yang beken disebut dengan anak band sekolahan. Memang beberapa hari lagi aka nada lomba band antar sekolah. Dan sebagai orang paling penting dalam band sekolahan. Andika diminta masuk sekolah kembali sebagai persiapan untuk mengikuti perlombaan itu.
Andika memilih diam, tanpa memberikan komentar apa-apa terhadap omongan Sesa kepadanya. Dia tidak berusah menyembunyikan memar yang masih tersisa di wajahnya. Tidak separah waktu dia baru selesai berantem sama Reihan. Dia bahkan menundukkan muka seakan merasakan ada sesutu yang berat di otaknya. Entah apa yang tengah dipikirkannya saat itu. yang jelasd ia begitu enggan untuk berbicara.
"Kemarin, gue ketemu sama Fera, Lusi, Vivi, Fenny dan beberapa orang yang tidak begitu gue kenal. Saat itu gue nyariin lo, Andika... tapi enggak taunya malah ketemu sama mereka,” tutur Sesa ketika dia bertemu kembali dengan Andika disekolah.
“Mereka sangat marah ke gue. Entah mengapa mereka sebegitu marahnya saat itu. yang gue enggak ngerti sampai detik ini adalah semua orang menuduh gue sebagai penyebab lo sampai diskors dari sekolah."
Kali ini Andika hanya bisa cengengesan seakan apa yang baru saja keluar dari mulut Sesa, terkesan lucu dan bisa membuatnya tertawa setelah beberapa lama diam.
"Lo kok cengengesan gitu sih? Apa omongan gue terdengar lucu di telinga lo? Gue benar-benar serius Andika? Apa gue kelihatan melucu saat ini, di hadapan lo?"
Andika mengangkat kepalanya setelah beberapa saat tertunduk. Dia melirik Sesa dengan ekor mata yang tetap saja cukup menarik bagi seorang cewek. "Lo kelihatan serius kok. Benar deh. Tapi apa yang bisa gue katakan saat ini, Sesa? Lo sendiri liat kalau muka gue masih hancur kek gini.,,"lya gue tahu, Andika... Tapi yang pingin gue ngerti adalah, apa benar semua ini gara-gara gue sebagaimana Fera dan teman-temannya menuduh gue sebagai penyebab semua ini?"
"Oh ya? Fera menuduh lo seperti itu?"
Sesa mengangguk lemah.
"Bukan cuma menuduh gue, tapi kayaknya mereka sangat marah ke gue. kayaknya memeng guelah yang menyebabkan lo sampai diskors dari sekolah."
"Sudahlah... Gue enggak bisa ngomong banyak soal itu, Sesa."
"Tapi gue pingin tahu, Andika... Gue pingin ngerti apa sih sebenarnya yang terjadi sehingga lob isa berantem sama Reihan?"
"Udah deh, jangan Paksa gue untuk mengatakan apa yang gue enggak ingin katakan. Setidaknya untuk saat ini, saat dimana kita bisa ketemuan kembali. Gue enggak ingin saat-saat kayak gini jadi kacau. Lo bisa ngerti kan, Sesa?"
"Enggak tahu deh. Apa gue bisa ngerti hal-hal yang beberapa hari ini bikinin gue jadi sedih. Apa gue bisa ngerti Andika dengan keinginan lo yang tentu saja tidak memberikan penjelasan sedikitpun ke gue. Gue rasa, gue enggak bakalan bisa ngerti Andika."
"Jadi lo tetap pingin tahu bagaimarra sebenarnya, Sesa?"
"Kalau lo enggak keberatan untuk bilangin ke gue. Dengan begitu gue bisa tahu harus bersikap bagimana setelah mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi."
"Reihan ngelarang gue untuk pacaran dengan, lo. Sepertinya dia enggak terima kalau kita menjadi dekat. Inilah yang dia katakan ke gue saat itu, dan akhirnya perkelahian itu begitu saja terjadi, Dan kami berdua terhenti setelah ada salah seorang guru menghentikan kami dan membawa kami ke ruang kepala sekolah. Iya, seperti itulah kejadiannya."
"Jadi...?"
"Kalau lo pingin tahu banyak, sebaiknya Io tanyain sendiri ke Reihan yang memulai perselisihan inid engan gue."
"Andika...! Gu.. gue hanya tahu kalau gue sayang sama lo. Tanpa ada orang lain yang merasa berhatk ngelarang gue buat sukain lo, Bukan pula Reihan, meskipun dia teman gue, Gue sayang sama lo, Andika."
"lya gue tahu itu, Karena gue sayang juga sama Sesa. Itulah mengapa gue enggak mau ngebahas hal-hal kayak gini. Gue enggak peduli dengan hal-hali tu karena gue tahu lo terus sayangin gue, Inilah yang penting saat ini."
"lya, memang itulah yang terpenting."
"Sekarang, bisakan Io enggak usah terlalu mikirin hal-hal yang enggak jelas itu, Gue juga sudah sekolah kembali dan itu artinya, kita punya banyak waktu untuk bersama lagi. Tapi mungkin untuk saat-saat ini, gue akan konsentrasi sama band dulu untuk menghadapi perlombaan antar sekolah. Jadi gue enggak bisa terlalu sering untuk nemuin lo."
"Enggak mengapa. Gue ngerti kok. Lo, enggak usah nyariin gue, tapi gue lah yang akan nungguin lo saat latihan, karena gue pasti suka lakuin itu."
"Makasih lo udah mau ngertiin gue."
"Iya...." gumam Sesa terdengar sangat lirih.
Reihan hanya bisa merenungi apa-apa yang telah terlalui dalam kehidupannya selama mengenal Sesa. Dari pertama kali dia sepasang mata bening dan bisa membuat-nya merasakan cinta itu datang lagi mengisi hatinya, sampai satu perkelahian antara dirinya dengan Andika karena Sesa. Dan hatinya berharap banyak pada cinta seorang Sesa. Cinta itu membuat hari-harinya lebih bermakna dan lebih berwarna. Apalagi ada keinginan kuat untuk memperjuangkan cinta itu. Dan selama tiga hari, waktu yang terasa cukup untuk mengingat dan merenungi itu semua.
Reihan semakin sadar kalau tidak mungkin lagi melepaskan diri dari dekapan cinta itu meskipun keberuntungan masih belum memihak kepadanya. Sampai sejauh itu, dirinya hanya sebagai teman biasa bagi Sesa. Tidak lebih... kalaupun ada lebihnya, dialah orang pertama yang mampu membuat Sesa tersenyum dengan sempurna. Itulah pengakuan yang pernah dia dengarnya langsung dari Sesa. Tapi kini, masihkah akan begitu keadaannya setelah Sesa tahu kalau Reihan telah baku hantam dengan orang yang Sesa cintai? Yaitu Andika.
"Oooi...! Lo itu hanya bisa bengong ya” untuk ngisi hari-hari istimewa lo ini?!" Geo mengagetkan Reihan yang saat itu duduk sambil memandangi keranjang yang tidak akan pernah berubah menjadi seorang putrid lengkap dengan senyum manis dibibirnya. Jay pun ada saat itu, datang bersama Geo.
"Eh, kalian... Kalian berdua ini cuma bisanya gangguin keasikan gue aja Iya, seperti inilah cara gue melewati tiga hari yang terasa sangat membosankan ini. Ini cara yang gue jumpai sendiri karena tidak akan pernah diajari di sekolah, Tapi ngomong-ngomong, gimana kabarnya sekolahan?"
"Nah lni dia nih, jadi pasalnya kenapa kita berdua sampai nyamperin lo setelah pulang dari skul. ada info terbaru dan super heboh lho…"Jay mulai berlagak promosi barang dagangan.
Pasti Pak Joko dapat undian berhadiah, Saking senangnya dia sampai pingsan," Celetuk Reihan mulai menebak,
"Enggak deh. Serius, Rei… Itu tuh, ada lomba unjuk kebolehan yang melibatkan seluruh anak band sekolahan di kota kita ini,”
"Ooo, itu." Reihan merespon tidak bersemangat.
“kok enggak kaget sih?" ujar Jay terlihat kecewa.
"Gimana bisa terkejut kalau kita enggak bakalan bisa ikutan karena band yang kita punya tercatat sebagai band illegal dan dilarang beredar dalam sekolahan."
"lya juga sih... Tapi apa kita enggak coba untuk ikutan daftar? Siapa tahu diperbolehkan oleh panitianya." Geo mengajukan satu pikiran segar.
"Oke kalau iya, kita dikasih kesempatan untuk ikutan. Tapi apa kepala sekolah akan ngijinin kita sementara di mata kepala sekolah ada band yang lebih bonafid yang dikomandani oleh Andika itu. Palingan juga kita akan dijadikan cadangan terakhir setelah sekolah kehabisan anak-anak yang lain."
"lya, iya... Ternyata teragis juga nasib band kita. Tapi kita akan tetap latihan kan?" tanya Jay setelah menyadari satu kenyataan pahit yang terus saja menimpa band mereka.
"lyalah. Itulah kebanggaan kita satu-satunya setelah tidak bisa masuk klub basket sekolahan," jawab Reihan memompa semangatnya untuk keluar.
"Oh ya... hanya gara-gara ada lomba band antar sekolahan itu, Andika dipanggil oleh sekolahan dan membatalkan sangsi untuknya."
"Begitukah?" Sepertinya Reihan cukup kaget juga mendengar ucapan Geo. "Kayaknya gue enggak peduli deh. Yang terus gue pikiran hanya Sesa. Gimana dengan dia?"
"Sesa...?"
"lya, Sesa?" tegas Reihan mengulangi ucapan Jay."
“Hmm... Sesa..” Jay jadi bingung harusmengatakan apa pada Reihan. Geo pun terlihat ikut-
kutan bingung.
"Ayolah bilang ke gue dengan segera, gimana Sesa selama gue enggak masuk sekolah?"
"Beberapa kali dia, nanyain pada kita-kita tentang lo. Kayaknya dia udah tahu deh apa yang telah terjadi. Buktinya dia berulang kali nanyain alamat rumah lo, iya tempat ini. Wajahnya itu lho,,, jelas Geo setelah Jay mengangkat bahu sebagai tanda tidak sanggup memberikan penjelasan pada Reihan.
"Marah, sedih, kusut, cemberut...?,, terka Reihan tidak bisa membayangkan ekspresi seorang. Sesa setelah tahu perkelahiannya dengan Andika.
"Sangat menyeramkan. Dan bikin semua orang .jadi takut. Kayaknya dia sangat marah deh," tukas Geo sambil bergidik takut.
"Jadi gue harus gimana dong?" tanya Reihan mengalami kebingungan.
"Sembunyi," usul Geo dan Jay tanpa menyadari kalau orang yang tengah dibicarakan sudah ada di dekat mereka. Akhirnya, Sesa menemukan juga rumah Reihan.
"Hai semua," sapa Sesa masih dengan nada suara bersahabat. Reihan menoleh ke arah sumber suara dan begitu kaget setelah tahu siapa yang berdiri tegak didekatnya. Geo dan Jay pun mengikuti gerakan Reihan, sama-sama melihat kee arah sumber suara-Mereka lebih kaget lagi dan berpikir untuk menyingkir dari tempat itu.
"I... Sesa... lo..." Reihan jadi gagap seperti melihat ada hantu di siang hari. Dia menoleh kesana-kemari entah maksudnya apa.
"lya gue Sesa, kenapa?"
"Ng... enggak, enggak... kok bisa nyampe sini. Tapi itu enggak penting deh untuk Sesa jawab karena sudah ada disini. Ko, Jay atau siapa aja, kalian cepat..." Reihan melihat ke kiri dan ke kanan untuk mencari Geo dan Jay. Sementara orang yang dicari hampir saja masuk ke rumah untuk bersembunyi. "Geo, Jay! Sini kalian!" teriak Reihan menambah suasana semakin tidak menentu dan terkesan kacau balau.
"Awas ah!" Geo mendorong Jay untuk menyingkir dari hadapannya. "Lo butuh sama kita berdua," ujar Geo gagal membuka pintu karena langkahnya jadi tertahan dan hampir saja Jay yang berjalan belakangan menubruk dirinya. "lya dodoll Cepat kemari!" pinta Reihan yang merasa takut sendirian menghadapi Sesa yang saat itu tidak bisa juga memasang muka ceria meskipun Reihan, Geo dan Jay sudah terkesan sangat konyol. Jadi benar kalau Sesa amat marah pada Reihan, dan Reihan membutuhkan kedua temannya untuk memanggilkan ambulan kalau terjadi apa-apa pada dirinya setelah menjadi obyek penganiayaan. "Ada apa sih?" tanya Geo mendekati Reihan diikuti oleh Jay setelah tangannya ditarik paksa oleh Geo.
"Kalian berdua temenin Sesa dulu, sementara gue mau bikinin minuman. Oke…" ucap Reihan sebenarnya ingin melarikan diri karena tidak siap menghadapi Sesa dengan wajah yang cukup menakutkan.
"Gue enggak butuh minum, Jadi lo enggak usah repot-repot bikinin gue minum, tapi gue hanya butuh lo Rey,,, cegah sesa dengan cepat sebelum Reihan benar-benar melarikan diri meninggalkan dirinya, Sementara Geo dan Jay segera mendorong Reihan agar lebih mendekat ke arah Sesa, lalu segera rmenyelamatkan diri mereka karena tidak mau ikut-ikutan kena semprot dari Sesa.
Kini tinggal Sesa dan Reihan berdua dalam keadaan saling menunggu untuk memulai bicara, Sesa terus memasang tatapan tajamnya membuat Reihan tidak berani fokus saat melihatnya. Sesekali Reihan hanya bisa curi-curi pandang dengan cara mengangkat wajah, kemudian menunduk kembali, Suasuna terasa cukup canggung saat itu oleh ulah Reihan yang kelihatan tidak bisa bersembunyi dari rasa bersalahnya di depan Sesa, Tapi karena merasa laki-laki, mau tidak mau dia yang harus memulai bukan Sesa.
"Hmm..." Reihan berdehem seperti orang pecundang yang kalah berebut cokelat' "A…. ada apa iya, sampai lo bela-belain kesini, Sesa?" Reihan masih tidak berani menatap Sesa dengan langsung.
"Gue yang seharusnya tanya ke lo. Apa sih maunya lo itu dengan berantem sama Andika? Lo kira siapa diri lo sehingga bisa-bisanya nyampurin urusan pribadi gue? Gue mau pacaran sama siapa kek, itu terserah gue dong. Jadi lo enggak usah repot-repot pakek protes segala deh. Apalagi sampaiberani menjadi penghalang buat gue. Kecuali lo pingin gue benciin lo."
"Sesa... gue enggak pernah punya pikiran untuk ngalangin hubungan lo dengan Andika, atau dengan siapa aja. Gue ngerti, gue enggak ada hak sama sekali. Gue nyadar kalau gue itu bukan siapa-siapa buat lo, bahkan buat semua orang. Lo udah mau nerima gue jadi teman, udah terlalu besar buat gue. Tapi meski begitu gue nyadar gimana posisi gue. sebagai seorang teman yang tidak akan pemah memiliki arti buat lo. Hanya saja, ketika ngeliat lo senang, maka gue pun ikutan senang dan gue udah bilang ke lo kalau inilah yang gue harapkan sebagai seseorang yang tidak pernah memiliki arti buat lo. Dan kenapa gue sampai berantem dengan Andika karena..." Reihan memilih tidak meneruskan kata-katanya yang sebenarnya sudah panjang-lebar itu.
"Karena...?"
"Enggak. Sebaiknya gue enggak usah ngomong lagi. Percuma aja, Sesa.'. karena gue bukanlah siapa-siapa. Gue akui telah berbuat salah dengan pertengkaran itu dan bikinin lo ngerasa enggak nyaman. Gue minta maaf, Sesa."
"Permintaan maaf lo itu akan gue pertimbangkan kalau lo mau mengatakan kenapa perkelahian itu sampai teriadi yang akhirnya mengacaukan semuanya. Lo dan Andika mendapat sangsi gara-gara itu. Jadi apa sih sebenarnya yang salah dengan pilihan gue untuk menyayangi Andika? Apa………?1"
"Benar lo Pingin tahu, Sesa?"
Sesar mengangguk. "lya, karena dengan begitu gue bisa memutuskan apakah memaafkan lo atau tidak."
"Ohhlt," desah Reihan terdengar cukup frustasi”
"Kenapa?"
Reihan hanya menggelengkan kepalanya yang terasa berat.
"sebenarnya Andika tidak pernah serius dangan lo, Sesa. Dia hanya menganggap kedekatan lo dengan dia hanya sebuah permainan, Inilah yang gue dengar dengan jelas dari mulutnya ketika dia menghabiskan waktu bersama Fera. Mendengar itu, gue jadi emosi dan ingin menegaskan omongannya itu, Kita sempat adu mulut, dan dia mengakui sendiri di depan gue kalau dia memang benar-benar tidak pernah berniat serius dengan Io. Selaniutnya gue hilang kendali dan kami berdua pun berantem. Sekarang terserah lo Sesa, mau percaya atau enggak" Reihan menunduk lesu.
"Jelas gue enggak percaya karena bukan seperti itu yang gue dengar dari mulut Andika," sergah Sesa.
terserah, yang penting gue udah memenuhi permintaan lo untuk mengatakannya."
"Gue enggak akan percaya!"
"Sebenarnya bukan itu aja yang bikin gue ingin menghajar Andika itu. Tapi sebelumnya dia telah membohongi lo dengan menjadikan nyokap dan bokapnya sebagai alasan untuk tidak jumpain lo beberapa kali itu. Sebenarnya saat itu dia berkencan sama cewek lain, yang mungkin saja orang-orang yang menggencet Io. Gue liat sendiri dia menghabiskan waktu bersama Fera, Lusi dan Vivi yang dia perlakukan seperti dia memperlakukan lo.”
 "Udah cukup!!"'Sesa menutup telinganya karena tidak mau lagi mendengar ucapan Reihan yang tiba-tiba saja membuat hatinya bersedih. "Gue enggak mau dengar lagi. Gue enggak bakalan percaya omong kosong lo itu. Gue benciii!!" teriak Sesa dengan tubuh bergetar hebat. Dia tidak siap mendengar kejujuran dari Reihan, padahal dia sendiri meminta Reihan untuk bercerita jujur kepadanya.
"Sesa... !" seru Reihan lebih mendekat ke arah Sesa. Sebenarnya dia hanya ingin memastikan keadaan Sesa.
"Udah! jangan mendekat lagi, gue benci dengan cara lo yang terus-terusan tidak pernah rela ngeliat gue dekat dengan Andika. Jadi jangan pernah lakuin itu lagi karena mulai saat ini kita bukan siapa-siapa lagi. Enggak ada lagi yang namanya teman!" Sesa berbalik untuk melangkah pergi.
“Sesa!!" teriak Reihan tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. keputusan Sesa membuat semua harapannya musnah. Reihan terduduk luruh seperti orang nelangsa setelah menyadari apa yang dianggapnya berharga akan segera pergi meninggalkan dirinya..Calaaal!!,, teriak Reihan sekeras-kerasnya. Tapi Sesa sudah benar-benar pergi.
"Ada apa?,, tanya Geo sudah berada di dekat Reihan.
"Apu yang terjadi?. Jay tidak mau kalah ikutan bertanya tidak mengerti
"Ada apa dengan kamu, Reihan?,, tanya si papa dan si mama bersamaan. Juga sudah ada di situ. diikuti oleh si Mbok yang tidak tahu harus berbuat apa.
Reihan berbalik arah setelah mendengar banyak suara yang bertanya kepadanya. Dia melihat orang sudah berdiri penuh tanda tanya denga wajah yang sama pula, ikut perihatin. "Sesa...., Ma, Pa..." gumam Reihan dalam kesedihan.
"Mana?" tanya semua orang memakai suara sama.
"Pergi," jawab Reihan terdengarsemakin putus asa.
"lya, kejar sana, cepaaat...!,, perintah si papa memberi semangat pada puteranya. Tapi sayang sekali Sesa sudah pergi.
Sesa pulang ke rumah dengan keadaan tampak lemah dan terasa sangat lelah. Rumah kelihatan sepi. Tidak ada siapa-siapa. Adelia juga tidak kelihatan seperti biasanya yang terus saja menjadi orang pertama membuat umah jadi berisik disaat Sesa pulang. Tapi saat itu semuanya nampak sepi.
"Biiik!! Bibiiik!!!', teriak Sesa mencari si bibi setelah memastikan kalau mama dan papanya serta Adelia sendiri benar-benar tidak ada.
"lya, Non!” Si bibi tergopoh-gopoh memenuhi panggilan Sesa.
“kok sepi sih? Mama, papa pada kemana ya?” tanya Sesa masih belum sempat mendudukkan diri di sofa. Keadaan hati yang lagi tidak mood membuatnya terlihat sangat capek dan jadi enggan sekali.
"Papa dan Mamanya Non Sesa, pergi. Juga Non Adel... Itu tuh, memenuhi undangan salah seorang teman kerjanya Tuan."
"Ooo, berarti aman," gumam Sesa tanpa sadar.
"Aman? Maksud Non Sesa, aman apanya” tanya si bibi merasa heran.
Aku kan jadi ngerasa aman di kamar tanpa ada Adel. Udah Bik, aku ke kamar dulu. Sekalian tolong bibi siapin tisu dan bawa ke kamar Sesa iya Bik."
"Baik, Non."
Saat itu rumah jadi sepi karena tidak ada orang selain Sesa dan si bibi. Jadi aman buat Sesa untuk menangis sejadi-jadinya, atau melakukan apa saja untuk menumpahkan kesedihannya tanpa ada yang akan merasa terganggu. Hari itu, benar-benar menjadi hari berduka bagi Sesa setelah banyak hal yang membuatnya bersedih, kemudian meneteskan air mata.
"Gue benci semuanya. Benciii!!!" teriak Sesa memulai drama satu babak untuk menumpahkan duka di hatinya. Beberapa benda yang sempat di pegangnya ikut terlempar ke sembarang arah. kemudian Sesa melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Sambil tengkurup, Sesa pun menangis sejadi-jadinya dengan menjadikan bantal sebagai obyek pelampiasan kesedihannya. "Gue benci diri gue... gue benci Andika... gue benci Reihan... Gue benc. . . "
-Tok-Tok-Tok-
Teriakan Sesa jadi tertahan setelah mendengar ada ketukan di pintu kamarnya. Hampir saja pintu itu menjadi sasaran lemparan Sesa.
"Non... Ini bibi!"
"Masuk!"
Si bibi membuka pintu mengandalkan satu tangan karena saat itu dia membawa nampan lengkap dengan minuman dan makanan ringan kesukaan Sesa. Tdak ketinggalan juga tisu. "Hah?!” Sepasang mata si. bibi terbelalak lebar ketika dia melihat apa yang terjadi. Kata “hah” keluar dari mulutnya ketika menyadari gempa lokal telah terjadi di kamar itu sehingga menyebabkan semua barang yang pernah di tatanya dengan rapi berubah posisi, jadi berantakan. Si bibi jadi membeku.
"Mana tisunya, Bik?" tanya Sesa menyadarkan si bibi dari rasa herannya.
"lni, Non. Sekalian bibi buatin. egelas susu dan makanan ringan kesukaan Non. Mau di taruh dimana ya?" tanya si bibi setelah melihat meja kecil yang biasanya sebagai tempat menaruh minuman dan makanan ringan terjungkir balik.
"Di lantai aja Bik," jawab Sesa acuh tak acuh.
"Apa yang terjadi Non Sesa?,' tanya si bibi mulai prihatin.
"Udah. Bibi enggak usah banyak tanya karena enggak bakalan ngerti. Sekarang bibi segeralah keluar dan biarin Sesa sendirian!" gerutu Sesa masih belum beranjak juga dari tempat tidur. Dia tidak mau kalau si bibi sampai melihat matanya yang Si bibi bermaksud keluar, tapi dia jadi tertahan karena mbrasa ada yang mau disampaikan pada
Sesa. "Non."
"apa lagi .sih?!"
“Apa perlu bibi telponin psikiater”
"Arrrggghhh!!!".
Sesa menjerit sejadi-jadinya membuat si bibi merinding ngeri dan segera menyelamatkan diri dari lemparan benda-benda keras yang bisa saja terjadi saat itu.
Bibiiik!!!" Lagi-lagi Sesa ber-teriak histeris.
"lya, Non."
"Tutup pintunya!"
"Baik Non." Sibibi sesegera mungkin menutup pintu kemudian melarikan diri.
Hening kembali di kamar Sesa. Sehening hati yang mengharap cinta, namun akhirnya terasa hampa setelah lambat laun cinta itu memilih untuk pergi. Seperti inilah suasana yang berkembang dalam hati Sesa saat itu. Dia pun menangis lagi. "Kenapa... kenapa lo terus_terusan membuat hati gue sakit, Andika? Gue cintaaa banget sama lo, an lo sendiri tahu itu. Gue tulus cintain lo. Lapi kenapa Io malah enggak pernah nganggap ketulusan itu ada. Padahal itu benar-benar, ada pada gue Andika... Kenapa lo enggak luangkan hati untukngertiin cinta yang terus saja gue jaga buat lo, Beginikah akhir dari sebuah ketulusan cinta itu? Buat gue. Iya mungkin akan terus seperti ini, Sakit... ketika gue salah memilih orang yang pantas gue cintai. Terus buat apa gue lalui juga pilihan itu kalau itu bukan terlahir untuk gue? Tapi untuk mereka yang gue enggak tahu sama sekali. Lagi-lagi gue pingin tahu, cinta lo itu untuk siapa sih, Andika? Yang gue tahu sendiri kalau itu jelas-jelas bukan untuk gue. "Sesa terus menangis dalam diam.
Dan satu hal yang terlintas di benaknya saat terlalu lelah dalam keadaan tidak menentu seperti itu. Dia butuh teman bicara, teman curhat. Dan Sesa teringat kembali pada Reihan. Teringat pada satu kata yang mungkin saja benar bisa membuat dia, tersenyum ketika sedih itu begitu terasa. 'Kecoak', karena Reihan tidak lebih hanya seekor kecoak yang menganggap seorang Sesa sangat berharga dalam kehidupannya. "Benarkah gue sangat berharga itu buat Io, Rei? Ehmm..." gumam Sesa akhirnya mampu tersenyum dalam sedih ketika ingat semua hal tentang Reihan.
Tapi karena keputusannya untuk tidak ingin lagi berteman dengan Reihan membuatnya sadar kalau saat itu tidaklah tepat menghubungi Reihan untuk dapat jadi teman bicaranya. Apalagi berharap mendengar cerita-cerita bagai waktu dulu, ketika mereka masih berteman. Sesa sendiri yang memutuskan hubungan itu. Dan Reihan sangat menghormatinya. Reihan tidak berani lagi bertemu dengan Sesa. Karena itu sudah percuma saja. Sedangkan Sesa belum bisa memberinya maaf. Sebegitu kejamkah Sesa pada Reihan?
Sesa masih punya Ela, Manda, Geo dan Jay yang terus-terusan memintanya baikan lagi dengan Reihan. Mereka semua memintanya memberikan kesempatan kepada Reihan, sekaliii aja. Dan Sesa berniat untuk menelepon mereka. Bila perlu satu-satu. Sesa mengambil handphonenya, lalu mencari nama-nama yang diperlukannya Sesa menghubungi Ela. Dia menunggu beberapa saat sampai dapat memastikan kalau saat itu tidak ada jawaban sama sekali dari Ela. Handphone EIa tidak aktif. Sepi!
Manda. Call. Giliran nomor Manda yang coba dihubungi oleh Sesa. Lagi-lagi Sesa tidak mendapatkan jawaban apa-apa.. Kecuali sunyi. Namun Sesa tidak putus harapan, kemudian dia menghubungi Geo dan Jay. Tapi tetap saja mendapati keadaan yang sama, tidak ada jawaban sama sekali. Hampa!
“Akhkhkh! Apa hari ini semua handphone seluruh dunia juga tidak aktif??' gumam Sesa memandangi layar handphone-nya.
Tapi dia masih punya satu harapan lagi. Yaitu Reihran. Satu-satunya orang yang bisa mengeluarkan dirinya dari kesedihan yang enggak jelas saat itu. Dan ketika Sesa teringat kembaii pada Reihan, seketika itu juga dia menjadi sangat bingung memilih antara menelepon Reihan apa enggak. Sakin! bingungnya, dia membutuhkan waktu untuk memutuskannya.
"Telepon... enggak,.. telepon...enggak..."
Sesa terlihat main teka-teki dengan menghitung jari-jemarinya.
"Telepon!"
Sesa buru-buru mencari nama Reihan yang tersimpan dalam memori handphonenya, tapisayang, nama itu tidak ada. Dia tidak pernah terpikirkan untuk meminta nomr' hendphone Reihan. Apalagi dia pernah kepikiran kalau Reihan itu tidak berarti apa-apa Buat dirinya,
Reihan tengah melangkah bersama dengan kedua sahabat karib nya yaitu Geo dan Jay, ketika terdengar suara merdu memanggil namanya.
"Hai Reihan!"
Langkah Reihan tertahan ketika dia melihat orang yang selama ini dipujanya berdiri tepat di dihadapannya dengan wajah yang sulit diartikan, tapi suara itu terdengar agak berat dari biasanya. Dan ticlak juga mengandung aura kebencian seperti yang selama ini dikhawatirkan oleh Reihan dan membuatnya memilih untuk tidak mendengarkannya. Setidaknya, inilah yang terjadi beberapa hari terakhir ini antara dirinya dan Sesa. Reihan terdiam.
"Gue butuh ngomong dengan lo, boleh? Dan itu tanpa mereka berdua." Sesa menunjuk Geo dan Jay yang sebenarnya sudah siap-siap untuk melarikan diri.
"Mmm.,.mmm..." Reihan menoleh ke kiri dan ke kanan dimana Geo dan Jay berada di samping nya dalam keadaan amat bingung.
"Udah, iya aja dodol. Bilang cepat!" geram Geo melihat tingkah Reihan.
"Mmm... mmm… Lagi_lagi Reihan hanya bisa menggumam enggak jelas.
"Bilang cepat dodol!" Jay ikut-ikutan jadi geram pada Reihan. Dia pun menginjak jempolkaki Reihan untuk segera menyadarkannya dari suasana canggung yang diciptakannya saat itu.
"Awww!!" teriak Reihan kesakitan.
"Kenapa?" tanya Sesa herah.
"Boleh," jawab Geo salah sambung dengan
mendorong Reihan lebih mendekat dengan Sesa. "Kita berdua sebaiknya pergi. Bye!" Geo segera pergi menarik-narik tangan Jay yang masih tetap menoleh ke arah Reihan dan Sesa untuk memastikan kalau Reihan masih tegap berdiri meskipun jadi beku.
"Lo keberatan dengan permintaan gue, Rei...? Oke, kalau begitu gue akan pergi,,, ujar Sesa terdengar tidak butuh lagi.
"Sesa... jangan pergi. Gue akan turutin keinginan lo. Selalu. Jadi jangan kepikiran untuk pergi." Reihan menahan niat Sesa untuk pergi meninggalkannya. Dia tidak ingin apa yang telah da terus semakin jauh dari dunianya, dimana Sesa ada di dalamnya.
"Selalu?"
"lya. Selalu. Dan gue pernah buktiin itu, tapi ternyata gue gagal. Buat lo. Jadi gue pingin mencoba lagi, meskipun kegagalan itu akan gue alami juga.  Tapi ketika lo mau mengajak gue ngomong. saat itu juga gue akan mencoba lagi untuk menjadi pendengar yang baik."
"Oh ya? Meskipun lo akan terus-terusan dibohongin gue..,, tidak juiur ke gue?"
"Ngeboltongin lo, Sesa? Gue enggak ngetti apa maksud ucapan lo itu?"
"lni!" Sesa melemparkan beberapa lembar kertas kei arah Reihan. "Lo akan ngerti setelah ngebaca apa yang ada dalam kertas-kertas itu."
Reihan memungut kertas itu satu demi satu. Beberapa saat kemudian memulai memperhatikan apa yang terlulis disana dengan seksama. "Oh." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Reihan ketika mengetahui kalau kertas itu tidak lain adalah beberapa e-mail yang telah dikirimnya kepada Sesa.
"sekarang gue yang seharusnya nanyah ke lo, apa sih sebenarnya maksud semua itu? Lo yang tidak pernah rido ngeliat gue bersama dengan Andika sarmpai akhirnya perkelahian itu terjadi. Lo yang dengan bangganya ngirimin gue e-mail lengkap dengan kata-kata yang sebenarnya menertawakan gue dan sampai hari ini lo dengan pedenya berdiri di atas panggung untuk menunjukkan ke gue kalau gue itu benar-benar tolol di hadapan lo. Apa sih maksud semua kebohongan demi kebohongan lo itu?"
"Bukan seperti itu Sesa. Gue enggak pernah kepikirkan kayak gini. Gue hanya...
" Hanya ingin bikinin surprise buat gue dan lo akan ngeliat gue tertawa bebas seperti ketika dengerin cerita-cerita lo itu. lo itu enggak mau jujur ke gue. Dan mungkin enggak akan pernah jujur ke gue."
"Sesa..., please banget dengerin gue. Kemudian terserah lo mau bilang apa lagi ke gue." Reihan nampak memohon di hadapan Sesa, seseorang yang dipujanya selama ini. Dan sekarang mereka bisa berbicara kembali. Merupakan satu anugerah buat Reihan. "Gue merasakan cinta itu lagi saat tuhan mempertemukan kita kali yang pertama di sana, di gerbang sekolahan. Dan mulai detik itu gue pingin lebih kenal dengan cinta itu walaupun akhirnya nanti tidak akan pernah bisa bersama. Sekian lama, gue tidak lagi peduli dengan perasaan seperti itu setelah terakhir kali gue diberi kesempatan mengenal Fera. Tapi akhirnya, dia pun lebih memilih orang lain yang lebih dari segala-galanya dari gue. Dan sejak itulah istilah broken heart menjadi suatu kebanggaan buat gue. Sampai hari ini ketika gue merasa akan kehilangan juga." Reihan membutuhkan beberapa detik untuk menghempaskan napasnya yang terasa berat.
"Sesa..., gue enggak pernah kepikiran sedikit pun kalau apa yang gue rasakan akan terbalaskan. Lo juga berhak untuk memilih siapa yang pantas lo sukai. Tapi ketika lo memilih Andika, barulah gue sadari kalau gue benar-benar enggak rela ngeliat lo akarn terluka. Dan gue sudah mengataln kenapa? Cinta mengajarkan ke gue untuk selalu berusaha membuat orang yang kita cintai terus merasa bahagia. Inilah satu hal yang gue dapatkan. Itulah mengapa gue terus berusaha memahami diri lo ketika dalam sedih sekalipun. Gue mencoba menghibur lo. Sampai akhirnya lo ngerasa enggak begitu nyaman dengan semua itu dan memilih menjauh dari gue yang entah kapan akan memiliki arti dalam hidup lo.... Tapi tak mengapa selama itu bisa memberikan rasa bahagia buat lo. tapii ternyata gue salah kalau menganggap lo bahagia ketika memilih keputusan itu."
“Jadi menurut lo. gue ngerasa enggak bahagia saat tidak lagi bersama lo, begitu?" tanya Sesa berusaha keras untuk tidak menangis.
"lya. Itulah yang gue lihat, yang gue rasa dan yang gue dengar. Dan enggak ada cara lain buat gue untuk ngehibur lo kecuali dengan mengirim e-mail-e-mail itu."
"Dan itu suatu ketidak jujuran buat gue."
"Gue enggak ada cara lain ketika lo ngerasa benci banget dengan gue. Dengan begitu gue enggak mungkin nemuin lo meskipun membawa seribu ucapan maaf sekalipun, kemudian bisa menemani lo ,lengan membacakan sederet kata-kata dalam puisi itu. Atau bila mungkin, mendendangkan lagu dan menjadikan lo sebagai pendengar. Gue sudah dapat pastikan itu tidak akan terjadi karena tadi, gue enggak berarti apa-apa Sesa..., buat lo."
"Lo aja enggak bersungguh-sungguh berusaha untuk minta maaf ke gue, Rei."
"Oh ya...? Gue enggak ngerti deh. Gue kan udah bilang kalau gue minta maaf ke lo, Sesa."
"lya. Gue juga masih ingat. Tapi buat gue, lo itu tidak cukup usaha ngebuktiin ke gue kalau lo itu benar-benar minta maaf. Lo sendiri malah menghilang dan tidak pernah mencoba nemuin gue lagi. Apa seperti itu orang yang bersunggung-sungguh?"
"Gue hanya enggak berani lo ngerasa terganggu ketika gue ada bersama lo."'
"Basi! Lo terus saja bilang begitu. Pengecut sekali jadi cowok."
"Hei, bukannya begitu, Sesa?"
"Memang begitu kok. Sekarang aja gue yang bela-belain nyamperin lo."
"Gue enggak bisa bilang apa-apa lagi. Memang gue enggak cukup punya keberanian untuk datengin lo. Gue masih ingat lo segitu marahnya ke gue. Jadi gue enggak mau lagi bikinin lo marah seperti itu." Reihan mulai kebingungan untuk menghadapi Sesa. "Tapi sekarang gue akan minta maaf sebanyak-banyaknya ke lo. Gue masih ada kesempatan kan?"
"Udah, simpan aja ucapan maaf itu. Lo sudah banyak salah ke gue." Sesa berbalik untuk meninggalkan Reihan. Dia pun beranjak pergi Melihat keadaan yang kurang menguntungkan itu reihan segera berlari mengejar Sesa dan menghadang langkah sesa.
"Sesa..., maafin gue please."
Sesa menghindar sesegera mungkin meninggalkan tempat itu. Namun lankahnya tertahan juga ketika dengan cepat Reihan memegang tangannya.
“Gue ingin segera pergi. Jadi bisakah tangan lo itu menyingkir dari tangan gue?”
“dengan cepat Reihan melepas tangan Sesa dan membiarkannya pergi.” Kali ini dia tidak mengejar lagi. Tapi reihan masih tetap berdiri untuk mrnunggu suatu keajaiban yang menbuat sesa menoleh kearahnya. Dia pernah berharap seperti itu. Satu…dua…tiga… reihan menghitung dalam hati sambil terus berharap, dan sesa pun melihat kearahnya baru kemudian benar-benar pergi. Kali ini do’a Reihan dikabulkan.